Selasa, 18 Maret 2025 | 00:13
NEWS

Hendardi: Pemilihan Pimpinan KPK Mengikis Independensi Lembaga

Hendardi: Pemilihan Pimpinan KPK Mengikis Independensi Lembaga
Gedung Merah Putih KPK (Dok Askara)

ASKARA – Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, menyoroti keputusan DPR RI yang telah memilih lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari unsur kepolisian, kejaksaan, hakim, dan mantan anggota BPK. Menurutnya, langkah ini secara politik mengancam independensi KPK sebagai lembaga negara yang seharusnya bersifat independen dan berfungsi sebagai constitutional important body.

"DPR RI secara sengaja memilih calon-calon yang memiliki afiliasi organisasi yang memungkinkan pengendalian sikap, tindakan, dan kehendak tertentu dalam pemberantasan korupsi," tegas Hendardi.

Ia menjelaskan, secara normatif, para pimpinan yang terpilih memiliki hak yang sama untuk menduduki jabatan di KPK, dan DPR RI pun memiliki kewenangan penuh dalam menentukan pilihannya. Namun, menurut Hendardi, seharusnya DPR RI memahami bahwa KPK dibentuk sebagai auxiliary state institution yang menjadi antitesis terhadap kinerja institusi biasa seperti kepolisian dan kejaksaan, yang sebelumnya dianggap tidak akuntabel dalam pemberantasan korupsi.

Hendardi juga menilai, pemilihan ini semakin menegaskan keberadaan patronase organisasi dan personal dalam struktur pimpinan KPK. Ia menyebutkan adanya indikasi bahwa keputusan ini merupakan kelanjutan dari skenario pelemahan KPK yang sudah dimulai sejak revisi Undang-Undang KPK pada tahun 2019.

"Pilihan DPR atas lima pimpinan KPK ini menegaskan skenario mantan Presiden Jokowi yang membentuk Panitia Seleksi, memilih 10 calon, dan mengirimkannya ke DPR RI. Langkah ini menyempurnakan pelemahan KPK sebagaimana diatur dalam UU 19/2019," ungkapnya.

Hendardi menyesalkan tidak adanya representasi masyarakat sipil dalam susunan pimpinan KPK yang baru. Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa DPR RI tidak mempertimbangkan variabel independensi KPK dalam pengambilan keputusannya.

KPK Kehilangan Kepercayaan Publik
Lebih lanjut, Hendardi mengkritik narasi yang menyebut kinerja Kejaksaan Agung dan Polri sebagai alasan keberhasilan pemberantasan korupsi. Ia menilai narasi ini hanyalah instrumen untuk melemahkan KPK dengan memilih pimpinan yang merupakan perwakilan dari masing-masing institusi negara tersebut.

"Formula kepemimpinan KPK semacam ini akan sulit mendapat kepercayaan publik. Apa yang akan terjadi hanyalah peragaan permukaan dan basa-basi pemberantasan korupsi untuk menghibur rakyat agar tetap mau membayar pajak," tegas Hendardi.

Ia juga mengapresiasi adanya potensi mosi tidak percaya dari publik terhadap KPK periode 2024-2029 dan DPR RI, khususnya Komisi III, yang bertanggung jawab atas proses pemilihan ini.

"Dalam situasi seperti ini, sangat dimaklumi dan dihargai jika muncul mosi tidak percaya dari publik terhadap KPK dan DPR RI," pungkasnya.

Keputusan ini, menurut Hendardi, menjadi peringatan keras bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, yang kini menghadapi tantangan besar dalam menjaga independensi dan integritasnya.

 

 

Komentar