Kamis, 16 Mei 2024 | 21:57
COMMUNITY

Sahabat Tak Kasat Mata

Sahabat Tak Kasat Mata
Ilustrasi mahluk halus (Dream.co.id)

Manusia dilahirkan untuk hidup berdampingan dengan sesamanya. Secara logika, yang dimaksud dengan sesama adalah manusia. Namun, selalu menjadi pertanyaan, apakah hanya manusia (fana) yang hidup di dunia ini?

Apakah betul, seseorang yang meninggal dunia masih tetap ada di dunia ini, di dimensi yang berbeda? Saya tak bisa menyatakan dasar logis dan ilmu pengetahuannya. Akhirnya, yang muncul pernyataan percaya dan tidak percaya.

Apakah yang berkelebat dekat kita saat kita sendiri? Kita merasa ada yang memperhatikan pada suatu momen tertentu. Siapa atau apakah mereka?

Sejauh sepengetahuan, terdapat hormon di otak yang memacu rasa takut sehingga ia menciptakan sebuah wujud tertentu. As is dalam film Harry Potter, dimana ia takut terhadap mahluk penjaga Azkaban. Hal tersebut diciptakan oleh pikirannya.

Bagi saya, mau mahluk itu ada atau tiada, biarkan dia hidup di dunianya. Tidak ada mahluk apapun yang senang bila kehidupannya diusik.

Secara pengalaman, saya pernah bertemu dengan mahluk-mahluk sejenis itu. Mungkin saat itu saya memang merasa takut. Gimana tidak takut. Saya biasa hidup dalam keramaian kota Jogja dan harus menjalani Kuliah Kerja Nyata di suatu dusun di daerah Cangkringan.

Jarak antar rumah (kurang lebih) 100 meteran. Diselingi pepohonan yang rindang. Saat itu tahun 2001-2002. 

Diawali pada malam hari, saat mendengar tawa bocah bayi di sebelah kamar tidur kelompok, iseng-iseng, saya intip karena keingintahuan saya. Saya melihat ayah ibunya tertidur lelap mengapit bayi tersebut dan saya melihat sesosok wanita yang sedang mengajak bercanda bayi tersebut.

Tanpa berpikir panjang, saya memutuskan bahwa itu adalah nenek dari bayi tersebut. Namun, saat saya hendak kembali ke tempat tidur, saya baru sadar bahwa nenek bayi tersebut memiliki postur tubuh yang berbeda. Saya kenal dengan neneknya karena saya menumpang di rumah itu bersama sang kakek dan nenek serta keluarga itu.

Saya pun kembali mengintip. Bersamaan saya melakukan hal tersebut, wajah mahluk itu berada tepat di depan muka saya. Tapi saya tidak mau teriak. Malu dan takut membangunkan seisi rumah. Mahluk itu memiliki wajah yang hancur berantakan. Mau dikatakan ngeri, ya iya laaaahhhh...

Dan ia bukan satu-satunya mahluk halus yang saya temui di lokasi KKN tersebut. Cukup banyak yang hidup di lingkungan itu.

Untuk memastikan apakah benar mahluk-mahluk itu ada, suatu saat, saya berbincang dengan kakek pemilik rumah. Saya memanggilnya Pak Dukuh karena dia adalah Kepada Dusun tempat kami KKN. Saat itu, hari sudah mulai malam dan kami berada di beranda rumah.

Saat itu pun saya melihat beberapa mahluk bertengger di pepohonan depan rumah. Saya tanyakan pada Pak Dukuh, "Pak, dhemit-dhemit yang ada di pohon itu kok banyak ya?" Pak Dukuh menjawab, "Kamu bisa lihat to,le?" "Iya, Pak," jawab saya.

"Yang mana aja yang kamu lihat?" tanyanya. Saya pun menunjuk ke arah dimana saya melihat mahluk tersebut dan dia mengatakan siapa nama mereka. Kok jadi horor? "Pak, kok ada mereka sih? Tanya saya dan dia mengatakan, "Tidak perlu dipikir, le. Didoain aja. Biar mereka tenang," jawabnya santai.

That is not the answer I want and need. Saya sedikit bertanya lebih dalam apa, mengapa, bagaimana, dan lain-lain. Jawaban yang saya terima tetap mengambang dan saya menemukan secercah jawaban karena berulang kali saya tersandung batu nisan di area pepohonan yang saya lalui dan saya ingat-ingat kembali apa yang di sampaikan Pak Lurah sebelum kami menjalani program ini.

Beliau mengatakan bahwa dusun kami ada area pemakaman untuk kelurahan ini. Hahaha, potensi dusun kok cuma pemakaman? Yo wis, mbangun penerangan dan jalan wae. Program KKN yang paling mudah dicapai.

Kembali ke cerita bertema mahluk tersebut. Selama sebulan tinggal di Dusun itu, dengan kondisi kamar mandi yang terpisah dari rumah, kami harus bermain dengan waktu untuk mandi dan buang hajat. Namun, bila malam menjelang tidur, kami beramai-ramai untuk ke kamar mandi. Dan saat itulah menjadi titik balik ketakutan saya. Saat itu, masa KKN sudah berjalan di minggu kedua.

Saat saya buang air kecil, sesosok mahluk berdiri di samping saya dan tersenyum. Dan yang muncul dalam pikiran saya adalah kejenuhan. Jenuh takut terhadap mereka. "Capek aku takut terus sama mahluk kaya kamu! Terserah mau ngapain!" saya membentaknya sambil menyiram sisa buangan air kecil saya. "Karepmu opo to? (Maumu apa?)" tanya saya dan dia tidak menjawab dan menghilang.

Ceritanya tak sampai di situ. Beberapa kali bertemu dengan mahluk lainnya. Dan karena udah capek takut, saya katakan, "Kalo mau ngobrol, ayo. Mau ngobrol apa? Jangan cuma diem. Kalo kamu cuma diam, wis minggato (pergi aja)."

Percakapan yang muncul saat itu adalah cerita tentang strata dalam kehidupan mereka. Strata ganteng/cantik dan jelek. Ia mengatakan bahwa semakin hancur atau menakutkan wajah mereka, semakin dinyatakan ganteng atau cantik. Kok kebalik? Level ilmu pun dibedakan dari warna pakaian. Yang saya tidak saya tanyakan adalah asal muasalnya dan mengapa dia jadi gini. Karena dia sudah mengatakan di awal agar saya tidak menanyakan hal tersebut. Saya tanya kenapa dijawab nggak apa-apa.

Dengan penyakit susah tidur di malam hari, ia menjadi teman ngobrol setiap malamnya. Kadang saya pun curhat tentang pacar saya yang tidak mau ditengokin lokasi KKN nya dan perasaan saya terhadap rekan kelompok KKN saya. Dan pernah dia berkata pada saya bahwa saya akan susah terikat pada wanita tapi begitu cinta tidak akan kemana-mana. "Nek kepentok, kapok kowe.(Kalo kepentok, kapok, kamu)" katanya. "Maksudmu, Mbak?" tanyaku. "Sesuk kowe ngerasake. (Besok, kamu akan merasakan)," jawabnya.

Bisa diajak ngobrol ngalor ngidul dia dan itu asyiknya. Secara wajah, dia tidak jelek dan tidak cantik dan kadang sedikit menyeramkan dengan wajah juteknya. dan saya selalu memanggilnya mbak.

Dua hari menjelang berakhirnya masa KKN saya, saya tidak pernah lagi bertemu dengan dia dan Pak Dukuh menyampaikan pesan pada saya, saat kami berpamitan kembali ke rumah masing-masing, bahwa dia baik-baik saja dan minta saya doakan. "Kok gak mau ketemu saya, Pak?" tanya saya. "Wis, le. Dongake wae (doakan saja)," Hanya itu jawaban Pak Dukuh.

Sampai saat ini, saya bisa bicara tanpa tendensi apa pun, hanya dengan dia. Bicara ya bicara. Mengungkapkan perasaan yang ungkapkan saja. Mendengar ceritanya, ya dengarkan saja. Entah siapa namanya dan selalu menjadi mbak bagi saya. Semoga kamu selalu tenang di alam sana.

Sejak saat itulah, saya selalu mengatakan pada teman-teman yang takut pada mahluk itu bahwa bedanya hanya dikosmetik saja. Tidak perlu terlalu dipikirkan. Kalo terasa mengganggu, ya berdoa saja. Kita punya Tuhan yang selalu melindungi kita dengan cara yang selalu hebat. (Leong Christian)

Komentar