Jumat, 19 April 2024 | 11:44
NEWS

Tangkal Paparan Ideologi Asing, Mantan Kabareskrim Nurfaizi Perkenalkan Konsep 'The Greatwall Interception of Indonesia'

Tangkal Paparan Ideologi Asing, Mantan Kabareskrim Nurfaizi Perkenalkan Konsep 'The Greatwall Interception of Indonesia'
Diskusi Strategi Institute (Dok Istimewa)

ASKARA - Mantan Kabareskrim Polri dan Dubes RI Untuk Mesir, Komjen (Purn) Nurfaizi Suwandi menyebutkan, Indonesia membutuhkan semacam benteng guna menangkal paparan ideologi asing selain Pancasila.

Nurfaizi mengenalkan konsep "The Greatwall Interception of Indonesia", merupakan konsep keamanan berbasis teknologi informasi dan seperti tembok yang dapat membentengi rakyat Indonesia dari pengaruh luar. 

“Jadi konsep The Greatwall Interception of Indonesia tembok yang membentengi Indonesia dari pengaruh luar maupun ke dalam kalau diterapkan bisa mengamankan internal,” kata Nurfaizi dalam diskusi Strategi Institute, bertajuk Pancasila dalam Tindakan: Membangun Ekosistem Keamanan Nasional Mewujudkan Indonesia Tangguh secara hybrid, Rabu (30/6). 

Menurut Nurfaizi, pemerintah perlu membuat suatu undang-undang (UU) yang dapat membentengi serta mengakomodasi beragam tantangan dalam program sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Pasalnya, UU yang ada kini belum bisa memenuhi kebutuhan itu. 

“Kalau kita lihat dari kacamata itu, maka kita dapat menemukan sesuatu yang harus kita laksanakan sekarang. Yaitu kita harus mempunyai UU yang membentengi, mengakomodasi tantangan-tantangan kita ke depan, kendala-kendala yang kita hadapi di depan ini,” ucapnya.

Sementara, Akademisi Unpad, Muradi mengatakan, sistem integritas keamanan nasional saat ini belumlah sempurna. Dikatakan, ada yang perlu dibersihkan, seperti pencurian data base dengan payung besar Undang-undang Keamanan Nasional. 

"Harus clear di antara aktor keamanan, tata kelola harus diperjelas begitu juga sarana dan prasarana,” ujar Muradi.

Selain itu, kata Muradi, isu yang muncul dari dalam negeri akan membuat tidak fokusnya pengeloaan ancaman dari luar. Jika isu dari dalam masih muncul, pemberdayaan dan fokus keamanan menjadi tidak efektif lantaran komponen keamanan Indonesia sudah bersih, tinggal pelaksanaannya.

Melihat masalah penting ekosistem keamanan, Muradi juga menyampaikan perlunya 3 pihak yang menjadi aktor.

“Intelejen, polisi serta militer menjadi 3 pihak yang menjadi aktor penjaga keamanan yang harus diaktifkan dalam membuat ekosistem yang terintegrasi baik demi menjaga keamanan nasional,” tegas aktivis asal Bandung ini.

Sementara, Romo Benny mengomentari masalah yang terjadi di era digitalisasi terkait masih munculnya persoalan bangsa mengenai ideologi.

“Kita harus membangun budaya kuat untuk menghadapi teknologi informasi, sehingga banyak yang jatuh pada hoaks yang viral, energi habis untuk merespons isu dan sudah seharusnya kita harus bergerak maju dan meninggalkan konflik,” ujar Staf Khusus Dewan Pengarahan BPIP ini. 

Sekertaris Dewan Nasional Setara Institute ini juga mengatakan, jika Pancasila final maka sudah waktunya diaktualisasikan kepada tindakan dan kebijakan. Sebab selama ini Pancasila hanya merupakan lips service, verbatim tanpa pembatinan hingga berhenti dalam jargon.

Sedangkan Boni Hargens mengungkapkan, banyaknya kepentingan memunculkan narasi mengenai ketidakadilan struktural yang sudah lama terpelihara di Indonesia saat ini.

Menurut Boni, pentingnya penguatan keamanan yang juga berarti adanya rekonsiliasi dan penghentian ketidakadilan sehingga penguatan di dalam dapat berujung pada penguatan menghadapi tantangan dari luar.

“Perkuat ekonomi dengan kemakmuran dan kegotongroyongan diharapkan dapat mengikis ekstrimitas dan radikalisme yang berujung perpecahan,” kata Boni Hargens.

Komentar