Minggu, 28 April 2024 | 21:54
NEWS

Prof. Rokhmin Dahuri: Pemimpin Beriman dan Bertakwa Membawa Indonesia Baldatun Toyyibatun Warrobun Ghofur

Prof. Rokhmin Dahuri: Pemimpin Beriman dan Bertakwa Membawa Indonesia Baldatun Toyyibatun Warrobun Ghofur
Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS (screenshot rohil tv)

ASKARA – Jangan menganggap Muslim ini sebagai ancaman, anggaplah sebagai aset. Bagi kaum muslimin autokritik tidak perlu orang lain untuk membangkitkan tapi bangkitlah dari sendiri karena kemajuan Indonesia ada dipundak kaum muslim.

Demikian Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS dalam program Bincang Inspiratif bertema “seluk beluk dan dinamika pemimpin” di Channel YouTube Rasil TV, dikutip Senin (25/3).

Prof Rokhmin Dahuri mengutip hadits Rasulullah SAW, bahwa jangan memberikan jabatan kepada orang yang meminta. “Kita harus merebut kekuasaan itu bukan untuk keluarga dan kelompoknya, tetapi untuk kesejahteraan kemajuan bangsa ini, dan saya yakin nonmuslim kalau orang Islamnya rahmatan lil alamin, cerdas, bekerja keras, mereka juga mau,” imbuh Cendikiawan Muslim yang juga Pakar Ekonomi Kelautan itu.

Ketika penaklukan Spanyol saat pemimpin Islam kalah, orang-orang nonmuslim menjerit dan meminta jangan diganti pemimpin-pemimpin Islam. Karena ketika dipimpin Khalifah Muslim yang benar-benar amanah menjaga semua agama. “Itulah ajaran yang diturunkan oleh Allah,ketika kita berkuasa bukan untuk menzalimi umat beragama lain, tapi justru harus melindung sepanjang mereka jangan harbi (memerangi kita), tetapi yang dzimmi mau hidup rukun,” terangnya.

Prof Rokhmin Dahuri menilai siapapun pemimpinnya, baik itu presiden, menteri, gubernur, bupati  dan walikota maju mundurnya bangsa ini dari umat Islam yang mayoritas. “Kalau ingin maju Negara ini yang mayoritas ini ditingkatkan , jangan dibilang radikal, intoleran. Sebaliknya umat Islam melaksanakan ajarannya secara kaffah dan ittiba. Jangan kita tidak ada zona perang cara bergaul dengan umat lain kaya diperang, tapi tampilkan kecerdasan, keadilan, kejujuran, rahmatan lil alamin,” ujarnya.

Fakta membuktikan, kalau Islam tidak diselewengkan untuk kepentingan atau seorang leader sangat rahmatan lil alaman. Bahkan umat nonmuslim pun akan hidup enak, karena dilindungi hak-hak nya. “Jika pemimpin Islam menjalankan ajarannya secara kaffah dan ittiba terbukti adil,” jelas Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang.

Mengapa kehidupan bernegara yang ditunjukan para pemimpin Indonesia tidak Pancasila? Prof Rokhmin Dahuri menjelaskan, karena Pancasila nya dibibir saja, padahal kalau kita lihat pada kelima sila, yaitu: Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa artinya warga Negara Indonesia harus punya keimanan yang teguh kepada Tuhan menurut agamanya masing-masing. “Kalau kita percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa seharusnya percaya juga dengan segala macam aturannya, dengan segala macam sifatnya,” terangnya.

Kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Ketiga, Persatuan Indonesia. Keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijkasanaan Dalam Permusyawaratan/Keadilan. Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Bangsa Indonesia. Hal ini akan tercipta kalau umat bertakwa kepada Tuhan  menurut agamanya masing-masing. Lalu, kalau manusianya adil dan beradab, menjaga persatuan. Di dalam memutuskan perkara  harus dengan hikmah dan musyawarah. “Kalau keempat sila itu dijalankan Insya Allah keadilan sosial, kemakmuran, kedaulatan akan tercipta. Dan kalau kita lihat kelima sila itu sumbernya dari Alquran dan Alhadits,” ucap Ketua Dewan Pakar Himpunan Pengusaha Nahdliyin itu.

Kenapa kita menilai kepemimpinan yang sifatnya seperti yang diturunkan oleh Allah? Dalam kesempatan tersebut, Prof Rokhmin Dahuri mengupas karakter Rasulullah SAW sebagai pemimpin. Yakni, IMTAQ kepada Allah SWT; jujur (shidiq); dapat dipercaya (amanah); kompeten, cerdas, dan visioner (fathonah); dan mampu menyampaikan dengan hikmah (tabligh).

Dengan keempat sifat ini kehidupan seorang pemimpin  tidak akan hedonis (bermewah-mewah) sementara rakyat masih banyak kelaparan.  “Selain itu, sabar; meskipun kaya raya, hidup sederhana (harta dan ilmu nya untuk kemaslahatan umat manusia dan alam semesta); dan menyayangi umat (rakyat)-nya lebih dari mencintai diri, keluarga, apalagi kelompoknya. Kalau ada kritik bukan dianggap musuh, tetapi menjadi input yang berharga. Pasti dia juga adil,” ujar Prof Rokhmin.

Seperti sejarah merekam Umar bin Khattab ketika Negara dalam musim peceklik,“Kalau rakyatku kelaparan, aku ingin orang pertama yang merasakannya. Kalau rakyatku kekenyangan, aku ingin orang terakhir yang menikmatinya.”

Demikian juga cicitnya yang bernama Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Sebelum menjadi Khalifah beliau seorang konglomerat, tetapi begitu menjadi Khalifat hartanya disumbangkan 100 persen untuk Negara. Kemudian hidupnya sederhana. “Itulah pemimpin Islam sejati, berbeda dengan pemimpin saat ini seperti di Indonesia, banyak pemimpin yang hidupnya hedonis, punya Jaguar, Hammer, punya segala macam, rumah mewah,” kata Prof Rokhmin Dahuri.

Ia lalu menyebutkan misi dan tugas pemimpin Islami dalam memimpin negara. Pertama, berdasarkan pada Alquran, Hadits, dan Ijma para Ulama Husnul Khatimah (Syariah Islam), serta Pancasila. Maka tugas pertama seorang pemimpin adalah bagaimana membuat rakyat itu beriman dan bertakwa.

“Karena kita itu pedomannya Pancasila, maka beriman menurut agamanya masing-masing. Kita yang Islam beriman dan bertakwa cara Islam, Kristen beriman dan bertakwa secara Kristen. Begitu juga umat yang lain,” tuturnya.

Kalau Negara kita yang Pancasila diisi oleh orang-orang yang beriman dan bertakwa, kata anggota Dewan Pakar MLH – Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu, maka Allah akan melimpahkan berkah yangg datangnya dari langit dan bumi. Dengan begitu, negara ini menjadi baldatun toyyibatun warrobun ghofur (negeri yang subur, makmur, adil, dan aman).

“Takwa itu bukan hanya hanya pasif, tetapi pemimpin yang beriman dan bertakwa bukan hanya untuk diri sendiri juga keluarga tetapi sistem kehidupan. Kondisi kehidupan Indonesia juga dibuat kondusif untuk orang yang beriman dan bertakwa. Jangan seperti sekarang , segala macam birahi itu diransang,” sebutnya.

Bahkan, lanjut Menteri Kelautan dan Perikanan 2001 - 2004 itu, hidup pemimpin bangsa pun akan dihiasi dengan nilai-nilai kejujuran (shidiq), amanah, fathonah, dan tabligh. Juga, pemimpin yang amanah ini akan hidup sederhana, tidak bermegah-megahan dan jauh dari perbuatan maksiat.

Negara Maju dan Makmur

Dalam kesempatan itu, Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan itu mengatakan, Indonesia diberikan oleh Allah SWT potensi yang sangat lengkap diharapkan bisa menjadi Negara yang maju dan makmur.  Selain itu, kita memiliki penduduk terbesar keempat di dunia sekitar 260 juta penduduk.

Besarnya jumlah penduduk berarti Indonesia memiliki  potensi human capital (daya saing) dan pasar domestik yang luar biasa besar. “Dan orangnya pun cerdas-cerdas, seperti BJ Habibie. Artinya dengan penduduk yang besar memiliki pasar domestik yang besar sekali,” ujar Prof Rokhmin Dahuri.

Kedua, lanjutnya, kita memiliki alam yang kaya, di darat dan di laut. Jadi, pasar yang besar lalu potensi suplainya pun besar. “Dalam istilah bisnis ekonomi kalau ada pasar besar dan kita punya pasok produksi harus jadi ini barang,” katanya.

Apalagi, Prof Rokhmin Dahuri mengatakan, faktor  ketiga adalah posisi geopolitik dan geoekonomi yang sangat strategis. Indonesia yang terletak di jantung (hub) Rantai Pasok Global (Global Supply Chain) atau perdagangan dunia, antara Samudera Pasifik dan Hindia, dan di antara Benua Asia dan Australia.

Dimana, sekitar 45 persen dari seluruh komoditas, produk, dan barang yang diperdagangkan di dunia, dengan nilai rata-rata 15 triliun dolar AS per tahun diangkut (ditransportasikan) oleh ribuan kapal melalui ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) dan wilayah laut Indonesia lainnya . Sementara APBN kita hanya 2.400 triliun Rupiah  atau sekitara 200 miliar dolar AS.

“Posisi geoekonomi yang sangat strategis ini harusnya dijadikan peluang bagi Indonesia sebagai negara produsen dan pengekspor barang dan jasa (goods and services) utama di dunia, sehingga menghasilkan neraca perdagangan yang positip (surplus) secara berkelanjutan. Sayangnya, kita bukan menjadi bangsa produsen dan menjual barang tetapi membeli,” kata Anggota Dewan Pakar ICMI Pusat 2022 – 2026 itu.

Hal itu, katanya, belum adanya manajemen dan leadership. Diharapkan dengan terpilihnya wakil rakyat dan presiden benar-benar kapabilitas dan saleh. Karena kalau tidak beriman dan bertakwa akan membohongi rakyat. Menurutnya, hanya orang yang mempunya kapabilitas yang mempunyak keimanan dan takwa kepada Allah SWT yang bisa memimpin dunia ini.

“50 orang konglomerat kita yang memiliki kekayaan lebih 150 juta penduduk Indonesia menurut data Oxfam International, menyimpan uangnya 80 persen di luar negari, atau sekitar 11 triliun Rupiah,” ungkapnya.

Maka tugas leader berikutnya bagaimana mengetuk hati  teman-teman konglomerat untuk lebih bersifat nasionalistik, punya kecintaan terhadap negeri ini. Jangan dikasih konsesi tambang, konsesi sawit jutaan hektar.

“Sementara dari jutaan lahan itu PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) hanya 3 trilun Rupiah. Ini pasti kongkalikong antara si pengusaha itu sama penguasanya. Begitu banyak kekayaan Indonesia yang mubazir. Karena tidak amanahnya pemimpin,” tandasnya.

Definisi Negara maju, makmur dan berdaulat kalau pendapatan perkapita atau GNI (Gross National Income) per kapita lebih besar dari 12.235 dolar AS per orang/tahun. Sedangkan Indonesia baru 3.600 dolar AS per orang/tahun, masuk ke dalam sebagai negara berpendapatan-menengah bawah (lower-middle income country). “Masih jauh panggang dari api,” katanya.

Kemudian definisi sebagai Negara maju bangsa itu minimal dari 70 persen teknologi nya itu dihasilkan oleh anak bangsa sendiri. Sebaliknya Indonesia baru kelas tiga, Negara yang lebih dari 75 persen kebutuhan teknologinya diimpor. Sementara Brunei Darussalam sudah 24.000, tetapi disebut sebagai Negara makmur belum Negara maju. Demikian juga Saudi Arabia 60.000, sedangkan Amerka Serikat baru hanya 40.00. “Negara-negara muslim yang kaya baru disebut Negara makmur belum disebut Negara maju, karena kalau maju harus ada kapasitas teknologinya,” kata Profesor Emeritus dalam Pembangunan Berkelanjutan, Universitas Shinhan, Republik Korea itu.

Jelasnya, kalau kita ingin berdaulat harus ketahanan pangan, energy dan farmasinya itu kuat. Sementara Negara Indonesia 90 persen bahan baku untuk obat-obatan masih impor, dan pangan kita masih sebagai Negara importir kedua di dunia. “Jadi, benar-benar tidak syukur nikmat,” sebutnya.

Meskipun sejak merdeka sampai sekarang kita mengalami perbaikan di berbagai macam bidang kehidupan, tetapi kita masih jauh dari cita-cita kemerdekaan. Lalu, Ketum Peguyuban Dulur Cirebonan Ciayumajakuning (Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) itu, mengutip QS Al-A'raf Ayat 96: "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."  

Komentar