Asal Usul Suku Dayak Menurut Mitologi Kanayatn

ASKARA — Suku Dayak, penduduk asli Kalimantan, dikenal sebagai penghuni pertama pulau ini. Menurut penelitian arkeologi dan antropologi, nenek moyang suku Dayak berasal dari dataran Yunan, wilayah di Cina bagian selatan, yang bermigrasi ke kepulauan Nusantara menggunakan perahu bercadik. Migrasi ini terjadi dalam dua gelombang: bangsa yang datang pada gelombang pertama disebut Proto Melayu, sementara yang datang pada gelombang kedua disebut Deutero Melayu.
Nenek moyang suku Dayak termasuk dalam kelompok Proto Melayu yang tiba di Nusantara sekitar 1500 SM, membawa budaya Neolitik atau budaya Batu Baru. Selain suku Dayak, suku lain di Nusantara yang termasuk dalam kelompok Proto Melayu adalah Toraja, Batak Karo, dan Sasak di Lombok.
Dalam kepercayaan Dayak Kanayatn, terdapat cerita lisan atau legenda yang dikenal sebagai gesah. Salah satu gesah yang terkenal di daerah Binua Kaca’, Menjalin, menceritakan asal usul suku Dayak Kanayatn.
Menurut legenda, orang Dayak berasal dari binua aya’. Mereka datang ke Kalimantan dengan rakit yang terbuat dari buluh Munti’. Sebelum berangkat, Ne’ Galeber berdoa kepada Jubata (Tuhan) agar rakit mereka dapat bergerak sendiri dan membawa mereka ke tempat yang layak dihuni. Angin kencang kemudian membawa rombongan melintasi ribuan pulau hingga tiba di pesisir Ketapang, Kalimantan. Mereka menamai daerah itu ‘sikulanting’ (lanting = rakit).
Ne’ Galeber dan rombongannya kemudian bergerak menuju pedalaman, berhenti di sebuah tempat yang kemudian dinamai sikudana (siku’ dan dono’) setelah Ne’ Anteber, istri Ne’ Galeber, membangunkan suaminya di tempat itu. Beberapa anggota rombongan memilih menetap di daerah yang sekarang dikenal sebagai Krio, Sandai, Semandang, Laur, dan Ulu’ Air, menjadi nenek moyang suku Dayak di wilayah tersebut.
Rombongan utama akhirnya tiba di Gunung Bawakng. Setelah beberapa generasi, Jubata mewahyukan adat istiadat dan tradisi yang menjadi dasar kehidupan suku Dayak Kanayatn hingga kini. Seorang keturunan Ne’ Galeber, bernama Ne’ Unte’, menerima tujuh butir beras dari Jubata saat berburu di hutan. Setelah beberapa hari, Jubata menyuruh Ne’ Unte’ dan tujuh kerabatnya menyepi, dan di sana mereka diberi pengetahuan tentang makna tujuh butir beras serta adat istiadat seperti Bauma batahutn (berladang), Balaki Babini (pernikahan), Baranak (melahirkan), Nu’ diri’ man Parene’atn (hak pribadi dan bersama), Babalak (bersunat), dan Karusakatn (kematian).
Gesah ini menggambarkan bahwa nenek moyang Dayak Kanayatn berasal dari binua aya’, yang mungkin merujuk pada dataran Yunan menurut para ahli. Cerita ini terus diceritakan dari generasi ke generasi, menjaga warisan budaya dan sejarah suku Dayak tetap hidup.
(Dari Berbagai Sumber)
Komentar