Sabtu, 20 April 2024 | 15:11
OPINI

Perebutan Pengaruh Jokowi-megawati dan Kecemasan Oligarki

Perebutan Pengaruh Jokowi-megawati dan Kecemasan Oligarki
Acara Musra Relawan Jokowi di Senayan (int)

Oleh: Smith Alhadar, Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)

ASKARA - Acara Musyawarah Rakyat (Musra) di Istora Senayan, 14 Mei, mengecewakan PDI-P. Pidato yg diharapkan akan mengarahkan relawannya mendukung Ganjar Pranowo, justru Jokowi memberi indikasi kuat tak mendukung bakal capres PDI-P itu.

Padahal, PDI-P sgt mengharapkan efek ekor jas Jokowi yg diduga msh punya pengaruh besar. Tak heran, politisi PDI-P Adian Napitupulu mengungkapkan kekeceeaannya dgn mengatakan Jokowi tak boleh mengarahkan relawannya mendukung salah satu bakal capres. Presiden hrs neyral.

Dlm pidatonya Jokowi menyatakan pilpres 2024 sgt krusial bg masa dpn bangsa. Krn itu, ia mengingatkan relawannya untuk tdk tergesa-gesa dlm menjatuhkan pilihan. Bacapres yg dipilih hrs memenuhi kriteria berikut.

Pertama, dia haruslah tokoh pemberani dlm mengambil keputusan. Kedua, mengerti cara mengelola negara. 
Ketiga, hrs mengerti strategi dan memiliki gagasan. Jgn memilih pemimpin yg hanya menjalankan rutinitas sbg presiden, yg hanya duduk di Istana dan tanda tangan.

Keempat, sosok itu hrs mampu membangun strategi ekonomi dan strategi politik. Kelima, ia hrs dekat dgn rakyat.

Ketum Jokowi Mania Nusantara (Joman) yg jg Ketum Prabowo Mania 08, Immanuel Ebenezer, meyakini kriteria dari Jokowi itu merujuk pd sosok Ketum Gerindra Prabowo Subianto.

Penasihat Repdem Beathor Suryadi bhkan menyatakan Jokowi telah mempermalukan dan menghina Ketum PDI-P Megawati Sorkarnoputri dan melawan keputusan PDI-P mendukung Ganjar.

Ia khawatir sikap Jokowi itu berdampak pd PDI-P dlm pemilu mndtg. Krn itu, ia mendesak Mega untuk mencabut mandat petugas partai itu.

Hal terakhir inilah yg menakutkan Jokowi sehingga ia tak bersedia mengungkap nama bacapres yg didukungnya. Pdhal, Musra telah mengajukan tiga nama bacapres kpdnya: Ganjar, Prabowo, dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto.

Jokowi mengaku ia hanya akan membisiki kpd relawan nama bacapres yg didukungnya. Awalnya, Jokowi mndukung Ganjar. Hal itu jelas ketika dlm suatu kesempatan ia memberi ciri2 tokoh yg layak menggantinya, yaitu berambut putih dan dahinya berkerut.

Jokowi putar haluan setelah Ganjar tak lg berada dlm pengaruhnya, melainkan di bwh kendali Mega. Untuk memisahkan Ganjar dari Jokowi, Mega secara cerdik memerintahkan Gubernur Jateng itu menolak timnas Israel berpartisipasi dlm ajang Piala Dunia U-20 yg akan berlangsung di Indonesia.

Sikap Mega dan Ganjar itu dilihat Jokowi sbg tamparan ke wajahnya. Toh, ajang itu diharapkan akan memperkuat pengaruhnya di dlm negeri terkait pilpres, sekaligus menaikkan pamornya di pentas dunia.

Justru Mega tak menginginkan membesarnya pengaruh Jokowi sehingga ia mnjdi penentu kunci dlm percaturan pilpres. Bhkan, kl pengaruh Jokowi membesar, bs jd ia akan mewujudkan gagasan perpanjangan masa jabatan presiden yg ditentang Mega.

Setelah Ganjar berjarak dgn Jokowi, Mega langsung menjadikan kader PDI-P itu sbg bacapres partainya. Harapannya, pengaruh Jokowi melemah terkait pilpres. Tp Mega salah hitung.

Tak ia duga petugas partai  yg nampak lugu itu berani melawannya. Mega abai bhw Jokowi akan mengambil langkah apapun untuk memastikan penggantinya adalah org yg akan melanjutkan legacy dan program pembangunannya. Dirampasnya Ganjar dari tangannya justru membangunkan Jokowi bhw Mega tak berkomitmen untuk melanjutkan legacy dan kebijakan pembangunan Jokowi yg dianggap berasal dari Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan, musuh Mega.

Jokowi beralih mendkung Prabowo krn tokoh ini berjanji akan melanjutkan 99,99 persen program pembangunan Jokowi. Perlu diingat, bln lalu Hashim Djojohadikusumo -- wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra sekaligus adik kandung Prabowo -- menyatakan program pembangunan Jokowi berasal dari Prabowo. Aneh? Tdk juga.

Sbgm diketahui, Prabowo adalah menantu Presiden Soeharto dan putera Soemitro Djojohadikusumo, begawan ekonomi sekaligus arsitek pembangunan Orba. Prabowo jg menghabiskan banyak wktnya mempelajari ekonomi secara otodidak.

Di sisi lain, Prabowo adalah bawahan Luhut di militer sekaligus teman karibnya. Di pemerintahan saat ini, Luhut dikenal sbg arsitek pembangunan pemerintahan Jokowi.

Dus, dlm konteks klaim Hashim di atas, msk akal kl kita berasumsi program pembangunan Jokowi yg sgt berbau Orba itu berasal dari Luhut yg didapat dari Prabowo. Toh, klaim Hashim tdk dibantah Luhut maupun Jokowi.

Kriteria bacapres ala Jokowi di atas, kendati blm tentu matching dgn sosok Prabowo, jelas tdk sesuai dgn profil dan rekam jejak Ganjar. Memang Prabowo ckp faham ekonomi dan, sbg prajurit ABRI, pasti ia diajarkan ilmu strategi. Tp secara praksis, Prabowo dikenal sbg politisi yg tdk andal.

Namun, Ganjar jg bkn pemimpin yg berhasil. Capaian2nya di bidang ekonomi dan politik di Jateng sungguh menyedihkan. Selama 9 thn memimpin provinsi itu, Jateng hadir sbg wilayah termiskin di Pulau Jawa.

Ia jg meresahkan warga Wadas dan Pegunungan Kendeng -- keduanya di Jateng -- krn mengizinkan proyek pertambangan milik oligarki di sana, yg berpotensi merusak lingkungan dan hajat hidup warga.

Lalu, saat ini 15 desa di Demak, Jateng, terendam banjir yg tak dipedulikan Ganjar. Ia lbh sibuk bersafari politik di Jawa Barat. Blm lg bicara ttng integritasnya. Ia sempat diberitakan terlibat kasus mega korupsi e-KTP.

Dukungan Mega kpd Ganjar -- sblmnya ia ditolak -- memang bersifat pragmatis dan oportunistik. Pasalnya, tak ada kader PDI-P lain yg dpt bersaing dgn Anies Baswedan maupun Prabowo. Terlebih, PDI-P bakal tak mndpt logistik dari oligarki kl bacapresnya tak punya prospek kemenangan di pilpres.

Dukungan Jokowi pd Prabowo jg blm tentu membuat para oligark dpt tidur nyenyak. Pasalnya, Prabowo  gagal dlm dua pilpres terakhir. Dan, dari sisi elektabilitas, posisi Prabowo lbh buruk dpd ketika ia menjadi capres di dua pilpres sblmnya.

Bgmpun, perebutan pengaruh Mega-Jokowi membuat pembentukan koalisi parpol2 pendukung pemerintah di luar Nasdem menjd tegang dan sulit. Selain PPP dan PAN, besar kemungkinan tak ada parpol lain yg akan bergabung dgn PDI-P. Perseteruan historis Golkar-PDIP membuat keduanya sulit berada dlm satu koalisi. PKB jg tak dpt diharap berpindah ke kubu koalisi yg dibangun PDI-P krn Ketum PKB Muhaimin Iskandar adalah pasien rawat jalan yg terpaksa tunduk kpd maunya Jokowi.

Situasi ini membuat posisi Ganjar dan PDI-P rentan kalah. PPP dan PAN adalah cek kosong. Mayoritas konstituen kedua partai adalah simpatisan Anies yg diusung Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).

itu sebabnya, Jokowi mendorong kedua partai bergabung dgn PDI-P untuk menghibur Mega, tp dgn niat mimpi Mega membuat hattrick di pilpres mnjd ambyar. Tp tdk mudah jg bg Jokowi membangun koalisi Gerindra-PKB-Golkar. Golkar bersedia bergabung dgn Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) -- terdiri dari Gerindra dan PKB -- asalkan Airlanga mnjdi bacapresnya. Cak Imin menentang. Prabowo tdk dpt berbuat banyak krn sjk awal Gerindra-PKB telah berkomitmen membangun koalisi dgn posisi bacapres dan bacawapres yg blm ditentukan keduanya.

Meskipun perolehan suara Golkar lbh besar drpd PKB, Golkar dtg belakangan. Tak heran, Prabowo mengatakan Cak Imin mnjdi penentu apakah Golkar akan bersama mereka atau tdk. Cak Imin memang dlm posisi untuk tdk mengalah krn Munas PKB mengamanatkan dirinya sbg bacapres. Airlangga jg mnghdpi situasi yg sama.

Krn Golkar tak akan bergabung dgn koakisi PDIP-PPP-PAN dan kemungkinan tak pula dpt bergabung dgn KKIR, bkn tdk mungkin ujungnya Golkar akan bergabung dgn KPP.

Airlangga telah bertemu dgn Surya Paloh, SBY (Ketua Dewan Pembina Demokrat), dan Jusuf Kalla (politisi senior Golkar pendukubg Anies). Nampak mereka telah menemukan frekuensi yg sama. Yg blm jelas, apakah Demokrat dan PKS setuju bila Airlangga mnjdi bacawapres Anies?

Di tengah ketidakpastian koalisi ini, oligarki mnjdi cemas. Bila Golkar bergabung dgn KPP, maka Ganjar dan Prabowo berpotensi kalah bhkan dlm satu putaran. Mereka tak menghendaki Anies krn ia tak mendukung status quo yg sgt menguntungkan mereka.

Anies punya rekam jejak melawan oligarki. Ketika memimpin Jakarta, ia langsung memenuhi janji kampanyenya dgn menghentikan  reklamasi 13 pulau milik oligarki krn proyek itu merugikan lingkungan dan nelayan kecil. Dan terbukti kemudian, ia tak dpt dirayu, ditekan, dan disuap untuk meloloskan proyek itu.

Memang dlm setiap kebijakannya, Anies selalu menekankan isu keadilan sosial. Menurutnya, Republik ini hadir semata-mata untuk melindungi, mengayomi, dan memajukan seluruh rakyat tanpa kecuali.

Dus, kendati tdk antiorang kaya, Anies mnjdikan keadilan sosial sbg episentrum kebijakannya. Melihat kriteria bacapres yg diajukan Jokowi, pengalamannta di pemerintahan, dan prestasi-prestasi besar yg diukirnya di Jakarta, sesungguhnya Anies lbh memenuhi kriteria itu ketimbang Prabowo.

Namun, secara paradoks, pandangan dan sikap Anies trhdp isu keadilan sosial inilah yg mnjdi ketakutan Jokowi dan oligarki. Kebetulan jg kl pilpres berjalan jujur dan adil, peluang Anies memenangkan kontestasi cukup besar.

Inilah yg mnjdi penyebab Jokowi melakukan berbagai cara untuk menyingkirkan Anies dari arena pllpres, meskipun untuk itu ia hrs melecehkan harkat dan martabat konstitusi, serta bepotensi melahirkan keos sosial. Sedemikian vulgarnya Jokowi melawan Anies sehingga  publik terheran-heran mengapa Jokowi merasa demikian penting legacy dan program pembangunannya -- yg sebenarnya karut-marut -- sehingga ia  merasa berhak mengatur siapa pemenang pilpres mndtg. Bkn tdk mungkin perangai aneh Jokowi ini didorong oleh  oligarki yg, dlm konteks bisnis dan karier politik anak2 dan menantunya, menjaga hubungan saling menguntungkan dgn oligarki merupakan keniscayaan.

Kendati menentang keinginan Jokowi memperpanjang masa jabatan dgn alasan melanggar konstitusi, Mega membiarkan Jokowi menindas Anies. Selain menguntungkan bacapres PDI-P, Mega tak mau berseberangan dgn oligarki yg duitnya sgt diperlukan untuk meningkatkan kinerja kampanye PDI-P. Dgn kata lain, hanya soal penindasan Anies-lah Mega dan Jokowi mencapai titik temu. Selebihnya, mereka berseteru di semua hal.

Kiranya perebutan pengaruh Mega-Jokowi msh akan berlangsung sampai menjelang pendaftaran bakal capres-cawapres ke KPU pd Oktober mendtg. Sementara oligarki dipaksa menunggu dgn harap2 cemas hasil akhir perseteruan itu, yg bs jd jauh dari harapan mereka.

Pilpres seharusnya tdk setegang dan sesulit ini andai sj semua pemain dan stakeholders berjiwa besar untuk mendahulukan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Kenyataannya, mereka berjuang untuk kepentingan mereka sendiri.

Komentar