Sabtu, 20 April 2024 | 21:37
NEWS

Kisah Dian Ardian Tujuh Tahun Menagih Janji Pemprov DKI

Kisah Dian Ardian Tujuh Tahun Menagih Janji Pemprov DKI
Dian Ardian (Askara/Aprilia Rahapit)

ASKARA - Selama tujuh tahun belakangan Dian Ardian menanti pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk bisa mendapatkan uang ganti rugi. Di mana, tanah miliknya terimbas proyek normalisasi Kali Sunter. 

Hari ini, Senin (10/2), Dian bersama kuasa hukumnya Charles Benhard Simandjuntak mendatangi Balai Kota DKI. Dia menyerahkan sebuah surat dengan perihal somasi dengan nomor 015/S-DKI.1/CBS/II/2020 yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Pengiriman surat somasi merupakan tindak lanjut dari surat sebelumnya yang dikirim pada 23 Januari 2020 yang tidak direspon maupun ditanggapi oleh gubernur. 

Dian mengatakan, lahan yang dimilikinya seluas 4.963 meter persegi kini telah selesai dikerjakan untuk proyek normalisasi Kali Sunter Peta Bidang Nomor 08/2013 tertanggal 19 Maret 2013 dengan Nomor Surat Tugas 728/ST.31.75/75/III/2013 tanggal 22 Maret. Sementara hingga saat ini, lahan tersebut belum digantikan oleh Pemprov DKI.

Awalnya, pada 2012, Dian menerima informasi dari pihak kelurahan atas utusan dari Dinas Sumber Daya Air DKI bahwa akan ada proyek normalisasi. Saat itu mereka meminta izin pada ahli waris untuk diizinkan lahannya bisa dilewati alat-alat berat untuk pengerjaan proyek. 

Hingga akhirnya Dian pun mengizinkan lahannya untuk digunakan sebagaimana permohonan Pemprov DKI saat itu. Mereka pun menjanjikan adanya pembayaran ganti rugi lahan. Namun saat alat-alat berat mulai masuk ke lahannnya hingga proyek tersebut hampir selesai, Pemprov DKI belum juga merealisasikan janjinya. 

"Ternyata enggak ada kunjung realisasi sampai saat ini hingga tujuh tahun ini. Malah ujung-ujungnya tanah saya dibuat kisruh, dikira tanah saya bersengketa lah apa, ada yang klaim lah," kata Dian saat berbincang dengan Askara. 

Padahal lahan yang dimiliki Dian lengkap dengan sertifikat hak milik, penetapan hak waris dari Pengadilan Agama Jakarta Timur. Bahkan di kelurahan pun sudah dinyatakan dengan Surat Keterangan Tidak Sengketa. 

Badan Pertanahan Nasional juga sudah mengeluarkan surat perihal validasi kepada Dinas SDA DKI untuk memberikan ganti kerugian dalam bentuk uang kepada Dian sebagai ahli waris Alm H. Anan bin Taih berlokasi di Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur senilai Rp 10.738.283.325.   

Diketahui, sejak proyek berjalan tersebut, Dian berjuang mandiri untuk menagih janji Pemprov DKI selama empat tahun lamanya hingga pada 2017 seorang pengacara mendampinginya. Namun sayangnya pengacara tersebut tidak sanggup karena kurangnya respons Pemprov DKI termasuk LBH Pendidikan yang juga mundur mendampinginya pada 2018. 

"BPN sudah mengeluarkan ini (surat validasi), perintah bayar itu tapi di dinas enggak mau membayar. Alasannya dia takut, kehati-hatian, kehati-hatian itu apa, kan yang mengeluarkan BPN berarti dia anggap BPN sembrono mengeluarkan surat. Itu yang saya enggak habis pikir dengan dinas SDA ini, ada apa sih sebenarnya," papar Dian.

Hingga pada Oktober 2019, Dian pun akhirnya didampingi oleh kuasa hukum baru Charles Benhard Simandjuntak Advocates. Perjuangan untuk mendapatkan haknya pun terus dilanjutkan dengan melayangkan somasi kepada Pemprov DKI dan Gubernur Anies Baswedan. 

Dian mengatakan, tanah tersebut merupakan satu-satunya aset peninggalan mendiang ayahnya. Dia pun tak menyangka jika tanah yang diizinkannya itu berujung dengan permasalahan tak kunjung usai.

"Itu aset saya satu-satunya, itu warisan dari orang tua saya dari peninggalan dari kakek ke bapak saya dan bapak saya turunkan ke saya dan saudara-saudara," ujarnya. 

Charles menambahkan, dirinya sangat ingin membantu kasus yang dialami Dian. Terlebih dirinya pernah tinggal berdekatan dengan rumah Dian.

"Saya tahu persis kehidupan mereka, ahli waris kemudian rekan saya teman SMP, ya kami bantu, enggak ada hal lain," bebernya. 

Hingga akhirnya kasus ini ditangani, Charles mengindikasikan adanya tanda kutip permainan di tubuh Pemprov DKI.

"Supaya dalam mekanisme penanganan ganti rugi atau pembelian lahan-lahan warga untuk kebutuhan pemprov ini jangan terlalu dimainkan. Kasihan warga yang sudah berharap, bermimpi, tiba-tiba zonk," jelasnya.  

Dia juga mengkhawatirkan kasus serupa terus terjadi ke depan. Terlebih dengan rencana-rencana pembebasan lahan untuk normalisasi sungai.

"Jangan sampai hal ini terulang lagi terhadap mereka, cukup sampai di sini saja," kata Charles.  

Untuk itu, pihaknya akan menunggu respons Pemprov DKI selama 7 kali 24 jam atau hingga 18 Februari mendatang. Jika masih belum direspons, pihaknya akan melanjutkan proses hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Jika tidak ada respon sama sekali kami akan lanjutkan kasus ini di Pengadilan Jakarta Pusat," tegas Charles.

Komentar