Sabtu, 20 April 2024 | 15:40
OPINI

Penyelundupan Hukum Tentang Bakamla Berpotensi Menjerumuskan Presiden Melanggar UUD 45

Penyelundupan Hukum Tentang Bakamla Berpotensi Menjerumuskan Presiden Melanggar UUD 45
Presiden Joko Widodo (Seskab)

Tahun 2024 tinggal kurang lebih 3 tahun lagi. Tapi syahwat kekuasaan dari beberapa gelintir orang sepertinya sudah tidak tertahan lagi. Mereka secara sistematis politis berupaya menggiring agar Presiden Jokowi melanggar UUD 45. Dengan adanya pelanggaran terhadap UUD 45 itu dapat dengan mudah menggiring opini masyarakat untuk membuat kegaduhan politik yang dapat saja berakhir diturunkannya Presiden Jokowi dari kursi Kepresidenan. 

Penjerumusan agar Presiden melanggar UUD 45 itu dilakukan dengan cara melakukan penyeludupan hukum dengan cara memalsukan materi dari pasal 69 UU 32/2014 tentang Kelautan, yang aslinya mengatur tentang Tata Kelola Dan Kelembagaan Laut disulap alias dipalsukan menjadi Tata Kelola Keamanan, Keselamatan Dan Penegakan Hukum Di Wilayah Perariran Indonesia Dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia.

Dengan adanya pemalsuan ini maka Peraturan Pemerintah itu akan berjudul   Peraturan pemerintah Tata Kelola Keamanan, Keselamatan Dan Penegakan Hukum Di Wilayah Perariran Indonesia Dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia. Dengan judul seperti itu dengan sangat mudah kemudian akan dipublikasikan bahwa presiden melanggar UUD 45 dengan cara membuat Peraturan Pemerintah yang tidak sebagaimana mestinya.

Presiden dapat terseret sebagai pelanggar UUD 45, karena menurut Pasal 5 ayat (2) UUD 45 bahwa Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya.  
 
Pasal 5 ayat (2) UUD 45, yang selengkapnya berbunyi: "Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya".
 
Apa yang dimaskud dengan “menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya?"

Pada Penjelasan Pasal 12 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang telah diubah dengan UU 15 tahun 2019 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya" adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-undang yang bersangkutan.

Mengalir dari penjelasan ini, maka sangat jelas bahwa materi Peraturan Pemerintah yang ditetapkan oleh Presiden tidak boleh menyimpang Undang-undang yang bersangkutan. Bila Peraturan Pemerintah yang ditetapkan oleh Presiden menyimpang dari Undang-udang yang bersangkutan maka dapat dikatakan bahwa Presiden telah melanggar UUD 45.

Kenyataan yang ada sekarang ini judul yang seharusnya berbunyi Tata Kelola Dan Kelembagaan Laut dipalsukan atau diganti dengan phrasa Tata Kelola Keamanan, Keselamatan dan Penegakan Hukum Di Wilayah Yurisdiksi Indonesia, yang artinya sudah menyimpang dari Undang-undang yang bersangkutan.

Tidak hanya judul, bahkan keseluruhan materi dari isi rancangan Peraturan Pemerintah Tata Kelola Keamanan, Keselamatan Dan Penegakan Hukum Di Wilayah Perariran Indonesia Dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia pun ikut dipalsukan.
 
Mulai dari pasal 1 sampai pasal 58 rancangan Peraturan Pemerintah Tata Kelola Keamanan, Keselamatan Dan Penegakan Hukum Di Wilayah Perariran Indonesia Dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia semuanya mengatur tentang Bakamla. Padahal pasal 69 UU32/2014 tentang Kelautan sama sekali Tidak Mengatur Bakamla.

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa Presiden Jokowi dalam membuat Peraturan Pemerintah menyimpang dari Undang-undang yang bersangkutan sehingga tidak menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya sebagaimana yang diatur pada Pasal 5 ayat (2) UUD 45. Hal yang demikian ini pada ujungnya dapat dengan mudah dipelintir bahwa Presiden Jokowi telah melanggar UUD 45.

Dari infornasi yang saya dapat, rapat yang dilaksanakan di Kemenkopolhukam untuk membahas rancangan Peraturan Pemerintah Tata Kelola Keamanan, Keselamatan Dan Penegakan Hukum Di Wilayah Perariran Indonesia Dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia ini sudah dua kali dilaksanakan dan dua kali pula mengalami dead lock. Para peserta rapat sebagian besar menolak rancangan itu, karena mereka sadar bahwa apa yang tertulis itu semuanya palsu.

Yang justru bersikeras untuk mempertahankan rancangan Peraturan Pemerintah yang dipalsukan itu adalah para personel Bakamla dan para personil Kemenkopolhukam. Hal ini sangat aneh bin ajaib. Ada apa dengan para personel Bakamla dan Kemenkopolhukan ini? 

Mereka bukan orang-orang bodoh, sudah pasti dengan sangat mudah dapat membedakan mana yang sesuai dengan aturan perundangan dan mana yang dipalsukan.

Akan tetapi dari fakta yang ada, pemalsuan seperti ini bukan hal yang baru bagi Bakamla. Lihatlah pada semua kapal-kapal Bakamla ditulis besar besar INDONESIA COAST GUARD. Demikian juga nama kapal-kapal Bakamla menggunakan status Kapal Negara (KN) Misalnya KN Tanjung Datu. Bakamla itu adalah Coast Guard Palsu. Demikian juga status Kapal Negara (KN) yang dipakai oleh kapal-kapal Bakamla juga palsu. Kepalsuan ini sepertinya didukung oleh Kemenkopolhukam, karena mereka diam saja.
 
Yang lebih menyedihkan anggota DPR mau saja dibohongi oleh Bakamla. Kebohongan Bakamla terhadap anggota DPR sangat terlihat pada kasus penangkapan Kapal Iran. Semua tuduhan Bakamla terhadap kapal Iran, seperti keberadaan senjata, transfer bahan bakar, menutup nama kapal, mematikan AIS, yang dilaporkan oleh Kepala Bakamla kepada DPR sebagai prestasi Bakamla, semuanya itu terbukti bukan merupakan pelanggaran hukum.  

Kebohongan Bakamla masih terus berlanjut dengan melaporkan ke DPR situasi Keamanan Laut, yang seakan akan itu tugas dari Bakamla. Padahal sangat jelas dalam UU 32/2014 tentang Kelautan, tugas Bakamla hanya melakukan Patroli saja.

Kebohongan dan pemalsuan yang dilakukan oleh Bakamla ini sebenarnya sangat terlihat. Coba cari dalam UU 32/2014 tentang Kelautan yang menjadi dasar pembentukan Bakamla, di situ sama sekali tidak disebutkan bahwa Bakamla adalah Indonesia Coast Guard, tidak disebutkan juga bahwa kapal-kapal Bakamla berstatus Kapal Negara (KN).

Yang lebih disesalkan lagi, Kemenkopolhukam yang seharusnya mengontrol Bakamla  malah ikut menjadi korban pemalsuan dan kebohongan Bakamla.
 
Alasan yang dipakai selalu adalah politik hukum Presiden untuk membentuk Indonesia Coast Guard. Memang benar Presiden Jokowi telah memerintahkan Kepala Bakamla untuk melakukan transformasi Bakamla menjadi Indonesia Sea and Coast Guard. Tapi yang dilakukan bukannya transformasi, malah membentuk Tata Kelola Keamanan, Keselamatan Dan Penegakan Hukum Di Wilayah Perariran Indonesia Dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia yang dapat menyeret Presiden Jokowi sebagai pelanggar UUD 45.

Untuk melaksanakan transformasi Bakamla menjadi Indonesia Sea and Coast Guard itu sangat mudah. Transformasi menurut KBBI artinya ubah bentuk. Sehingga transformasi Bakamla menjadi Indonesia Sea and Coast Guard itu arti merubah dasar hukum pembentukan Bakamla dari UU 32/2014 tentang Kelautan menjadi UU 17/2008 tentang Pelayaran. Perubahan itu cukup dengan membuat Peraturan Pemerintah tentang pembentukan Sea and Coast Guard berdasarkan UU 17/2008 tentang Pelayaran yang rancangannya sudah ada, tapi aneh bin ajaib, belum direspons oleh Kemenkopolhukam.

Oleh karena itu, pembahasan rancangan Tata Kelola Keamanan, Keselamatan Dan Penegakan Hukum Di Wilayah Perariran Indonesia Dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia  yang penuh dengan kepalsuan ini agar dihentikan saja.

Apabila pembahasan tentang rancangan Tata Kelola Keamanan, Keselamatan Dan Penegakan Hukum Di Wilayah Perariran Indonesia Dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia  masih tetap dilanjutkan, sudah seharusnya Kapolri, dan Kepala Badan Intelijen Negara, segera memeriksa para personel Kemenkopolhukam yang terlibat dalam pemalsuan ini, demikian juga Panglima TNI, KSAL dan Ka BAIS TNI agar segera memanggil dan memeriksa para personel militer Bakamla yang ikut terlibat dalam proses pemalsuan materi rancangan Peraturan Pemerintah ini.

Perbuatan mereka ini tidak boleh dibiarkan karena dapat mengakibatkan kegaduhan Politik dimana Presiden Jokowi dapat tertuduh sebagai pelanggar UUD 45.

 

Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto

Komentar