Apakah Papa Merasa Malu Dengan Diri Saya?
Melalui pertanyaan tersebut, saya merasa seperti ditampar oleh Mbak Wied dan juga baru sadar. Bahwa hampir 25 tahun masa perkawinan kami ini, saya tidak pernah menghargai kehadirannya dari Mbak Wied.
Mbak Wied itu tipe khas perempuan Jawa 100%, dimana ia hanya ingin berada di belakang sang suami untuk mengabdi dan mengurus sang suami saja secara all out 24 jam dan tujuh hari seminggu.
Saya punya hobi dansa bahkan dinobatkan sebagai juara Rock n Roll. Namun di sisi lain saya sendiri tidak pernah dan mau mengajarkan Mbak Wied dansa, bahkan sering kali pergi ke dugem sendirian.
Mbak Wied tidak pernah mau mejeng entah dimana pun juga ia berada, oleh sebab itu ia tidak mau bergabung di medsos, bahkan hampir tidak pernah mau selfie. Mbak Wied merasa dirinya sudah tua dan tidak pantas lagi untuk mejeng seperti layaknya gadis ABG. Bahkan kalau diminta kami foto berdua pun ia sering menolak, karena Mbak Wied merasa sudah tidak pantes lagi untuk dipublikasikan.
Believe it or not, dalam satu tahun paling banyak Mbak Wied itu hanya dua kali saja pergi ke salon dan inipun hanya sekedar untuk potong rambut saja kalau sudah kepanjangan, karena ia tidak bisa lakukan sendirian. Mbak Wied tidak memiliki kosmetik entah apapun juga, ia bilang buat apa beli kosmetik hanya sekedar menghamburkan uang, biarlah saya tampil alami apa adanya tanpa dipoles.
Hobi Mbak Wied hanya masak dan berdoa, sedangkan saya sendiri bergabung dengan berbagai macam klub,. Namun Mbak Wied hanya mau bergabung dalam satu persekutuan doa saja, dimana para anggotanya pun hanya para lansia di atas 60 tahun.
Namun kemarin adik saya Gwat menegor saya, “Pel kamu sih kebangetan sekali, masa foto istri yang begitu cantik tidak pernah kamu mau tampilkan, namun pada saat ia gundul dengan rasa bangga kamu tampilkan di medsos? Bukankah apa yang kamu lakukan itu seperti juga melecehkan Wied? Apakah tidak kasihan sama Mbak Wied?”
Saya mau menampilkan foto Mba Wied di Profil FB, hanya dalam bentuk karikatur saja. Seakan-akan foto Mbak Wied tidak layak untuk ditampilkan di FB. Namun di sisi lain, koleksi foto saya sendiri yang ada di FB - 99% terdiri hanya dari foto saya sendirian dan foto ketika saya mejeng dengan gadis-gadis lainnya. Hampir tidak pernah dengan Mbak Wied istri sendiri. Jadi wajarlah apabila Mbak Wied mengajukan pertanyaan dgn wajah sedih, “Apakah Papa merasa malu dengan penampilan diri saya?”
Mbak Wied tidak ingin ditampilkan fotonya sendirian, melainkan hanya sekedar foto dimana ia bisa tampil bareng berdua dengan saya. Maklum ia ingin diakui dan dihargai sebagai istrinya Mang Ucup!
Apakah permohonan ini terlalu berat dan terlalu aneh, apabila sang istri ingin ditampilkan bareng bersama suami? Selama 25 tahun perkawinan kami, saya hampir tidak pernah menampilkan foto bareng dengan Mbak Wied di medsos. Jangankan pada hari HUT Mbak Wied, bahkan pada hari ulang tahun pernikahan sekalipun, foto bersama dengan ucapan selamat pun tidak ada.
Apakah permohonan ini terlalu sulit dan berat untuk dikabulkan? Namun pada saat Mbak Wied sudah jadi gundul, bahkan foto inilah yang dengan rasa bangga saya tampilkan, dimana akhirnya saya baru sadar setelah ditegur oleh Gwat.
Hal ini sangat memalukan bahkan sangat menyakitkan sekali perasaan Mbak Wied, namun seperti biasa dalam hal ini ia hanya diam dan terima dengan tidak berkomentar apapun juga. Kalau hanya sekedar narsis saja mungkin masih bisa dimaafkan; namun apa yang telah saya lakukan itu sudah bisa dinilai tidak bisa menghargai sang istri.
Oleh sebab itu dalam kesempatan ini, saya hendak mengucapkan banyak terima kasih atas begitu banyaknya komen untuk foto dari Mbak Wied yang telah bisa mengangkat dan mengembalikan harga diri Mbak Wied kembali. Dan dalam kesempatan ini juga secara terbuka saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Mbak Wied dengan ucapan, “I love You”.
Mang Ucup
Menetap di Amsterdam, Belanda