Sabtu, 27 April 2024 | 06:54
NEWS

Seminar Sehari & MUSDA KNPI Maluku

Prof Rokhmin Dahuri Mengajak Pemuda Maluku Memanfaatkan Sumderdaya Kelautan dan Perikanan

Prof Rokhmin Dahuri Mengajak Pemuda Maluku Memanfaatkan Sumderdaya Kelautan dan Perikanan
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS

ASKARA – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS memprediksi Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah penduduk berusia produktif usia 15 – 64 tahun sebesar 70% sampai 2045. Indonesia memiliki bonus demografi. Artinya, Indonesia akan memiliki kaum muda dengan jumlah besar yang berpotensi menjadi garda depan.

Hal tersebut disampaikan Prof Rokhmin Dahuri saat menjadi narasumber kegiatan Seminar Sehari & MUSDA KNPI Maluku, Pemprov Maluku dan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Gedung PKK Prov. Maluku, Rabu, 20 April 2022

“Dalam UU No. 40 tahun 2009, pemuda adalah warga negara Indonesia yang berusia 16 sampai 30 tahun yang merupakan periode penting usia pertumbuhan dan perkembangan,” ujar Prof. Rokhmin Dahuri dalam paparannya berjudul “Peran Pemuda Dalam Pemanfaatan Dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Dan Perikanan  Untuk Kemajuan, Kesejahteraan, Dan Kemandirian Provinsi Maluku”.

Penduduk Indonesia, lanjutnya, adalah Pemuda (64,50 juta jiwa) dan lebih dari separuh pemuda berada di Pulau Jawa. Rata-rata lama sekolah Pemuda Indonesia sebesar 10,78 tahun (setara dengan kelas 10 SMA/Sederajat). Ada 25,70% Pemuda di Indonesia merokok, sementara 6,72% Pemuda usia 25-30 tahun menganggur. “Hanya sebesar 47,35% Pemuda dari rumah tangga dengan kelompok pengeluaran 40% terbawah yang tinggal di rumah layak huni. Disamping itu 2,16% Pemuda menikah di usia kurang dari 15 tahun,” katanya.

Untuk itu, Prof Rokhmin Dahuri mengingatkan, bagi yang masih sekolah atau kuliah pastikan: (1) menguasai IPTEK tentang KP; (2) memiliki kapasitas digital (komputer, HP, dan gadget lainnya); (3) punya kemampuan analisis dan pemecahan masalah yang baik; (4) kreatif dan inovatif; (5) memiliki jiwa wira usaha (entrepreneurship); (6) senang bekerjasama dalam kebajikan; (7) mampu menguasai minimal satu bahasa asing (Inggris, Arab, Mandarin, atau lainnya);

Kemudian(8) memiliki etos kerja unggul (seperti punya motivasi tinggi, kerja keras, disiplin, dan pantang menyerah); (9) ber akhlak mulia (jujur, amanah, fathonah, tabligh, sabar, bersyukur, dan berbagi kelebihan serta kasih sayang kepada sesama); dan (10) beriman dan taqwa menurut agama masing-masing.

“Caranya rajin belajar, praktikum, penelitian, diskusi ilmiah, kegiatan ekstrakurikuler yang baik, dan pengabdian kepada masyarakat, dekat dan berdoa kepada Tuhan YME,” ucap Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020 – 2024 ini.

Peran Pemuda Dalam Pembangunan Sektor Perikanan Marikultur

Sementara, kata Prof. Rokhmin Dahuri, untuk peran pemuda dalam pembangunan sektor perikanan marikultur (Studi kasus: Teluk Ambon Dalam) menurut Rokhmin Dahuri meliputi: Pertama, Perencanaan, dengan melakukan rapat-rapat di desa/daerah. Kedua, Produksi yang meliputi kepemilikan aset dan lahan budidaya KJA. Ketiga, Monitoring dan evaluasi produksi dan biaya usaha. Keempat, Menjadi pengurus aktif kelompok/koperasi perikanan.

Adapun faktor yang mempengaruhi peran pemuda ini diantaranya faktor kewirausahaan, kebijakan publik, sumberdaya, dan kapital sosial. “Sumberdaya berpengaruh signifikan terhadap peran pemuda diikuti kapital sosial, kebijakan publik, dan kewirausahaan sehingga kebijakan pembangunan harus mengakomodir semua determinan berdasarkan tingkat signifikansinya,” kata Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu,

Prof. Rokhmin Dahuri juga mengajak partisipasi pemuda dalam menyiapakan pakan, pemberian pakan bagi Hiu, membersihkan wadah pemeliharaan dan mengontrol kualitas air. Sedangkan dalam bidang minawisata pemuda berpartisipasi sebagai pemandu dalam kegiatan minawisata dan mempromosikan minawisata hiu zebra kepada masyarakat luar. “Diharapkan dalam kegiatan minawisata dan budidaya ini terjalin kerjasama antara pihak swasta dan pemerintah setempat, agar kegiatan minawisata berjalan baik,” jelasnya.

Adapun empat Faktor yang menentukan Peran Pemuda, terang Prof. Rokhmin Dahuri, antara lain: Pertama, Kebijakan publik tentang kepemudaan atau alokasi sumberdaya ekonomi yang dapat diakses pemuda. Kedua, Sumberdaya alam yang tersedia yang dapat menarik pemuda untuk terjun ke dalam industri pemanfaatan sumberdaya alam tersebut;

Serta ketiga, Kapital sosial (social capital) yang dimiliki pemuda yang memungkinkan yang bersangkutan dapat mendayagunakan modal tersebut untuk mengaktualisasikan peranannya. Keempat, Kemampuan kewirausahaan serta karakteristik individu yang memungkinkan pemuda dapat ikut ambil bagian dalam pembangunan.

“Jika ekonomi KP dikembangkan dan dikelola dengan menggunakan inovasi IPTEKS, manajemen mutakhir dengan model LIN (seperti diuraikan diatas), maka sektor-sektor KP akan mampu berkontribusi secara signifikan dalam mengatasi sejumlah permasalahan bangsa (khususnya pengangguran, kemiskinan, ketimpangan sosek, dan disparitas pembangunan antar wilayah), dan secara simultan dapat mengkselerasi terwujudnya Prov. Maluku Emas pada 2035 dan INDONESIA EMAS paling lambat pada 2045,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong Royong itu.

Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin juga memaparkan, Provinsi Maluku berada  pada jalur lintas internasional yang dilalui oleh 3 (tiga) Alur Laut Kepulaun Indonesia (ALKI). Posisi ini, sebutnya, mempunyai arti yang sangat strategis di bidang ekonomi, perdagangan dan investasi.

“Kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan kegiatan ekonomi di darat (lahan atas)  yang menggunakan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang dibutuhkan umat manusia,” katanya.

Maka, lanjutnya, total potensi ekonomi sebelas sektor Kelautan Indonesia: US$ 1,4 triliun/tahun atau 7 kali lipat APBN 2021 (Rp 2.750 triliun = US$ 196 miliar) atau 1,2 PDB Nasional 2020. Lapangan kerja: 45 juta orang atau 30% total angkatan kerja Indonesia.

Pada 2018 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 10,4%.  Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia), kontribusinya > 30%.

Hingga 2020, produksi perikanan Prov. Maluku masih didominasi sektor Perikanan Tangkap (69%), sementara sektor Perikanan Budidaya hanya 31%. “Provinsi Maluku berada di urutan ke-9 dalam produsen rumput laut nasional dengan kontribusi sebesar 2%,” sebutnya.

Sebagian besar usaha penangkapan ikan bersifat tradisional: (1) tidak memenuhi economy of scale, (2) tidak menggunakan teknologi mutahkir, (3) tidak menerapkan Integrated Supply Chain Management System (manajemen terpadu hulu – hilir), dan (4) tidak mengikuti prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development).

Kebanyakan nelayan belum sejahtera (Miskin); dan kontribusi Subsektor Perikanan Tangkap bagi perekonomian Maluku (PDRB, PAD, nilai ekspor, dan lapangan kerja) masih rendah. Sedangkan Nelayan modern dengan Kapal Ikan > 50 GT dan alat tangkap modern umumnya dari luar Maluku. Namun, tingkat (laju) penangkapan ikan di wilayah laut Maluku umumnya masih rendah.

Mayoritas nelayan belum menerapkan Best Handling Practices. Saat ikan didaratkan di Pelabuhan Perikanan (Tempat Pendaratan Ikan) kualitasnya rendah. Sayangnya, harga jual ikan rendah yang menyebabkan kemiskinan nelayan.

Selain itu, sebagian besar Pelabuhan Perikanan belum berkelas dunia: sanitasi dan higienis rendah, tidak dilengkapi dengan Kawasan Industri Perikanan Terpadu (hanya sebagai tambat – labuh Kapal Ikan).  Hanya sebagai tambat-labuh Kapal Ikan.

Posisi Nelayan dalam Sistem Rantai Pasok dan Nilai sangat tidak diuntungkan (marginal), sedangkan keuntungan usaha rendah. Bahkan, pada saat nelayan tidak bisa melaut (sekitar 3 bulan dalam setahun), karena musim paceklik ikan atau cuaca buruk Nelayan tidak punya matapencaharian alternatif (nganggur).

“Mirisnya, Nelayan pinjam uang dari Rentenir dengan bunga yang sangat tinggi (5 – 10 % per bulan). Saat musim panen (banyak ikan), kelebihan pendapatan untuk bayar rentenir (bukan untuk menabung),” kata Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.

Disisi lain, sambungnya, sistem bagi hasil antara pemilik Kapal Ikan dan nelayan ABK belum adil (win-win). Pemilik Kapal Ikan umumnya makmur, sedangkan nelayan ABK miskin. IUU (Illegal, Unregulated, and Unreported) fishing. Penggunaan teknologi penangkapan yang merusak lingkungan.

Kebanyakan usaha budidaya ikan dikerjakan secara tradisional. Tingkat pemanfaatan sangat rendah (< 5% potensi).Penggunaan benih (benur) yang tidak unggul (SPF, SPR, dan fast growing), karena katersediaannya terbatas atau harganya mahal > Produktivitas rendah atau gagal panen. Harga pakan terus naik, sementara harga jual ikan hasil budidaya naiknya lambat atau stagnan.  Padahal, sekitar 60% total biaya produksi budidaya untuk pakan.

Kebanyakan pembudidaya ikan belum menerapkan Best Aquaculture Practices: (1) penggunaan benih unggul, (2) pakan berkualitas dan manajemen pemberian pakan, (3) pengendalian hama & penyakit, (4) manajemen kualitas air, (5) pond engineering (lay out, desain, dan material media), dan (6) biosecurity.

Ledakan wabah penyakit yang acap kali mengakibatkan rendahnya produktivitas (hasil panen) atau gagal panen. Pada umumnya posisi pembudidaya ikan dalam Sistem Rantai Pasok dan Nilai sangat tidak diuntungkan (marginal). Posisi Subsektor Perikanan Budidaya dalam RTRW rendah > Alih fungsi lahan Perikanan Budidaya menjadi penggunaan lahan (land use) lainnya.

Sebagian besar Industri Pengolahan Hasil Perikanan  (UPI = Unit Pengolahan Ikan) berskala Kecil dan Mikro, bersifat tradisional (98%).Kontinuitas pasok bahan baku berkualitas dan aman (food safety) bagi industri pengolahan hasil perikanan rentan.

Relatif rendahnya daya saing komoditas dan produk olahan hasil perikanan, karena: biaya processing yang lebih mahal, rendahnya inovasi produk olahan, rendahnya aplikasi.

Best Manufakturing Practices, rendahnya kualitas dan keamanan produk (penolakan dari negara importir), tingginya biaya tetap dan biaya sosial. Tumpulnya kapasitas pemasaran kita, baik di pasar global (ekspor) maupun pasar domestik.

Permasalahan dan Tantangan Umum

Menurut Prof. Rokhmin Dahuri karena terbatasnya Infrastruktur Perikanan (Pelabuhan Perikanan, Saluran Irigasi dan Drainasi, Pasar Ikan Modern, dll) dan infrastruktur dasar (listrik air, bersih, telkom, dan internet). Rendahnya konektivitas dan aksesibilitas antar wilayah. Pencemaran; degradasi fisik ekosistem alam (sungai, danau, mangrove, estuari, terumbu karang); biodiversity loss; dan jenis kerusakan lingkungan lainnya.

Dampak Perubahan Iklim Global, tsunami, gempa bumi, dan bencana alam lainnya. Suku bunga Bank yang tinggi dan persyaratan pinjam yang memberatkan > akses nelayan, pembudidaya ikan, procesors, dan traders sangat terkendala. Ego sektoral, ego daerah, dan konflik kewenangan.

Iklim investasi dan Ease of Doing Business (Kemudahan Berbisnis) kurang kondusif. Kualitas SDM (knowledge, skills, etos kerja, dan akhlak) relatif rendah. Kerjasama Penta Helix (Pemerintah – Akademisi/Peneliti – Swasta (Industri) – Masyarakat – Media Masa) belum terbangun secara baik. Kebijakan Politik Ekonomi belum kondusif. Budaya maritim masyarakat Maluku, khususnya milenial, masih rendah.

Kesadaran dan komitmen para pemimpin dan elit politik bangsa (Menteri, DPR, Yudikatif, Kepala Daerah, dan CEO swasta) tentang nilai strategis Kemaritiman bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kedaulatan bangsa pada umumnya masih rendah. 

“Sebagian besar mereka tidak memiliki visi dan konsep terobosan (breakthrough) untuk menjadikan Indonesia Emas 2045 berbasis Kemaritiman, dan kebanyakan mereka terjebak dalam kepentingan pribadi, kelompoknya atau kepentingan transaksional lainnya, yang umumnya bersifat instan,” ujar Honorary Ambassador of Jeju Islands dan Busan Metropolitan City, South Korea itu.

Menariknya, kata Prof. Rokhmin Dahuri, lebih dari 92% wilayah Provinsi Maluku berupa laut, dengan potensi produksi perikanan terbesar diantara 34 Provinsi NKRI dimana sampai sekarang tingkat pemanfaatan ekonomi perikanan tangkap maupun perikanan budidaya Provinsi Maluku masih sangat rendah. Itu saja, kontribusi sektor KP terhadap PDRB Prov. Maluku mencapai 12,8%, tertinggi di Indonesia.

“Sementara itu, permintaan (demand) di dalam negeri maupun ekspor untuk komoditas dan produk olahan ikan serta biota laut lainnya, termasuk produk industri bioteknologi kelautan terus meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk dunia dan kesadaran publik akan gizi ikan yang lebih sehat dan mencerdaskan,” katanya.

Oleh sebab itu, lanjut Prof. Rokhmin Dahuri, bila pembangunan Ekonomi Kelautan (perikanan tangkap di laut, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, dan industri bioteknologi kelautan) dikembangkan dengan menggunakan inovasi teknologi dan manajemen professional. “Sektor KP tidak hanya akan mampu memajukan dan memakmurkan masyarakat Provinsi Maluku, tetapi juga akan berkontribusi signifikan bagi terwujudnya Indonesia Emas, paling lambat 2045,” ujar Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany itu.

Lanjutnya, Prof. Rokhmin Dahuri menjabarkan perkiraan potensi produksi ikan lestari dan kebutuhan ikan Provinsi Maluku 2021 – 2100 dimana pada tahun 2021 total konsumsi (kebutuhan) ikan Provinsi Maluku = 1.862.626 orang x 72,8 kg/orang/tahun = 135.554 ton (1,2% potensi), Tahun 2025 = 3.000.000 orang x 80 kg/orang/tahun = 240.000 ton (2,1%), Tahun 2050 = 10.000.000 orang x 90 kg/orang/tahun = 900.000 ton (7,7%), Tahun 2100 = 15.000.000 orang x 100 kg/orang/tahun = 1,5 juta ton (12,1%). “Total potensi produksi perikanan lestari Prov. Maluku = 1.640.160 ton/tahun (Perikanan Tangkap) + > 10 juta ton/tahun (Perikanan Budidaya) = 11.640.160 ton/tahun,” ungkapnya.

Mengingat infrastruktur yang sangat minim, lanjutnya, konektivitas antar wilayah yang rendah, dan remoteness Prov. Maluku. Hal ini, supaya sektor KP mampu menjadi prime mover (penghela) pembangunan Prov. Maluku dan Indonesia seperti diuraikan pada butir-4 diatas. Selain itu, pola pembangunannya harus berdasarkan pada ‘Sustainable Inclusive Big-push and Integrated Development Model’ (LIN = Lumbung Ikan Nasional).

Sebagaimana diketahui, Lumbung Ikan Nasional adalah Prov. Maluku sebagai produsen komoditas dan produk olahan ikan serta produk bioteknologi kelautan terbesar di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun ekspor serta kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan

Sedangkan, tujuan LIN yakni (1) Meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi inklusif bagi Prov. Maluku pada khususnya,dan Indonesia pada umumnya. (2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Prov. Maluku pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya. (3) Ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable)

Sementara sasaran LIN yaitu: (1) Menghasilkan komoditas dan produk olahan ikan, serta produk bioteknologi kelautan untuk memenuhi kebutuhan lokal, nasional, dan ekspor secara signifikan dan berkelanjutan.

(2) Mensejahterakan seluruh masyarakat Maluku (income > $ 300/orang/bulan), dan berkontribusi signifikan bagi kesejahteraan bangsa.

(3) Tingkat (laju) pembangunan perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan ekstraksi senyawa bioaktif (bioteknologi) tidak melampaui daya pulih dan Daya Dukung nya.

 

Komentar