Jumat, 17 Mei 2024 | 11:57
NEWS

Memandang Eksistensi Kolintang di Tengah Wabah Covid-19

Memandang Eksistensi Kolintang di Tengah Wabah Covid-19
Webinar Kolintang (Tangkapan Layar)

ASKARA - Alat musik khas Minahasa, Kolintang menjadi pembahasan menarik dan unik yang dipilih dalam memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK) ke-47 di tengah wabah Covid-19.

Pembahasan Kolintang digelar secara virtual, yang dihadiri Ketua Umum KKK, Dr Ronny f Sompie, Ketua Panitia HUT KKK-47, Marsma TNI Donald Kasenda, serta seniman dan pencipta lagu Lilin-Lilin Kecil, James F Sundah. Narasumber dari kalangan seniman hadir Dr Dominica (Adjeng), Satria Akbar, Noufry Rondonuwu dan Nathan Alexander Koessoy. 

Dengan tema bertajuk "Eksistensi Kolintang Melewati Masa Pandemic Civid-19 Menuju Masa depan Yang Cerah" ini, Ketua Umum KKK, Ronny F Sompie mengatakan, pihaknya ingin alat musik Kolintang menjadi musik tradisional milik Indonesia asal Minahasa yang diakui oleh oganisasi pendidikan, keilmuan dan kebudayaan PBB (UNESCO) dan kuat akan keberadaannya di dunia.

"Oleh karena itu melalui diskusi dan talkshow pada malam hari ini diharapkan ada informasi yang bisa membangun kepedulian (terhadap alat musik Kolintang)" ungkap Ronny, Sabtu (6/6) malam. 

James F Sundah mengaku bangga dapat terlibat dalam pembahasan alat musik Kolintang itu. Menurutnya, belum ada satu pun komunitas musik yang membahas terkait Covid-19 sebagai keadaan yang harus diterima dalam eksistensi alat musik Kolintang. 

James mengatakan, alat musik Kolintang merupakan alat musik yang penggunaannya aman di tengah wabah Covid-19, lantaran ukuran kayu sekitar satu meter di alat musik tersebut telah menekankan physical distancing.

"Sebagai alat instrumen, Kolintang itu sudah sangat unik, cara bermainnya sudah melakukan physical distancing tersendiri. Coba perhatikan, saya masih punya foto waktu ribuan Kolintang di Tondano. Kalau itu terjadi hari ini pun masyarakat boleh dibandingkan demonstrasi yang terjadi di Amerika," ujar James yang juga Dewan Pimpinan Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Republik Indonesia (PAPPRI) ini.

Artinya, kata James, bermain Kolintang pada saat ini tidak boleh dilarang, karena sudah menjaga jarak. "Artinya jarak yang tertentu mereka bisa memgeluarkan nada-nada secara bersama, dan itu adalah prinsip 'Mapalus" (budaya gotong royong Minahasa), itulah yang membedakan Kolintang dengan Kolintang Philipine, dan lain-lain," ujar James.

Selain itu, kayu yang menjadi dasar pembuatan Kolintang berasal dari pohon yang terbatas dan langka dari wilayah Wallace Minahasa. Hal itu sudah cukup menunjukkan ciri khas dari Kolintang.

"Kolintang itu kalau kita perhatikan sudah menyebar di seluruh Indonesia, hampir di 34 provinsi, bahkan sudah menyebar di seluruh dunia," tuturnya. 

James mengaku kagum dengan komunitas-komunitas Kolintang yang peduli terhadap sejumlah seniman yang terdampak wabah Covid-19. Baik dari komunitas di Manado dan beberapa kota-kota di Amerika Serikat yang sanggup mengumpulkan sumbangan.

"Artinya itu semangat Mapalus yang tanpa disadari kita bermain bersama," ucap James.

Kolintang memiliki sifat melodi perkusi yang nadanya menyampaikan kegembiraan. Lantaran itu, hal yang layak dilakukan di tengah wabah Covid-19 salah satunya adalah mkegembiraan, di mana kegembiraan itu menaikkan imunitas tubuh.

"Alat musik itu karena dipukul, dia menimbulkan kegembiraan, beat. Berbeda dengan musik gesek yang digesek atau ditiup. Meskipun ada yang terdengar merintih namun sifatnya yang asli dia berbuah kegembiraan," ungkapnya. 

James berharap, generasi muda mempersiapkan diri bermain Kolintang pascapandemi Covid-19. "Jadi itu yang perlu kita siapkan, sambil menguatkan. Kita bisa bikin konser virtual, itu salah satu contoh bahwa kita dari berbagai negara bisa menampilkan Kolintang di suatu tempat," tandasnya.


Webinar Kolintang (tangkapan layar)

Komentar