Minggu, 26 Mei 2024 | 09:39
NEWS

Prof. Rokhmin Dahuri: Moderasi Beragama Akan Tercapai Jika Mengikuti Cara Rasulullah SAW

Prof. Rokhmin Dahuri: Moderasi Beragama Akan Tercapai Jika Mengikuti Cara Rasulullah SAW
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS

ASKARA - Seminggu setelah Kota Hiroshima dan Nagasakidiluluh lantakan oleh bom atom, Kaisar Jepang Hirohito waktu itu berpidato ditengah lapangan Tokyo. Dua kota di Jepang itu hancur karena bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) di penghujung Perang Dunia II.

Demikian dikatakan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS saat menjadi pembicara pada Seminar “Membangun Paradigma Moderasi Beragama di Era Disrupsi 4.0” Universitas Majalengka di Auditorium Universitas Majalengka, 20 Juli 2022.

“Pidatonya bisa dijadikan ibroh atau pelajaran buat newcomer di Negara kita yang masih lower middle income country untuk menjadi makmur,” ujar Prof. Rokhmin Dahuri dalam paparannya bertema “Peran Strategis Unma Dalam Menghadapi Era Disrupsi 4.0”.

Menariknya, kata Prof. Rokhmin Dahuri, pidatonya singkat dan isinya hanya pertanyaan, bukan berapa jumlah pabrik yang masih beroperasi. Sang kaisar bukan bertanya berapa panjang ruas jalan yang masih tersisa, tidak bertanya berapa jumlah tentara, polisi yang masih hidup.

Ternyata kaisar bertanya berapa jumlah guru yang masih hidup. “Berapa jumlah guru yang tersisa?” kata Kaisar Jepang ke-142 yang dikenal dengan nama anumerta Kaisar Showa.

Akhirnya Jepang mampu bangkit dari keterpurukan. Bahkan mampu berkembang dengan pesat. Pada tahun 1945 diluluh lantakan, kemudian di tahun 1977 sudah dinobatkan oleh Bank Dunia dan IMF sebagai Negara paling maju.

“Intinya dari pidato sang kaisar adalah kalau kita ingin memajukan, memakmurkan dan mendaulatkan bangsa Indonesia kunci utamanya adalah human capital atau sumber daya manusia,” kata Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – 2024 itu.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Rokhmin Dahuri menyampaikan, membangun moderasi beragama dalam era disrupsi 4.0 dalam rangka menuju Indonesia Emas tahun 2045. “Insya Allah kalau kita kompak moderasi beragama bisa tercapai,” tuturnya.

Dia punya keyakinan yang kokoh kalau umat Islam itu menuruti Alquran dan Al Hadits dan mengikuti cara-cara Rasulullah SAW dalam moderasi dan toleransi bagaimana membangun Negara dengan piagam Madinah nya. Di dalam masyarakat Madinah sangat majemuk seperti di Indonesia, selain Islam di Madinah ada Pagan, Nasrani, Yahudi dll.

Dalam praktek sehari-hari hampir 100% cara dakwah Rasulullah bil hikmah. Betapa tidak, ketika beliau rahangnya dihancurkan di Thaif, Malaikan Jibril as menawarkan Rasulullah untuk menumpas orang-orang kafir itu. Namun, Rasulullah menjawab,”Jangan, karena mereka belum memahami.”

Di Kisah lain, Prof. Rokhmin Dahuri menceritakan ketika di depan rumah Rasulullah berturut-turut selama tiga bulan ada kotoran. Kemudian disatu hari tidak ada kotoran lagi, Rasulullah bertanya kepada sahabat kemana orang Yahudi yang biasa melempar kotoran. Jawab sahabat, bahwa orang Yahudi itu sedang sakit.

Maka Rasulullah mengajak sahabat untuk takziah. Saat itu orang Yahudi gemetar karena dalam pikirannya biasanya orang yang disakiti akan membalas dengan menghajar lagi. “Sejauh bacaan saya di hadits itu, Subhanallah Rasulullah dan sahabatnya bukan menghardik dan mencerca tapi mendoakan orang yang membencinya. Apa yang terjadi? dalam waktu singkat orang Yahudi itu masuk Islam,” paparnya.

Lebih lanjut, Prof. Rokhmin Dahuri mengisahkan, setelah Rasulullah wafat Sayyidina Abu Bakar ra menemui anaknya Siti Aisyah ra yang notabene istri tercinta Rasulullah. Abu Bakar ra bertanya kepada Siti Aisyah ra,”Apalagi akhlak Rasulullah yang belum ayahanda lakukan?”

Dijawab Siti Aisyah ra, bahwa Rasulullah SAW setelah shalat Dhuha pergi ke pasar memberikan makan kepada pengemis buta yang pekerjaannya setiap hari suka memaki-maki Nabi Muhammad SAW. Selanjutanya Abu Bakar ra meneruskan cara Rasulullah memberikan makan kepada si pengemis buta Yahudi.

Ketika ditanya siapa ini yang kasih makan? Abu Bakar As-Siddiq as menjawab bahwa dirinya yang setiap hari memberikan makan. Namun dijawab orang buta tersebut bahwa dirinya bukan orang yang biasa memberikan makan. “Bohong kamu, cara orang yang memberikan makan kepadaku itu tidak seperti kamu, tapi dengan lembut,” kata si Yahudi. Lalu Abu Bakar Asshiddiq ra menjawab bahwa orang yang telah memberikan makan sudah wafat.  Tanpa diduga si Yahudi itu akhirnya masuk Islam.

Dalam Alquran, katanya, sangat jelas dilarang umat Islam menghina dan tidak menghormati agama lain. Namun, kata Prof Rokhmin Dahuri, yang dikhawatirkan adalah terjemahan moderasi untuk tujuan Islam Phobia. Kalau ada orang yang saleh dan takwa tidak mengikuti ajaran Snouck Hurgronje (Tokoh Orientalis) dianggap radikal dan intoleran.

“Musuh-musuh Islam maunya, bahwa umat Islam itu hanya menjalankan ibadah mahdhah, yakni shalat, zakat, haji saja. Tapi jangan menggunakan Islam sebagai way of life, jangan menggunakan Islam di ekonomi, jangan menggunakan Islam untuk memilih pemimpin. Itu yang tidak boleh, umat Islam harus lawan,” tegas Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Pusat ini.

Prof. Rokhmin Dahuri menjelaskan, moderasi beragama itu harus menghormati keberagaman seperti dicontohkan Rasulullah SAW. Harus menghormati tradisi lokal seperti yang dilakukan Wali Songo yang notabene orang-orang Arab. “Caranya berdakwah memakai wayangan, tahlilan, sangat adabtis. Mau digunakan apalagi ditujukan kepada umat Islam dengan kata-kata radikal dan intoleran?” tandas Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong Royong itu.

Harusnya, kata Prof. Rokhmin Dahuri, sikap Rasulullah SAW dan para sahabat dalam berdakwah itu dengan cara bil hikmah wal mauizhatil hasanah yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana.

Prof. Rokhmin Dahuri mengingatkan, para ulama seperti karakter Buya Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah (HAMKA) dalam menyikapi perbedaan umat Islam. Ketua MUI Pertama itu merupakan sosok ulama yang terbuka terhadap keyakinan orang lain. Selain itu, memiliki sikap bahwa manusia harus hidup berdampingan secara toleran, menghormati perbedaan, menjaga keyakinan dan menjunjung tinggi kebebasan.

Dalam hal-hal yang tak prinsip (furuiyah), Buya Hamka tak meributkan. Beliau lebih mengedepankan tasamuh atau toleransi selama masih dalam koridor sesama Muslim. Namun bila masalah akidah yang terusik, Buya Hamka tidak akan memberi ruang.

“Buya Hamka tidak mempermasalahkan bila diminta mengimani shalat Subuh di masjid yang biasa membacakan doa qunut. Sebelumnya, Buya Hamka akan bertanya pada jamaah, apakah mau membacanya? Bila iya, Buya Hamka pun akan melakukannya,” kata Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan itu.

Komentar