Pengalaman Mistis Para Penyelam Ketika Mencari Korban Sriwijaya Air SJ182
ASKARA - Sebaris doa kerap dilantunkan pada penyelam sebelum mengangkat jenazah korban Sriwijaya Air SJ182 dari bawah air.
Harapan menemukan keadaan korban selamat sepertinya tipis namun doa dan harapan mencari dan mengevakuasi korban tetap dilakukan dengan khidmat sebelum penyelam masuk air.
Komandan Kompi Basarnas Special Group (BSG) Charles Batlajary langsung memimpin doa para penyelam yang akan mengevakuasi. Dengan tenang ia bahkan tak sungkan hampir dua kali memanjatkan doa.
"Kita wajib memperlakukan jenazah dengan layak, mereka adalah saudara kita juga. Kita kirimkan doa terbaik agar evakuasi lancar dan diberi kemudahan bagi para penyelam," ujarnya di atas kapal KN SAR Wisnu yang membuang sauh di selatan Pulau Lancang, Kepualauan Seribu.
Reporter Hendrata Yudha yang tergabung dalam Indonesian Divers Rescue Team (IDRT) ikut terjun langsung ke kedalaman lautan. Dengan ditemani penyelam Surya Alamsyah dan Bayu Wardoyo, evakuasi jenazah yang sudah tidak lengkap itu berjalan perlahan-lahan.
Sepanjang daerah yang disisir dengan lebar 4 meter mereka menemukan banyak jenazah korban. Diperlukan kehati-hatian mengangkatnya karena ada yang tersangkut potongan besi atau terlilit kabel-kabel yang berserakan.
Kondisi bawah air dipenuhi potongan bagian pesawat dalam sebaran luas, bentuknya acak-acakan. Bahkan ada beberapa bagian logam yang bentuknya seperti kertas diremas.
Di permukaan ombak cukup setinggi satu meter namun di bawah laut tanpa arus. Jarak pandang juga relatif baik sekitar 3 meter. Walau demikian dari satu titik yang ditentukan, penyelam IDRT dan BSG belum menemukan potongan pesawat yang masih besar dan mudah dikenali.
Dalam penyelaman itu, Surya Alamsyah yang berada di sisi kiri Hendrata Yudha tampak tenang membuka kantung jenazah ketika rekannya mengangkat jenazah itu. Penyelaman pada sortie pertama dengan fokus evakuasi korban ini, mengangkat sekitar tiga kantung jenazah.
"Kondisi dasar 18 meter dan berlumpur, satu persatu diambil perlahan agar tidak membuat lumpurnya naik. Ini akan membuat jarak pandang di bawah air makin terbatas," jelas Bayu.
Selama di dalam air, tambah Bayu, semua panca indra menjadi sensitif. Perbedaan tekanan air dan adrenalin menjadi satu. Sebuah suara dan gerakan yang tiba-tiba membuat bulu kuduk berdiri.
"Kami tak cemaskan suasana bawah air karena kami yakin para korban yang kami tolong sepertinya menyungging senyum menyaksikan kerja relawan kemanusiaan ini. Kami berdoa meminta kekuatan batin agar dapat menyelesaikan kewajiban ini," ungkap Bayu.
Dia membayangkan para korban ini dulu adalah manusia yang memiliki perasaan, hati, nyawa dan orang-orang yang dicintainya. Dan mereka mungkin sudah tenang, dapat dikenali dan dievakuasi untuk dimakamkan dengan layak.
"Untuk itu, proses penanganan evakuasi dari bawah air diberlakukan dengan respek dan kehormatan pada jenazah," kata Bayu.
Komentar