Jumat, 10 Mei 2024 | 20:35
NEWS

Seminar North Sumatera Marine & Aquaculture 2022

Prof Rokhmin Dahuri Dorong Pemprov Sumut Tingkatkan Kontribusi Sektor Unggulan Ekonomi Kelautan

Prof Rokhmin Dahuri Dorong Pemprov Sumut Tingkatkan Kontribusi Sektor Unggulan Ekonomi Kelautan

ASKARA -- Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020 – 2024, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menjadi pembicara pada Seminar North Sumatera Marine & Aquaculture 2022,  Inovasi Dan Teknologi Guna Tumbuh & Kembang Sektor Perikanan Sumut di Convention Hall Santika Dyandra Hotel, Rabu, 23 Maret 2022.

Dalam ceramahnya, Prof Rokhmin Dahuri menyampaikan paparan tentang “Pembangunan Kelautan Dan Perikanan  Untuk Peningkatan Daya Saing, Pertumbuhan Ekonomi Inklusif, Dan Ramah Lingkungan Menuju Provinsi Sumatera Utara Yang Maju, Sejahtera, Dan Mandiri.”

Pakar Ekonomi Maritim itu pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Dinas Kelautan Dan Perikanan mendorong peningkatkan kontribusi sektor unggulan untuk pembangunan ekonomi kelautan (marine economy). Potensi Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara terdiri dari Potensi Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya.

Menurutnya, perikanan budi daya (akuakultur) tidak hanya menghasilkan sumber protein hewani (ikan, krustasea, moluska, dan ivertebrata); tetapi juga bahan berbagai jenis biota perairan lain yang merupakan bahan baku (raw materials) untuk industri farmasi, kosmetik, film, cat, pelapis badan pesawat terbang, biofuel, dan beragam industri lainnya. Bahkan, tanaman pangan (sumber karbohidrat) pun sudah berhasil dibudidayakan di ekosistem perairan laut.

“Secara potensial, perikanan budidaya dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi, dan menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar,” terang Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University itu.

Provinsi Sumatera Utara, jelasnya, berada pada jalur strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Kawasan Pesisir Sumatera Utara mempunyai Panjang Pantai 1300 Km yang terdiri dari Panjang Pantai Timur 545 km, Panjang Pantai Barat 375 Km dan Kepulauan Nias dan Pulau-Pulau Baru Sepanjang 350 Km.

Potensi Perikanan Tangkap terdiri Potensi Selat Malaka sebesar 276.030 ton/tahun dan Potensi di Samudera Hindia sebesar 1.076.960 ton/tahun.  Sedangkan Produksi Perikanan Budidaya terdiri Budidaya tambak 20.000 Ha dan Budidaya Laut 100.000 Ha, Budidaya air tawar 81.372,84 Ha dan perairan umum 155.797 Ha.

“Hingga 2020, produksi perikanan Prov. Sumatera Utara masih didominasi sektor Perikanan Tangkap (71%), sementara sektor Perikanan Budidaya hanya 29%,” ujarnya.

Selain itu, kata Prof. Rokhmin Dahuri, Sumut berada diurutan ke-1 sebagai produsen perikanan tangkap laut terbanyak di Indonesia dengan share 8,5%. Kemudian potensi  perikanan tangkap di PUD (Sungai, Danau, Bendungan, dan Genangan Air) Sumut sebesar 155.797 ha, meliputi:

17 sungai: Sungai Asahan, Sungai Silau, Sungai Barumun, Sungai Bila, Sungai Batang Gadis, Sungai Belawan, Sungai Deli, Sungai Kualu, Sungai Lau Tenges, Sungai Mencirim, Sungai Renun, Sungai Simpangkanan, Sungai Toru, Sungai Wampu, Sungai Bekulap, Sungai Bingai, Sungai Bohorok. Serta 6 Danau: Danau Toba, Danau Aek Natonang, Danau Lau Kawar, Danau Siombun, Danau Sidihoni, Danau Siombak.

Hingga 2020, sebutnya, sekitar 86% produksi perikanan budidaya Sumut berasal dari Budidaya Air Tawar. Nila menjadi produsen perikanan terbesar dengan presentase 35,2%. Sedangkan produksi terbesar berasal dari Kabupaten Simalungun (30%), ditambah produksi terbanyak berupa Nila (37,7%).

“Total potensi lahan perikanan budidaya Prov. Sumatera Utara sebesar 201.373 HA, dimana pada 2020 tingkat pemanfaatannya baru 13,88% yang didominasi oleh Budidaya Air Tawar,” kata Menteri Perikanan dan Kelautan Kabinet Gotong Royong itu.

Namun sayangnya, lanjut Prof Rokhmin, sebagian besar usaha penangkapan ikan bersifat tradisional: (1) tidak memenuhi economy of scale, (2) tidak menggunakan teknologi mutahkir, (3) tidak menerapkan Integrated Supply Chain Management System (manajemen terpadu hulu – hilir), dan (4) tidak mengikuti prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development).

“Kebanyakan nelayan belum sejahtera (Miskin); dan kontribusi Subsektor Perikanan Tangkap bagi perekonomian Sumut (PDRB, PAD, ekspor, dan lapangan kerja) masih rendah,” kata Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu.

“(laju) penangkapan ikan di wilayah laut Pantai Timur umumnya sudah tinggi, sedangkan di Pantai Barat masih rendah. Mayoritas nelayan belum menerapkan Best Handling Practices. Saat ikan didaratkan di Pelabuhan Perikanan (Tempat Pendaratan Ikan) kualitasnya rendah. Harga jual ikan rendah dan Kemiskinan nelayan,” sambung Prof. Rokhmin.

Selain itu, ungkapnya, sebagian besar Pelabuhan Perikanan belum berkelas dunia: sanitasi dan higienis rendah, tidak dilengkapi dengan Kawasan Industri Perikanan Terpadu (hanya sebagai tambat – labuh Kapal Ikan). Posisi Nelayan dalam Sistem Rantai Pasok dan Nilai sangat tidak diuntungkan (marginal).

Pada saat nelayan tidak bisa melaut (sekitar 3 bulan dalam setahun), karena musim paceklik ikan atau cuaca buruk; Nelayan tidak punya matapencaharian alternatif (nganggur); pinjam uang dari rentenir dengan bunga yang sangat tinggi (5 – 10 % per bulan); Saat musim panen (banyak ikan), kelebihan pendapatan untuk bayar rentenir (bukan untuk menabung); kemiskinan nelayan.

Disamping itu, sistem bagi hasil antara pemilik Kapal Ikan dan nelayan ABK belum adil (win-win); Pemilik Kapal Ikan umumnya makmur, sedangkan nelayan ABK miskin; IUU (Illegal, Unregulated, and Unreported) fishing; Penggunaan teknologi penangkapan yang merusak lingkungan; Kebanyakan usah budidaya ikan dikerjakan secara tradisional.

Selanjutnya, penggunaan benih (benur) yang tidak unggul (SPF, SPR, dan fast growing), karena katersediaannya terbatas atau harganya mahal; Produktivitas rendah atau gagal panen; Harga pakan terus naik, sementara harga jual ikan hasil budidaya naiknya lambat atau stagnan.  Padahal, sekitar 60% total biaya produksi budidaya untuk pakan.

Kebanyakan pembudidaya ikan belum menerapkan Best Aquaculture Practices: (1) penggunaan benih unggul, (2) pakan berkualitas dan manajemen pemberian pakan, (3) pengendalian hama & penyakit, (4) manajemen kualitas air, (5) pond engineering (lay out, desain, dan material media), dan (6) biosecurity.

Hingga September 2021, kata Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara), tingkat kemiskinan Prov. Sumatera Utara sebesar 8,49% (urutan ke-18 dari 34 Provinsi di Indonesia). Kemudian tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Prov. Sumatera Utara sebesar 6,33% (Urutan ke-9 dari 34 Provinsi di Indonesia)

Lalu GINI rasio Prov. Sumatera Utara sebesar 0,31 (terendah ke-5 dari 34 Provinsi di Indonesia). Bahkan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Prov. Maluku Utara sebesar 72,00 (urutan ke-15 dari 34 Provinsi di Indonesia). “Pada 2021, PDRB Prov. Sumatera Utara berada diurutan ke-5, sementara PDRB per kapita ke-13 dari 34 Provinsi di Indonesia,” kata Honorary Ambassador of Jeju Islands dan Busan Metropolitan City, South Korea itu.

Prof. Rokhmin mengimbau, Pemerintah wajib menyediakan sarana produksi dan perbekalan melaut (kapal ikan, alat tangkap, mesin kapal, BBM, energi terbarukan, beras, dan lainnya) yang berkualitas tinggi, dengan harga relatif murah dan kuantitas mencukupi untuk nelayan di seluruh wilayah Provinsi Sumut; Pemerintah menjamin seluruh ikan hasil tangkapan nelayan di seluruh wilayah NKRI dapat dijual kapan saja dengan harga sesuai ‘’nilai keekonomian” (menguntungkan nelayan).

“Pada saat nelayan tidak bisa melaut, karena paceklik ikan maupun cuaca buruk (rata-rata 3 – 4 bulan dalam setahun), pemerintah wajib menyediakan mata pencaharian alternatif (perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, pariwisata bahari, agroindustri, dan potensi ekonomi lokal lainnya). Supaya nelayan tidak terjerat renternir, seperti selama ini,” sebutnya.

Selain itu, lanjutnya, evaluasi dan perbaikan sistem bagi hasil antara pemilik kapal dengan nelayan ABK supaya lebih adil dan saling menguntungkan; Pemerintah membantu membangun kawasan pemukiman nelayan yang bersih, sehat, cerdas, produktif, aman, dan indah. “Sehingga, nelayan beserta anggota keluarga bisa hidup dan tumbuh kembang dengan sehat, cerdas, produktif, dan berakhlak mulia,” ujar Prof.Rokhmin.

Kemudian, mengadakan penyuluhan dan pendampingan manajemen keuangan keluarga agar nelayan dan anggota keluarganya bisa hidup ‘tidak lebih besar pasak dari pada tihang’, seperti pembatasan jumlah anak, gemar menabung, dan lainnya. “Selain kerja cerdas dan keras sebagai nelayan, mereka harus meningkatkan iman, taqwa, dan doa kepada Tuhan YME menurut agama masing-masing,” tuturnya.

“Revitalisasi semua unit usaha (bisnis) budidaya laut (mariculture), budidaya perairan payau (coastal aquaculture), dan budidaya perairan darat untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, inklusivitas, dan keberlanjutan (sustainability) nya,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama, Prof Rokhmin Dahuri mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono bersama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, Mulyadi Simatupang dan Ketua Pelaksana NSMA2022, Rizal Ardjuna secara resmi membuka EXPO "North Sumatera Marine and Aquaculture 2022" yang di selenggarakan oleh PT. Karsa Kreativindo di Medan.

North Sumatera Marine and Aquaculture 2022 di ikuti oleh Kementrian KKP, Kementrian Desa, KLHK, Balai Benih, UPT dan Balai konservasi, Perusahaan Rintisan berbasis IOT, Industri alat tangkap dan perlengkapan, Industri pengolahan hasil perikanan, Logistic dan Cold storage, Permerintah Prov/Kota/Kab. serta BUMDES/Koperasi/UMKM yang di gelar dari tanggal 23-24 Maret di Medan Club, Kota Medan Sumut.

Event Kelautan dan Perikanan dilaksanakan secara terintegrasi dengan diadakannya seminar, pameran dan workshop serta Restorasi dan penanaman mangrove yang akan di lakukan pada bulan Juni.

Komentar