Selasa, 21 Mei 2024 | 17:02
COMMUNITY

Forum Negarawan Sepakat Merumuskan Langkah Strategis dan Taktis Bagi Rakyat Sebagai Subyek Menentukan

Forum Negarawan Sepakat Merumuskan Langkah Strategis dan Taktis Bagi Rakyat Sebagai Subyek Menentukan
Diskusi Forum Negarawan di Museum Satriamandala TNI

ASKARA - Pemimpin harus berani membela kebenaran dan menegakkan keadilan. Demikian kita kunci satu diantara kreteria kepemimpinanan nasional yang menjadi patokan Forum Negarawan, ungkap Sri Eko Sriyanto Galgendu membuka acara diskusi Forum Negarawan, pada 11 Juni 2023 di Museum Satriamandala TNI No. 14, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Hadir diantaranya, Nur Rochman, Prof. Didin Damanhuri, Marsma (Purn) Bastari, Prof. Pasli Djalal,  Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto, Bambang Sulistomo,  Komjen Pol. Dharma Pongrekun, Padapotan Lubis, Prof. Burhanudin  Abdulah, Mersma (Purn) Tatang Kurniadi dan sejumlah tokoh lainnya dari berbagai elemen dan disiplin keilmuan.

Nur Rochman Oerip mengusulkan perlunya dicermati adanya  grand desain yang semakin mengarahkan untuk meninggalkan Pancasila sebagai falsafah bangsa dan ideologi negara. Hingga sekarang musuh nyata bangsa Indonesia ada di dalam negeri kita sendiri, tandas mantan Duta Besar yang pernah bertugas di Belgia dan sejumlah negara lain sepanjang kariernya.

Dia meyakinkan bahwa bangsa Indonesia dapat memperbaiki kondisi bangsa dan negara Indonesia dengan memanfaatkan momentum politik tahun 2024 melalui peralihan dan pergantian kepemimpinan nasional. Karena itu rakyat harus menjadi subyek, bukan obyek yang harus dan wajib dipahami secara benar sebagai faktor penentu perubahan agar lebih baik bagi bangsa dan negara Indonesia ke depan.

Masalah Pemilu di Indonesia memang runyam, ujar Didin Damanhuri, karena Pemilu dibiayai oleh pengusaha, sehingga diujung Pemilu harus  ada transaksional atau hitung-hitungan, katanya. Jadi harus ada upaya merevisi UU Politik dan Pemilu. Sehingga, intinya pelaksanaan  Pemilu harus dibiayai oleh APBN.

Karena itu untuk mengembalikan roh demokrasi atau Pemilu yang bersih  agar bisa mendapatkan sosok pemimpin yang pro rakyat, maka peraturan dan perundang-undang termasuk sistem pelaksanaan Pemilu harus ditata ulang, tandasnya.

Komjen Pol. Dharma Pongrekun mengatakan semua yang terjadi sekarang yang amburadul dalam tata negara dan berbangsa di Indonesia karena memang begitu desainnya. Dan sistem digital itu sebagai titik akhir. Jadi memang yang harus dilakukan adalah mengubah sistem. Karena sistem yang diberlakukan sekarang imbuh Padapotan Lubis tetap  akan menghasilkan penguasa, bukan pemimpin.

"Jadi yang harus kita lakukan adalah mengubah sistem. Katena sistem yang dibuat oleh rezim penguasa. Sistem itu bukan hanya menjerat, tapi juga menjebak rakyat untuk selalu kalah", tandasnya.

Karena itu, Pancasila menurut Dharma Pongrekun bisa dijadikan gerbang masuk wilayah yang gelap itu. Adapun tang tidak kalah menarik untuk dikritisi, ungkap Dharma Pongrekun, mengapa Pilkada ada jalur calon independen, tetapi dalam Pilpres tidak ada jalur independen itu, katanya melontarkan pertanyaan menarik itu.

Bahkan masalah hutang negara Indonesia -- sebagai contoh nyata yang jebakan oleh sistem ciptaan penguasa bersama tangan panjang kapitalisme di Indonesia -- kita cuma bisa membayar bunga hutang itu saja. Maka itu, kecenderungan untuk menambah hutang jadi semakin memaksa untuk dilakukan.

Padahal, kata Dharma Pongrekun dia mampu melunasi hutang itu hanya dalam sehari, jika mendapat otoritas atau wewenang melakukannya, kata dia dengan sangat meyakinkan. Untuk itu, Forum Negarawan sepakat membentuk Tim kecil guna merumuskan langkah strategi serta kreteria persyaratan bagi pemimpin nasional dalam bentuk fakta integritas yang akan disosialisasikan kepada rakyat agar dapat menjadi pegangan bersama dalam Pemilu 2024. Secara teknis, Forum Negarawan juga merekomendasikan Tim Media sebagai ujung tombak guna sosialisasi maupun membangun kesadaran serta pemahaman rakyat. (Jacob Ereste)

Komentar