Kamis, 02 Mei 2024 | 10:08
NEWS

Prof Rokhmin Dahuri: I'tikaf Sebagai Intropeksi Diri Menjadi Muslim Paripurna

Prof Rokhmin Dahuri: I'tikaf Sebagai Intropeksi Diri Menjadi Muslim Paripurna
Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS (screenshot rasil tv)

ASKARA – Ada satu ibadah dalam bulan Ramadhan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu i'tikaf. Melakukan i'tikaf merupakan bentuk upaya yang dilakukan umat muslim untuk meraih Lailatul Qadar. I'tikaf dilakukan dengan cara menginap di dalam masjid selama sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, dimulai setelah terbenamnya matahari pada malam ke-21 Ramadhan dan berakhir saat terbenam matahari pada malam terakhir Ramadhan.

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS mengatakan, sebagai muslim sikap utama yang menghujam di sanubari kita, apa-apa yang datang dari Alquran dan Alhadits pasti benarnya dan pasti manfaatnya bagi manusia baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat, termasuk di dalamnya I’tikaf.

“I’tikaf merupakan suatu upaya manusia benar-benar dalam setahun hanya seminggu untuk mendekatkan diri rohani kita, jiwa kita ke hadlirat Allah SWT yang menciptakan kita. Supaya manusia jangan pikiran, ucapan, pola tindaknya orientasinya hanya dunia, ini sangat bahaya,” ujar Prof. Rokhmin Dahuri dalam Bicang Inspirasi Channel Youtube Rasil TV, dikutip hari Ahad (31/3).

Manusia, jelasnya, terdiri dua yaitu unsur jasad dan unsur rohani. Kalau unsur jasad supaya sehat kita makan dan olahraga. Tapi unsur rohani jangan lupa, kalau tidak diberi konsumsi yang tidak bergizi juga bisa kering kerontang dan akhirnya bisa menjadi binal.

Dalam i'tikaf, seorang muslim berada dalam lingkungan masjid yang suci dan penuh ketenangan, sehingga dapat membantu untuk memperbanyak ibadah, membaca Al-Quran, berdoa, dan melakukan dzikir kepada Allah SWT.

Dengan melakukan i'tikaf, seseorang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan merenungkan pentingnya hidup ini serta memperbanyak amal ibadah. “Dan itulah momentum I’tikaf di masjid dengan membaca Alquran, mentadaburi, dihayati, kemudian mencoba di dalam kehidupan keseharian dilaksanakan ayat per ayat. Itu luar biasa,” katanya.

Masalahnya, jelas Prof Rokhmin Dahuri, ada godaan syetan yang menghalangi kita untuk beri’tikaf. Namun paling tidak bagi muslim dalam sehari atau dua hari di sepuluh terakhir untuk beri’tikaf. “Idealnya dalam sepuluh hari terakhir yang diajarkan Rasulullah I’tikaf di masjid. Dan ini terpulang dari individu itu sendiri, minimal tiga hari beri’tikaf,” tuturnya.

Sedangkan keutamaan puasa, jelasnya, adalah mendidik pribadi-pribadi muslim dan muslimah menjadi orang jujur, yang ikhlas tidak mungkin melakukan kemaksiatan seperti korupsi, berzinah, menyakiti tetangga, tidak berbagai kemampuan kepada yang lain, merusak lingkungan hidup.

Perbuatan tercela itu, tegasnya, tidak mungkin dilakukan, karena dia jujur dan ikhlas. Berbuat baik bukan karena ingin jabatannya dipromosikan, bukan ingin diakui sebagai orang dermawan. “Indah sekali ajaran Islam kalau kita benar-benar melaksanakan. Orang yang melaksanakan Islam secara kaffah dan ittiba hidupnya akan bahagia, berbuat yang terbaik,” katanya.

Pada bulan Ramadhan selama 29 – 30 hari kita dilatih menahan nafsu. Seharusnya 11 bulan berikutnya seorang muslim dan muslimah yang melaksanakan ibadah puasa kepribadiaanya seperti saat berpuasa, jujur, ikhlas, menolong sesama, berbuat baik, tidak radikal, dst.

Tetapi kalau ada umat Islam yang puasanya rajin namun outputnya tidak ada harus intropeksi, pasti ada sesuatu yang salah dalam menjalankan ibadah puasa mulai dari niatnya, rukun dan wajib berpuasa. Maka, janji Allah pada Surat Ali Imran ayat 110 bahwa umat Islam diciptakan Allah SWT sebaik-baiknya umat. “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”

“Umat yang terbaik itu seharusnya bukan hanya masuk Surga tetapi di dunia nya juga baik, tidak menjadi orang yang ditangan di bawah. Dengan menjadi orang yang mampu kita bisa bermanfaat untuk orang lain, sebagaimana hadits shohih sebaik-baik manusia disisi Allah adalah orang beriman dan yang paling banyak manfaatnya untuk sesama, khoirunnas anfauhum linnas,” kata Ketua Dewan Pakar Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) itu.

Bagaimana kita banyak manfaatnya kalau kita miskin, tidak sekolah. Bagaimana kita banyak manfaatnya kalau kita tidak punya kekuasaan. Muslim yang paripurna adalah yang mampu tapi iman dan takwanya tinggi sekali, kesolehannya  dan keikhlasannya nomor wahid sehingga dia benar-benar berbuat di dunia itu semata-mata untuk kebaikan sesama manusia.

“Bahkan dalam Islam kita dianjurkan berbuat baik bukan hanya sesama manusia tetapi rahmatan lil alamin, bukan hanya sesama muslim saja juga kepada non muslim pun kita harus berbuat baik. Sehingga pada saat umat Islam menjalan agamanya secara kaffah seperti sejarah Andalusia, umat Kristen merengek-rengek supaya diperintah secara Islam. Ini fakta sejarah,” tandasnya.

Menenangkan Diri

Prof Rokhmin Dahuri memaparkan jika kita membaca Alquran banyak ayat yang mengatakan ibadah atau semua kebaikan itu untuk diri kita sendiri. Kalau kita di masjid kontemplasi, kemudian merenungi tentang kesalahan kita. “Merenungi bukan berarti taubat sambel, tapi benar-benar taubat nasuha menyesali perbuatannya selama ini. Selanjutnya pada hari-hari berikutnya dosa-dosa itu tidak dilakukan,” katanya.

Selanjutnya, Prof Rokhmin Dahuri menerangkan, dalam ilmu psikologi kalau seseorang melakukan masksiat itu pertentangan bathin yang luar biasa. Karena fitrah atau sifat dasar manusia itu sebenarnya baik. “Cuma supaya adil Allah menciptakan syaitan untuk menggoda kita supaya bisa dinilai yang layak ke Surga dan yang layak masuk Neraka, baik di akhirat maupun di dunia,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Priode 2001-2004 itu.

Dia mjengingatkan, orang yang paling kaya  raya, jabatannya tinggi, popularitas  belum tentu bahagia hatinya. Tapi orang yang sederhana saja boleh jadi sangat bahagia. Tergantung bagaimana cara mendapatkan atribut duniawi dan menggunakannya.

Terkait merayakan lebaran yang berlebihan itu, jelas Prof Rokhmin Dahuri, salah satu contoh gagal faham didalam mengartikan Islam. Menurutnya, umat Islam di seluruh dunia yang telah melaksanakan ibadah puasa disunahkan supaya bergembira di hari raya. Sehingga ada kewajiban kita mengeluarkan zakat fitrah, infaq dst. Karena buat muslim yang mampu kalau diantara tetangganya itu ada yang tidak bisa beli pakaian baru, tidak bisa makan pada hari raya itu berdoa.

“Boleh bergembira, tapi dalam Islam tidak boleh berlebihan. Yanf menjadi masalah di Indonesia seperti ibarat bendungan jebol, yang seharusnya aktifitas itikaf untuk shoping dll yang merusak ibadah puasa,” tandasnya.

Menurutnya, bagi yang mudik sah sah saja sepanjang bagi yang mampu sedapat mungkin tetap berpuasa. Intinya kita seimbang, jangan hura-hura keduniaan itu justru menghancurkan kekhusyuan kita dalam beribadah dan kekhusyuan kita mencoba dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.

“Sehingga begitu kita selesai berlebaran dan mengakhiri dengan hari raya Idul Fitri benar-benar terlahir seperti bayi yang baru lahir. Untuk itu saya mengimbau mari berlebaran secara islami, kita boleh bergembira tapi tidak boleh berlebihan,” terang Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.

Momen Berbagi

Selain itu, lanjutnya, jangan sampai makanan banyak terbuang. Seharusnya, walaupun kita merayakan dengan kegembiraan tetapi bukan yang memboroskan sumber daya alam. Kita saksikan pada saat berbuka puasa di hotel-hotel  besar sisa makan mubazir, sementara 2 miliar lebih orang masih kelaparan atau kekurangan gizi. “Padahal menurut  FAO makanan yang terbuang itu minimal 20 persen. Ini kan berdosa, Kita membubazirkan bahan pangan yang sangat susah ditumbuhkan,” katanya.

Apalagi, sambungnya, pemanasan global menurut para ahli meningkat satu derajat, maka kemampuan bumi dalam meproduksi pangan berkurang 60 persen. Padahal, jumlah penduduk manusia selalu bertambah dan kebutuhan pangan, energi, mineral bertambah.

“Betapa indah ajaran Islam yang sudah mengingatkan bahwa manusia itu tidak boleh boros. Bahkan mubazir itu identik dengan perilaku syaitan, balasannya neraka. Jadi, kalau kita boros tidak mengkonverasi bisa tragedi kebersamaan,” kata Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020 – sekarang,

Selain itu, jelasnya, Islam adalah agama yang paling egaliter, peduli sosial. Betapa tidak? Prof Rokhmin Dahuri mengutip Surat Al Maun: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya, yang berbuat ria, dan enggan (memberikan) bantuan.”

Kemudian, dalam hadits Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya, padahal ia mengetahuinya." (HR At-Thabrani).

“Sesungguhnya Islam ajaran yang relevan yang dibuat Sang Pencipta, sehingga seharusnya kita tidak menimbulkan kecemburuan sosial seperti sekarang,” katanya.

Selanjutnya, Prof Rokhmin Dahuri mengungkapkan, Indonesia adalah Negara dengan ketimpangan terburuk keempat di dunia. Menurut laporan Credit Suisse’s Global Wealth Report 2019, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 44,6 persen  kue kemakmuran secara nasional. Sementara 10 persen orang terkaya menguasai 74,1 persen.

Mengutip Institute for Global Justice, Prof. Rokhmin Dahuri mengungkapkan, sekarang 175 juta ha (93% persen luas daratan Indonesia) dikuasai oleh para konglomerat (korporasi) nasional dan asing. “Bahkan, kekayaan 4 orang terkaya (US$ 25 M = Rp 335 T) sama dengan total kekayaan 100 juta orang termiskin (40 persen penduduk) Indonesia,” kata Prof Rokhmin Dahuri mengutip Oxfam, 2017.

Untuk itu, Prof Rokhmin Dahuri menegaskan, Islam melarang kekayaan hanya dinikmati oleh segelintir orang. Karena itu selain ada zakat 2.5 persen, juga didorong untuk berbagi melalui infaq, shodaqoh, wakaf. Seharusnya Bazis dalam mengelola jangan hanya untuk kepentingan konsumtif tapi dikelola supaya bisa memberikan kail jangan memberikan ikan. Sehingga menciptakan lapangan kerja,” paparnya.

Lalu, Prof Rokhmin  Dahuri mencontohkan masa kejayaan Islam. Seperti Ustman bin Affan yang menggunakan kekayaannya untuk menciptakan lapangan kerja, membangun sumur bor untuk minum orang dst. Lalu, sahabat Abdurrahman bin Auf menggunakan kekayaannya untuk teknologi, rumah sakit, pendidikan dll. Kemudian Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq menyumbangkan 100 persen kekayaannya.

Untuk menjadi muslim yang bermanfaat, Pro Rokhmin Dahuri menekannya, senantiasa dekat kepada Allah melalui syariah yang sudah diberikan tuntunan oleh Allah. Jangan hanya melaksanakan ibadah wajiba saja seperti shalat 5 waktu, tetapi juga sunnahnya seperti shalat tahajud, minimal 2 rakaat. Allah berjanji akan diangkat derajatnya.

Kemudian shalat dhuha, apalagi kalau bisa menirukan Rasulullah dan sahabatnya kita tidak meninggalkan wudhu.. “Dengan menjaga wudhu lita senantiada diingatkan bahwa Allah senantiasa hadir sehingga kita tidak melakukan korupsi dan kemaksiatan,” ucap wakil ketua Dewan Pakar Majelis Nasional (MN) KAHMI itu.

 

Komentar