Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:47
COMMUNITY

Buka Puasa Bersama ICMI dan KAHMI Bogor

Anis Matta: Indonesia Butuh Kelompok Elit Baru Yang Punya Cita-Cita Besar

Anis Matta: Indonesia Butuh Kelompok Elit Baru Yang Punya Cita-Cita Besar

ASKARA - Sejumlah tokoh Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan Keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Korwil Bogor menggelar buka puasa bersama di kediaman Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong Royong,  Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS, di Perumahan Villa Indah Padjadjaran, Bogor, Jawa Barat,  Sabtu (9/4) sore.

Ustadz Anis Matta yang dipercaya menyampaikan tausiyah menjelang buka puasa mengatakan, dunia saat ini akan menantikan tatanan dunia baru di tengah krisis berlarut, mulai dari pandemi Covid-19 hingga perang Rusia dan Ukraina, yang akan berujung pada konflik berlarut secara global.

“Jadi, kita sekarang sedang menantikan “tatanan dunia baru”, ini yang kita khawatirkan. Ini yang akan terjadi pemenanglah yang akan menentukan aturan, ini arah dunia yang sedang terjadi," ujarnya.

Pembentukan tatanan dunia baru, sambungnya,  berbeda dengan tatanan dunia lama oleh pemenang Perang Dunia II. Menurut dia, pembentukan tatanan dunia baru akan ditentukan oleh proses rasional masyarakat global karena dunia makin terintegrasi.

Sekarang ini, lanjutnya, yang diperlukan oleh Indonesia adalah kelompok elit baru yang punya cita-cita besar yang bisa mengelola masa transisi ini dan membawa Indonesia daripada tergilas oleh krisis global ini kita harus agresif.

“Lihat pengalaman sejarah kita, revolusi industri di Eropa, Indonesia yang menjadi sapi perahan. Pendapatan VOC dari gula di Pulau Jawa saja kira-kira 1/3 dari total GDP ( Produk Domestik Bruto) Belanda. Revolusi Industrinya disana korbannya disini. Begitu pula Jepang masuk ke dalam perang Pasifik, katanya, perlu militer maka diambil seluruh kawasan di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Jadi jajahan lagi kita ini,” ujar Anis Matta yang juga Ketua Umum Partai Gelora (Partai Gelombang Rakyat Indonesia) itu.

Menurutnya, dalam sejarah kemerdekaan Indonesia tidak ada perang yang terlalu monumental. Yang kita peringati sebagai hari Pahlawan itu adalah perang kota di Surabaya. Kita tidak punya tentara, tapi kelompok pergerakan nasional munculnya elit nasional yang mengerti betul bahwa sistem politik domestik kita ini tidak bisa bertahan melawan penjajahan.

“Kerajaan-kerajaan kecil ini sudah expired, kita harus menjadi satu entitas politik baru yang mengharuskan seluruh kerajaan-kerajaan nusantara ini dihapus kita lebur menjadi satu namanya Republik,” terangnya.

“Yang kita perlukan elit-elit baru seperti itu, intelektual yang mempunyai integritas yang tinggi. Dan berani melakukan terobosan seperti itu. Kita bayangkan pergerakan nasionalisme cuma setengah abad, kita merdeka. Itu gerakan politik sipil bukan tentara. Makanya yang bergerak dalam proses itu adalah pergulatan intelektualnya,” sambung yang pernah menjadi Sekjen Partai Keadilan sejahtera (PKS).

Sekarang ini, lanjutnya, yang lebih berkepentingan adalah kelompok intelektual . Karena sekarang apa yang dibayangkan dari DPR, misalnya IKN tidak ada perlawanan. “Ini seperti anak yang lahir tidak diinginkan, stunting nanti. Lahir tidak tepat waktu, cuma proses DPR nya lancer. Jadi bukan karena anda tidak punya orang yang melawan, anda bisa melakukan apa yang anda mau, betul,” ucapnya.

Apa yang akan terjadi kemudian? Anis menyatakan tidak ada yang bisa memprediksinya. Biasanya orang mencari temuan ideologi baru yang akan terjadi aliansi-aliansi baru tempat orang mendengungkan kesamaan baru atau ikatan geopolitik baru. Karena situasi global ke depan jangan percaya pada teori pertumbuhan tanpa adanya aliansi. China, Jepang dan Jerman  yang sekarang ini, menurutnya, efek dari aliansi.

“Indonesia, tidak bisa melakukan apa-apa tanpa itu (aliansi baru). Itu sebabnya saya ingin memulai dari ide besarnya, karena masalah mainset rubah tantangan ini menjadi peluang. Selain itu, kita perlu elit yang mau keluar dari polarisasi. Ada orang yang dapat keuntungan politik dari polarisasi itu bahaya. Sebab Negara kita ini ancaman desintegrasi sangat besar, dan secara ekonomi kita ini rapuh,” ujarnya.

Sebenarnya keuntungan ekonomi yang kita dapatkan sekarang ini, katanya, hanya karena angin baik saja bukan karena peformen, dengan harga minyak naik kita ikut nebeng. Maka yang diperlukan sekarang ini adalah satu gerakan pemikiran baru dari kelompok intelektual diluar dari partai-partai politik yang ada sekarang ini.

“Begitu ide-ide itu hilang yang muncul adalah patung. Orang kembali ke masa lalu, supaya bisa diingat dibuat patungnya. Karena orang tidak mempunyai masa depan lagi, makanya orang bikin patung. Itu cara orang memvisualisasi, karena tidak bisa membayangkan masa depan. Untuk menyederhanakan memori masa lalu kita patungkan. Itu bahaya,” tegasnya.

Salah satu hikmah yang bisa diambil, lanjutnya, mengapa Nabi Muhammad SAW tidak boleh dilukis. “Kita tidak pernah tahu wajahnya tapi kita beriman kepadanya. Karena yang abadi itu narasinya,” katanya..

Maka yang kita perlukan sekarang ini, jelas Anis, adalah pemberontakan  kaum intelektual dalam situasi ini. “Saya percaya betul sejarah nasional itu bukan sejarah militer, kita tidak punya sejarah medan tempur yang dahsyat, tapi kita punya sejarah tokoh-tokoh nasional,” terangnya.

Karena itu, menurut Anis, semangat pemberontakan intelektual yang baru untuk merebutkan ide ke depan itu yang akan membimbing revolusi sosial yang akan terjadi di Indonesia. Selanjutnya, ada fase yang kita perlukan dalam proses regenerasi politik. Karena Pak Harto tidak merencanakan transisi kepemimpinannya.

 

Sedangkan proses demokrasi 98 sebenarnya bukan proses internal pada mulanya. Tapi itu merupakan bagian dari proyek global karena itu yang terjadi model georevolution (revolusi kuning). Demo-demo dijalanan dipromotori NGO, media dan segalanya. Antara mode pasar bebas yang masuk melalui WTO bersamaan dengan demokrasi. Jadi semua pintu politik dibongkar, kendala masuknya dibuka, begitu juga kendala ekonomi dibuka.

“Itu pada dasarnya bagian dari rekayasa global. Kenapa bisa berhasil? Karena waktu itu Amerika dalam puncak kekuatannya, sangat power pull.Coba bayangkan ada satu orang namanya Soros yang membuat krisis di dunia. Bagaimana cara menjatuhkan Orde Baru, kan tidak ada. Sebenarnya krisis 98 itu krisis insidensial, habis itu balik lagi normal. Para konglomerat yang waktu itu bangkrut kembali normal,” tuturnya.

Generasi yang tidak disiapkan pada era Orde Baru, sekarang ini dapat kesempatan sejarahnya dalam 20 tahun terakhir ini. Dan itu perjalanan bangsa yang tidak bisa ditolak dan tidak bisa dipaksakan. Tapi era ini akan breakhir pada siklus 20 tahunan. Satu generasi selesai. Nanti muncul generasi yang besar dari konflik, besar di awal demokrasi ini tapi tertatih-tatih jalannya. Yang harus kita hitung adalah generasi ini.

“Maka kita rubah presepsi tentang politik . Itu bukan sekadar jalur pendek menuju kekuasaan. Itu adalah medan pergolakan pemikiran. Kita harus mengembalikan politik ke jalur yang benar sebagai industri pemikiran, karena yang kita lakukan disitu membuat kebijakan yang akan mempengaruhi orang banyak. Jadi, kita yang berkepentingan untuk menciptakan pergulatan itu supaya yang nanti akan menjadi kebijakan itu matang,” katanya.

Oleh sebab itu, Anis menegaskan intelektual itu harus berada di dalam politik karena itu yang memperkaya politik. “Tradisi transisi menuju Indonesia adalah pergolakan pemikiran dari kelompok pergerakan nasional. Waktu itu mereka anggota partai isinya perdebatan semua, itu saja kerjaannya tiap hari sampai matang ide Indonesia. Tiba-tiba satu Negara baru lahir,” jelas Anis.

“Bisakah kita mempelopori satu ide lompatan masuk ke gelombang ketiga Indonesia menjadi Negara modern yang kuat,” lanjutnya.

Anis memperkenalkan istilah yang disebut Khulafa Roshidun atau Khulafa Roshida. Itu kata sifat yang artinya kepemimpinan yang benar. Dia tidak merujuk pada institusi. Maka walaupun yang kita kenal empat khulafa Roshidin tapi ulama juga terbiasa menyebut pembaharu Islam pertama namanya Umar bin Abdul Aziz sebagai Khulafa Roshidin, dan banyak orang-orang semasa kerajaan itu orang-orang yang saleh suka diberi gelar-gelar yang sama seperti itu. “Karena sifatnya itu tadi. Sepanjang dia berada di jalur yang benar dia memiliki sifat sebagai Roshidin,” ujarnya.

Kenapa dia tidak merujuk pada bentuk? Karena menurut Anis, Negara yang dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah basisnya adalah geografis. Yang disebut Perjanjian Madinah adalah perjanjian yang ditandatangani oleh seluruh warga Madinah terdiri Muslim, Musyirikin dan Yahudi. Dan Rasulullah yang pertama kali memperkenalkan ide Negara yang basisnya geografis. “Jika kita lihat teks Perjanjian Madinah seluruhnya yang Yahudi maupun Musyrikin semuanya disebut umat. Jadi itu adalah kesepakatan orang-orang yang ada di atas satu tanah,” sebutnya.

Karena itu, tuturnya, dalam literatur pemikiran konstitusi Islam ada perdebatan waktu Imam Ali wafat dan Muawiyyah mendirikan Dinasti Muawiyyah tapi kemudian merubahnya menjadi kerajaan. Dan ini seringkali ditafsirkan banyak orang bahwa inilah era Raja yang menggigit. Tapi jarang orang mengerti backgroundnya. “Tidak ideal tapi itu yang paling mungkin dalam situasi saat itu. Setuju atau tidak setuju perluasan wilayah Islam yang sangat luas terjadi pada perioden Bani Umayyah. Anda jangan lupa Islam di Andalusia seluruhnya adalah Bani Umayyah,” katanya.

Waktu itu ada konflik berdarah di dalam yang terjadi sejak era Utsman bin Affan. Dari masa 12 tahun periode Ustman, 5 tahun terakhir itu konflik berdarah sampai Ustman dibunuh. Semetara Ali selama 5 tahun terjadi konflik, sehingga tidak ekspansi dimasa kepemimpinannya. “Kita bayangkan betapa rumitnya keadaan pada waktu itu. Ada situasi berdarah pada waktu itu, dan akhirnya Muawiyyah menang dalam pertarungan. Para ulama pada waktu itu akhirnya menerima peralihan kepada sistem kerajaan, tidak ideal tetapi mereka punya satu masalah bahwa itulah yang paling efektif untuk menyatukan orang,” ujarnya.

Anis menjelaskan, di masa Umar bin Khattab wilayah Islam kalau dikonversi dengan Negara sekarang mencapai 18 Negara dengan kondisi teknologi pada waktu itu. Bagaimana kita mengimplementasikan prinsip Syuro secara prosedural, misalnya didalam pemilihan pemimpin.

Abubakar ra memberikan contoh langsung menunjuk Umar bin Khattab sebagai khalifah. Karena dia tahu bahwa yang punya hajat pada jabatan ini banyak. Dan Umar orang zuhud, kalau dibuka pemilihan dia tidak akan mau. Tapi tidak ada yang lebih layak dari dia. Begitu juga Umar ketika mau meninggal tahu bahwa yang menginginkannya banyak. Makanya dibikin Syuro. Namun, begitu Ustman terbunuh tidak ada pilihan lain, semua orang aklamasi kepada Sayyidina Ali.

“Jadi dalam 30 tahun itu periode kepemimpinan itu beda-beda. Karena situasinya juga berbeda-beda. Dalam syariat Islam persatuan itu satu tujuan syariah. Karena itu penting untuk mencegah pertumpahan darah,” katanya.

Sebagai tuan rumah, Prof. Rokhmin Dahuri mengaku sangat berbahagia bisa bersilaturahim dengan sesama aktivis ICMI dan KAHMI. "Kami berterima kasih tiap tahun mendapat kehormatan sebagai sahibul bait (tuan rumah). Dan bersyukur kepada Allah karena malam ini mendapat pencerahan," ungkapnya penuh syukur.

Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin menerangkan kegagalan dari kapitalisme adalah orang yang kaya tidak mempunyai pemikiran akhirat dan berpikiran bahwa harta itu sebagian milik orang lain. Sehingga orang kaya berpikir seperti Qarun dan teknokratnya berpikir seperti Firaun.

“Tugas kita bagaimana mengkonversi orang kaya seperti Abdurrahman bin Auf, dan pemimpinnya seperti model Rasulullah, Umar bin Khattab dan seterusnya. Jadi, hanya Islam saja yang bisa menyelematkan dunia ini,” terang Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University itu.

Mengapa Islam dijadikan solusi ? Karena kata Prof. Rokhmin sebagaimana dijanjikan olah Allah SWT dalam QS Annur ayat 55 disebutkan bahwa kita orang beriman Islam dijadikan pedoman hidup. Hanya problemanya di Indonesia menggunakan Islam hanya semacam shalat, puasa dst.

“Tapi ketika mengurus ekonomi, Negara diterapkan ke pedoman hidup yang lain seperti kapitalisme. Bahkan ada kampanye besar-besaran kepada umat Islam bahwa politik itu distigmasisasi sesuatu yang kotor. Sehingga politik diserahkan kepada yang lain,” kata Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020 – 2024 itu.

Maka, lanjutnya, untuk mencegah dunia dari kehancuran, masyarakat dunia harus memperbaiki Sistem Kapitalisme secara fundamental atau mencari alternatif paradigma pembangunan yang mampu mengatasi sejumlah permasalahan kemanusiaan diatas. Karena, paradigma pembangunan utama lainnya, Komunisme telah mati sejak 1989 bersamaan dengan runtuhnya Emporium Uni Soviet, maka Pancasila dapat menjadi paradigm alternatif menuju dunia yang lebih baik, sejahtera, berkeadilan, damai, dan berkelanjutan.

Dalam perspektif Pancasila, manusia dan alam semesta adalah makhluk ciptaan Tuhan YME. Selain homo sapiens dan homo economicus (makhluk ekonomi), manusia juga homo religiosa (makhluk beragama). Manusia tidak hanya tersusun oleh jasad-fisik (jasmani), tetapi juga oleh ruh (rohani).

“Maka, kepuasan dan kebahagiaan insan Pancasilais tidak hanya berupa terpenuhinya kebutuhan jasmani, harta, jabatan, popularitas, dan atribut-atribut duniawi lainnya, tetapi juga terpenuhinya kebutuhan spiritual. Seorang Pancasilais juga mengimani bahwa kehidupan di dunia ini sifatnya hanya sementara,” kata Ketua Dewan Pakar Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) ini.

Setelah kematian, manusia akan meninggalkan dunia yang fana menuju kehidupan akhirat yang sebenarnya dan abadi. Semua harta-benda, jabatan, istri dan anak keturunan yang dicintainya tidak menyertainya ke alam kubur dan akhirat. Hanya selembar kain kafan dan amal perbuatannya yang setia menemaninya ke alam akhirat untuk menghadap Tuhan yang menciptakannya. Bergantung pada iman dan amal-salehnya, manusia akan menggapai kebahagiaan (surga) atau siksaan (neraka) di akhirat kelak.

Dengan world view diatas, maka seorang Pancasilais dalam menjalankan kehidupan, baik sebagai individu maupun kelompok masyarakat (bangsa) pasti akan dilandasi dengan keimanan dan niat ikhlas karena Tuhan YME. Berperilaku adil dan beradab baik untuk bangsanya sendiri maupun masyarakat dunia. Mengutamakan persaudaraan, toleransi , dan persatuan, ketimbang perpecahan, apalagi perang. Mengedepankan azas musyawarah – mufakat yang dilandasi oleh hikmah dan kebijaksanaan di dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan voting dan pemilihan langsung. Dan, dia pasti akan berbagi kelebihan (harta, IPTEK, dan kekuasaan) kepada sesama yang membutuhkan secara berkeadilan.

“Bila Indonesia mampu menjadi negara-bangsa maju, adil-makmur, dan berdaulat serta berperan aktif dan signifikan dalam menjaga perdamaian dunia sesuai nilai-nilai Pancasila, maka ia akan menjadi a role model, dan Pancasila sebagai paradigma pembangunan ekonomi dunia adalah sebuah keniscayaan,” pungkas Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany ini.

Komentar