Kamis, 25 April 2024 | 16:43
NEWS

Pengadilan Kota Münster Batalkan Larangan Adzan

Pengadilan Kota Münster Batalkan Larangan Adzan
(Hidayatullah/Net)

ASKARA - Pengadilan Kota Münster, Jerman memutuskan bahwa sebuah masjid setempat diizinkan untuk menyerukan adzan Salat Jumat, pada Rabu waktu setempat (23/9).

Keputusan itu menyusul banding yang diajukan Kota Oer-Erkenschwick menggugat keputusan pengadilan sebelumnya yang mencabut izin tersebut.

"Setiap masyarakat harus menerima bahwa orang lain melaksanakan ajaran agama mereka," kata hakim Annette Kleinschnittger.

Pengadilan sebelumnya memerintahkan agar masjid tersebut menghentikan seruan adzan mingguannya pada tahun 2018 setelah sepasang suami istri beragama Kristen, yang tinggal satu kilometer jauhnya dari masjid, mengajukan keluhan dengan alasan hak kebebasan beragama mereka untuk tidak ambil bagian atau terhindar dari peribadatan agama lain.

Namun, pengadilan berpendapat satu bagian dari undang undang kebebasan beragama yang dijuluki "undang undang kebebasan beragama negatif" yang dijadikan alasan oleh penggugat, bukan berarti memberikan hak kepada orang untuk tidak terpapar atau terhindar dari ekspresi beragama orang lain, melainkan melindungi orang dari pemaksaan untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan keagamaan.

Keluhan yang diajukan penggugat lebih fokus pada isi dari seruan adzan bukan pada suara bising yang ditimbulkannya, yang ditambahkan oleh pengacara pasangan itu bahwa hal itu tidak bisa dibandingkan dengan suara lonceng-lonceng dari gereja Kristen.

Sebelum izinnya dicabut, masjid itu mengumandangkan adzan hanya seminggu sekali setiap Jumat selama dua menit. Pihak masjid diberikan izin untuk menyuarakan adzan paling lama 15 menit.

Masjid tersebut berada di bawah naungan DITIB, organisasi payung kelompok muslim terbesar di Jerman yang mengelola 900 masjid. Para imam masjid yang dikelolanya dididik, didanai dan dikirim oleh pemerintah Turki. Organisasi ini berada dalam pantauan Dinas Intelijen Jerman.

Pengadilan Administratif Gelsenkirchen, yang mencabut izin masjid itu pada 2018, dalam putusannya mengatakan petugas hanya mempertimbangkan tingkat kebisingan saja saat memproses perizinannya dan tidak cukup berkonsultasi dengan penduduk setempat untuk mengetahui sejauhmana penerimaan mereka terhadap kumandang adzan.

Namun demikian, putusan pengadilan tersebut tidak setuju bila seruan adzan dianggap melanggar kebebasan beragama orang yang mendengarnya. (hidayatullah)

Komentar