Jumat, 26 April 2024 | 19:16
OPINI

Kebahagiaan Seorang Margaret Maxwell

Kebahagiaan Seorang Margaret Maxwell
Margaret Maxwell dan suaminya John Calvin Maxwell

Oleh: Sigit Jati Waluyo, content creator

Pada suatu ketika Margaret Maxwell berceramah tentang kebahagiaan. Seusai menyampaikan prasaran-nya dalam sesi tanya jawab ada yang bertanya:

“Apakah suamimu yang mula-mula membuat-mu bahagia ? Margaret tercenung sejenak lalu menjawab : Tidak”. (Suami Margaret yang duduk di barisan depan konon cukup kaget. Ia adalah John Calvin Maxwell, salah satu penulis dan pembicara tentang kepemimpinan yang terkemuka asal Michigan, AS. Ia juga menyandang profesi sebagai Pendeta).

Pertanyaan diatas perlu kita renungkan dan resapi, sebab banyak yang memandang bahwa kebahagiaan kita tergantung kepada orang-orang di sekitar kita. Padahal semestinya tidak demikian.

Berkenaan hal tersebut Margaret menegaskan, bahwa kebahagiaan kita tergantung pada diri kita sendiri. Bahwa kebahagiaan kita bukan bergantung pada suami, istri, anak, teman, atau orang lain dalam lingkungan kita. Jadi kebahagiaan kita tergantung pada diri kita sendiri.

Perlu digarisbawahi, bahwa pertama-tama bahwa kebahagian itu dihadirkan atau mesti diciptakan mulai dari diri kita sendiri. Bisa saja orang lain yang membantu kita untuk ‘mengetuk pintu’, tetapi kita sendirilah yang membuka pintu kebahagiaan.

Margaret menambahkan, bahwa sang suami John C. Maxwell orang baik dan tidak mimum alkohol dan suaminya punya andil yang berarti menambah kebahagiaan hidupnya.

Lantas, untuk bahagia adakah syaratnya ? Ada yang dengan tegas menjawab, “Kalau mau hidup bahagia, ya bahagia saja, jadi tidak ada syarat”. Namun ada pula yang memberi lima syarat berikut: pertama, kesadaran bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan.

Manusia bukan buatan pabrik, tetapi ciptaan Tuhan yang tiada bernilai yang dilengkapi dengan segala fasilitas tubuh sehingga manusia bisa bahagia. Kedua, masih bisa bernafas dengan baik.

Bayangkan, jika untuk bernafas saja manusia harus membayar. Jadi, setiap tarikan nafas adalah kebahagian. Ketiga, masih bisa memuji Tuhan. Pujilah Tuhan setiap saat pasti bahagia. Dia adalah sumber kebahagiaan. Keempat, masih memiliki kepala yang normal.

Mungkin anda pernah melihat orang yang tidak memiliki tangan dan kaki, atau indera yang kurang sempurna tetapi masih bisa hidup bahagia (?).

Bila kita masih memiliki kepala yang normal, maka kita masih hidup sehingga bisa memperoleh kebahagiaan. Kelima, adanya pemahaman bahwa kebagiaan itu mesti diciptakan atau dihadirkan oleh diri sendiri. Selama berbahagia.

Komentar