Minggu, 19 Mei 2024 | 04:10
Ruang Menulis

Tongkat Musa itu bukan Misinya Musa

Tongkat Musa itu bukan Misinya Musa
Ilustrasi

Oleh: Harry Santosa

ASKARA - Banyak orang modern sulit membedakan Misi Hidup dengan Kompetensi, Karir atau Bisnis atau bahkan Mencari Nafkah. Mereka menganggap mencari nafkah atau karir, bisnis, kompetensi itulah misi hidupnya, itulah alasan kehidupannya di dunia. 

Padahal kalau urusan mencari nafkah, semua hewanpun mencari nafkah dengan berbagai caranya. Sepanjang usaha, monyetpun sudah ada jatah nafkahnya. Jangan kalah sama monyet, begitu judul buku karya Dr Adian Husaini.

Kalau urusan kompetensi, karir atau bisnis, lihatlah orang orang sekuler dan atheis pun punya karir atau bisnis, mungkin lebih hebat dan spektakuler dan visioner dari anda. Bahkan perusahaan besar malah sudah mengincar Mars untuk Emas masa depan. Namun kalau tak semakin menjadi petajalan menuju Allah buat apa? 

Misi hidup bukan tentang itu, justru misi hidup itu menjadikan semua yang kita punya bahkan kita banggakan, baik kompetensi, karir atau bisnis atau kemampuan nafkah dll hanya sebagai perangkat atau sumberdaya saja bagi misi hidup itu sendiri. Sementara Rezqi hanyalah efek dari solusi manfaat semata atas perjuangan misi hidup. 

Ibarat tongkat Musa AS, tongkat yang merupakan simbol kompetensi sukses seorang pebisnis peternakan pada masanya, namun Musa AS memperalat tongkatnya untuk misi langitnya atau tugas yang diberikan Allah padanya, membawa Bani Israil ke tanah yang dijanjikan.

Misi hidup atau misi langit sebagaimana misi para Nabi alaihimussalaam adalah sebuah perjuangan di jalan Allah, yang menggebu gebu dalam jiwa, yang memanggil manggil untuk ditunaikan sampai akhir atau tiba ajal, bahkan akan kita lakukan kembali misi yang sama andai Allah hidupkan lagi. 

Misi hidup atau misi langit itu jauh melampaui diri bahkan orang orang yang kita cintai, apalagi cuma keunggulan dan kehebatan kompetensi, karir atau bisnis. Ini adalah suatu yang melampaui apapun dan tak akan tergantikan dengan apapun. 

Betapa dalamnya makna misi hidup, silahkan bayangkan seorang Nabi yang diangkat ke langit, ke sebuah derajat tertinggi yang belum pernah dicapai manusia manapun lalu melihat berbagai ke Maha Indahan dan ke Maha Sempurnaan, tetapi setelah itu ia tetap mau kembali ke dunia, demi menyelesaikan misi kenabiannya. Itulah kedalaman makna dari misi hidup, bukan sekedar misi misian. 

Misi hidup adalah titik kesadaran atau titik pertaubatan dari kegelisahan yang panjang untuk menyadari kehadiran di dunia, bahwa kehadirannya bukan kebetulan, namun membawa karunia tugas mulia, lalu berusaha menemukan alasan kehadiran di muka bumi, menggapai kebermaknaan diri dalam pentas sejarah manusia sejak Adam AS sampai akhir zaman dan memperjuangkannya sampai akhir.

Karenanya aneh apabila manusia dengan kehebatan kompetensinya, karirnya atau bisnisnya, kehebatan pengalaman mencari nafkah dsbnya hanya berpindah dari dunia ke dunia, dari urusan duniawi ke urusan duniawi sampai akhir ajalnya dan  tidak menggunakan itu semua untuk suatu misi perjuangan hidupnya atau misi langit spesifiknya sebagai petajalan menuju Allah. 

Lihatlah tongkat Musa AS, yang semula cuma simbol kompetensi, simbol sukses bisnis, alat mencari nafkah, lalu kemudian ketika digunakan dalam menunaikan misi langit atau misi perjuangan untuk menolong ummat, menyeru kebenaran, menjalankan tugas Allah, maka serta merta tongkat itu menjadi sakti mandraguna, mampu mengalahkan konspirasi tukang sihir, menaklukan kepongahan firaun, mampu membelah lautan dstnya.

Saudaraku,

Di masa Pandemik ini dimana kematian seolah berita biasa, teman dan kolega pergi satu demi satu, semakin lebih sering dan lebih tak terduga, maka janganlah membuat kita lebay atau lalai. Janganlah merasa mulia dan tambah jumawa seolah ditambah kemuliaan dan kenikmatan, atau sebaliknya merasa tambah hina karena disempitkan rezqinya. Bukan begitu ukuran mulia dan hina.

Justru inilah saat kita untuk melacak dan menginventaris semua potensi, kompetensi, aset pengetahuan dan aset tangible untuk menggunakannya dalam rangka mengokohkan dan fokus pada misi hidup atau tugas langit kita.

Inilah saatnya menyadari bahwa yang Allah karuniakan dalam kehidupan kita, berupa kompetensi, bisnis, aset ilmu dan pengalaman, aset harta, keluarga, komunitas, kepemimpinan, kesehatan dll harus dipadukan dan digunakan sepenuh penuhnya untuk misi hidup atau misi langit kita sebelum ajal menjemput, sehingga Allah ridha dan mencurahkan keberkahan dari langit dan bumi.

Ibnu Athailah rahimahullah dalam Kitab alHikam, menyeru kita untuk hijrah menuju Allah, bukan berkutat hijrah dari dunia kepada dunia sebagaimana keledai di penggilingan yang nampak semakin rajin dan pandai, namun tak kemana mana, berputar pada poros sempitnya dunia. 

Komentar