Jumat, 03 Mei 2024 | 14:13
NEWS

5 Media Lokal Myanmar Dibredel karena Aktif Beritakan Kudeta

5 Media Lokal Myanmar Dibredel karena Aktif Beritakan Kudeta
Ilustrasi Pers (Dok Media Indonesia)

ASKARA - Militer Myanmar yang saat ini memegang penuh kendali negara tersebut telah membatasi laporan media lokal terkait kudeta maupun demonstrasi.

Alhasil militer Myanmar telah mencabut lisensi lima media lokal, di antaranya Mizzima, DVB, Khit Thit Media, Myanmar Now dan 7Day News. Kelima media tersebut diketahui aktif meliput kudeta sejak awal bulan lalu.

"Perusahaan media ini tidak lagi diizinkan untuk menyiarkan, menulis, atau memberikan informasi dengan menggunakan platform media apa pun atau menggunakan teknologi media apa pun," kata militer di stasiun televisi MRTV, seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (9/3).

Pemberitaan mengenai situasi protes seringkali terbit dalam video siaran langsung secara online. Bahkan, kantor Myanmar Now digerebek otoritas setempat pada Senin (8/3), sebelum pencabutan izin itu keluar.

Terlebih pihak berwenang Myanmar telah menahan puluhan jurnalis sejak kudeta, termasuk seorang reporter dari Myanmar Now dan Thein Zaw dari Associated Press.

Militer Myanmar telah melakukan kudeta kekuasaan terhadap pemerintahan sejak 1 Februari 2021. Di bawah kekuasaan militer, kepolisian Myanmar terus melakukan kekerasan terhadap jurnalis.

Sedikitnya 22 jurnalis, termasuk enam jurnalis yang masing-masing bekerja di Associated Press, Myanmar Now, Myanmar Photo Agency, 7Day News, Zee Kwet Online News, dan jurnalis lepas ditahan.

Mereka dituduh telah melanggar undang-undang ketertiban umum karena menyebabkan ketakutan dan menyebarkan berita palsu dengan ancaman tiga tahun penjara.

Militer juga sempat membatasi dan menghentikan akses internet dan komunikasi di beberapa daerah Myanmar tanpa aturan yang jelas.

Menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP) hingga 4 Maret 2021, tercatat ada 1.507 orang ditangkap, sekitar 1.200 orang masih di balik jeruji besi dan 50 orang meninggal dunia diterjang peluru tajam. 

Korban diperkirakan akan terus bertambah, mengingat sikap militer yang tidak peduli dengan ancaman sanksi dari masyarakat internasional.

 

Komentar