Mematuhi Perintah atau Menjaga Integritas dalam Etika Akuntansi

Oleh: Alyssa Hanan
Mahasiswa Universitas Papulang
ASKARA - Profesi akuntan bukanlah sekadar tentang menghitung angka atau menyusun laporan keuangan. Di tengah dinamika dunia bisnis yang semakin kompleks, akuntan memegang peran penting dalam menjaga kepercayaan publik terhadap informasi keuangan. Di sinilah etika profesi menjadi elemen yang sangat krusial. Akuntansi tidak hanya merupakan praktik teknis, tetapi juga praktik moral yang menuntut integritas, objektivitas, dan tanggung jawab.
Salah satu dilema utama yang sering dihadapi akuntan adalah tekanan untuk “memoles” laporan keuangan agar terlihat lebih baik dari kenyataan. Situasi ini menempatkan akuntan pada persimpangan jalan: tetap menjaga integritas dan mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku, atau menyerah pada tekanan demi kepentingan jangka pendek. Di titik inilah integritas profesional benar-benar diuji.
Fakta menunjukkan bahwa pelanggaran etika dalam dunia akuntansi bukanlah hal yang langka. Kasus manipulasi laporan keuangan, bahkan di perusahaan lokal, memperlihatkan betapa rapuhnya integritas sebagian pelaku profesi ini. Dampaknya tidak hanya merugikan perusahaan, tetapi juga mengguncang perekonomian secara lebih luas—mulai dari hilangnya kepercayaan investor, kerugian bagi karyawan, hingga tergerusnya kepercayaan konsumen.
Namun, kepatuhan terhadap kode etik bukan sekadar tentang menghindari sanksi. Etika tumbuh dari kesadaran moral untuk melakukan yang benar, bahkan ketika tidak ada yang mengawasi. Dalam praktik akuntansi, ini berarti menyampaikan informasi yang jujur, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan, meski tidak selalu menguntungkan dalam jangka pendek.
Pendidikan akuntansi memegang peranan penting dalam membentuk karakter beretika para calon akuntan. Pemahaman dan penanaman nilai-nilai etika harus menjadi bagian integral dari proses pembelajaran. Selain itu, organisasi profesi seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan pemerintah perlu aktif menegakkan standar etika dan menjatuhkan sanksi tegas bagi para pelanggar.
Tantangan etika semakin kompleks di era digital. Kemudahan memanipulasi data, penggunaan perangkat lunak keuangan yang canggih, serta tekanan bisnis yang kian tinggi menuntut akuntan untuk lebih teguh dalam memegang prinsip. Dalam konteks ini, integritas bukan sekadar pelengkap, melainkan fondasi utama bagi keberlanjutan profesi.
Pada akhirnya, etika dalam akuntansi bukan hanya soal kepatuhan pada aturan tertulis, tetapi juga tentang keberanian moral untuk berkata “tidak” saat prinsip diuji. Tanpa integritas, akuntansi kehilangan maknanya sebagai alat transparansi. Oleh karena itu, menjaga etika bukan semata tanggung jawab individu, melainkan komitmen kolektif seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan praktik bisnis yang jujur dan berkelanjutan.
Komentar