Sabtu, 18 Mei 2024 | 03:13
COMMUNITY

Rumah Kos Bekas Pesugihan (7)

Rumah Kos Bekas Pesugihan (7)
Ilustrasi. (Joachimart)

ASKARA - Pagi ini kelabu dan gelap dan sedikit mendung. Dan seperti biasa setiap pagi selalu ada drama sebelum berangkat kerja. Aku dan Ani berangkat lebih awal karena ada urusan yang harus kami kerjakan sebelum jam kerja masuk.

Benakku masih saja memikirkan rumah kos kami dan kejadian yang kualami malam tadi. Aku penasaran dengan kamar kosong di samping kamarku. Kedua hal itu benar-benar mengganggu pikiranku. Jam pulang akhirnya tiba juga. Aku bergegas merapihkan barang-barangku. Sesampainya di rumah. Aku mandi dan duduk di ruang tamu. Semua teman-temanku belum ada yang sampai rumah, mungkin mereka lembur atau langsung pergi ke suatu tempat. Aku tidak tau.

Di atas meja ada jepitan kawat. Enggak tau kenapa, pas lihat jepitan itu otakku yang isinya cuma kekepoan ini tiba-tiba aktif. Langsung kuambil jepitan kawat itu dan kurenggangkan. Aku jalan ke kamar kosong yang ada di samping kamarku. Aku mempraktekkan adegan maling yang ada di tv, membuka pintu menggunakan jepitan. Aku membungkuk lalu memasukkan kawat ke dalam lubang kunci lalu memutar-mutar dan mengorek-ngorek lubang kunci itu, berharap kunci pintunya bisa terbuka.

"Buh! Ngapain kau ini?" tanya Muh yang gak tau kapan datengnya. 

"Aku mendongak, melihat ke arah Muh beberapa detik dan kembali fokus membuka kunci pintu. "Mau membuka kamar ini. Aku penasaran dengan isinya."

Muh berjalan mendekatiku. "Lah kan udah dibilangin sama pemilik rumahnya ini gudang."

"Sini!" ujarku, aku memegang tangannya Muh dan menariknya dengan sedikit kasar aku berjalan keluar sampai di depan teras. 

"Duduk di sini!" aku mau cerita sesuatu padamu. 

"Ada apa sih?" tanya Muh penasaran. 

Aku menghela nafas mengusap wajah dengan kedua tanganku. Lalu duduk di teras. Emang sepertinya aku harus berterus terang dan menceritakan pada Muh apa yang aku alami dan yang aku ketahui. 

"Aku mau ngomong sesuatu tapi kamu harus janji jangan cerita dengan yang lain."

"Apaan sih?" 

"Janji dulu."

"Iya janji, buruan mau ngomong apa? Jangan-jangan kau mau menembakku ya?"

"Bukan itu, aku penasaran sama kamar kosong itu," ujarku. Kupikir kalau aku cerita pada Muh dia bisa membantuku ngepoin isi kamar kosong itu.

"Astaga Buh, kan itu cuma gudang, ngapain penasaran sama isinya. Ya udah pasti barang-barang rongsok gak berguna lah."

"Bang, abang inget gak pas abang ketindihan, sesudah kita makan jajan pasar buat sesajen?"

"Iya kenapa?"

"Kan abang bilang ada bayangan hitam tinggi besar berdiri di dekatmu kan, sampai kau gak bisa gerak. Terus habis itu Sigit juga ketindihan, dia bilang ada bayangan hitam tinggi besar berdiri menginjak dadanya. Terus tadi malam si Ifa juga ketindihan, dia bilang ada sosok hitam tinggi besar tiba-tiba menimpanya dari atas. Coba pikir kenapa kalian bertiga mengalami hal sama?"

Muh yang tadinya duduk di kursi dia beranjak turun duduk di lantai mendekat padaku," iya juga ya Buh. Kok bisa samaan gitu, njir baru ngeh aku."

"Kau tau pas dapur berantakan, aku di dalam kamar denger orang mengerang, suaranya agak berat. Kupikir itu kamu atau Sigit. Jadi ya aku gak terlalu memikirkannya. Pas aku di rumah sendirian sebelum Ani dateng dari dalam kamar itu ada suara berisik seperti meja dipukul-pukul lalu suara seperti barang jatuh dan di luar ada sekelebatan orang melintas. Aku kirain itu maling. Lalu pas Ani dateng aku tidur, di belakangku ada yang ikut tidur ngelonin aku, tangannya memelukku karena kamarnya gelap remang-remang aku gak bisa lihat itu tangan siapa. Yang jelas putih pucet terus dingin."

"Masa sih? Terus kamu gimana?"

"Langsung bangun dan lari keluar kamar lalu tidur di kamarnya Ani. Dan tadi malam aku ada di luar rumah kan jam 12 malam. Itu awalnya aku denger suara orang nyapu, aku keluar lalu ada nenek-nenek di depan pagar sambil memegang sapu. Udah dua kali nenek itu di depan kos kita."

"Lah nenek itu siapa?"

"Hantu, awalnya dia kukira manusia, dua kali aku ketemu sama dia. Yang pertama dia berdiri di depan gerbang, pas jam dua malam aku mau solat tahajud, kran di dalam mati. Yang ke dua tadi malam dia berdiri bawa sapu. Aku menyuruhnya pulang. Tapi melihat dia jalan pelan-pelan aku gak tega. Aku berniat mengantarnya. Terus nenek itu kupanggil, pas nengok ya Allah bang mukanya hancur, hi... Aku langsung memejamkan mata dan berdiri mematung sampai kau dan Sigit datang."

"Dasar bodoh, kenapa gak lari. Kalau umpamanya hantu itu nyekek kamu gimana?"

"Ya aku mati. Terus aku jadi hantu balas dendam. Lagian orang takut mana kepikiran mau lari."

"Jujur aku juga curiga dengan rumah ini. Soalnya ada monyet di sini, pas dicari monyet itu gak ada. Aku curiga yang punya rumah melakukan pesugihan."

"Katanya bapak penjual soto, di rumah ini sebelum kita dateng tinggal di sini. Rumah ini udah kosong selama 2 tahun. Penghuni terakhir rumah ini istrinya meninggal kecelakaan ditabrak truk bersama anak bungsunya. Sebelum kecelakaan katanya dia kesurupan di sekitar rumah ini. Mayatnya sempet dibawa ke rumah ini. Setelah itu gak ada lagi yang nempatin rumah ini."

"Heh," ujar Muh sambil memukul dengkulku. "Kamu benar benar ingin melihat isi kamar kosong itu?"

Aku menganggukkan kepala. "Kau mau membantuku membukanya?"

"Gak usah dibuka. Kita ke samping rumah. Kan di sana ada ventilasi udara. Nanti kamu aku panggul terus intipin dalemnya."

"Oke, ayok!"

Kami pun jalan ke samping rumah. Muh jongkok sambil berpegangan dinding. Sedangkan aku naik di pundaknya. "Allahuakbar... Astaga Buh kamu ini ternyata kecil-kecil berat juga."

"Pahalaku banyak," jawabku. Aku mulai mengintip kamar kosong ini. 

"Bang geser ngiri dikit!"

"Buruan Buh, udah kelihatan belum? Jangan lama-lama. Duh encok ini aku lama-lama gendong kamu."

"Berisik, bentar lagi." 

Mataku menerawang melihat semua isi dalam kamar kosong itu. Kamar kosong ini sama sekali tidak seperti gudang. Aku agak kesulitan melihat isi di dalam kamar ini karena ventilasinya ditutup dengan kayu jadi aku hanya bisa melihat dari celah-celah kecil. Ditambah lagi pencahayaan yang minim membuatku tidak bisa melihat dengan jelas.

"Udah bang turunin." Muh jongkok perlahan-lahan sambil tetap berpegangan dinding. Aku turun dari bahunya Muh. 

"Ayo balik!"

"He...!" Muh manarik kaos belakangku. "Main balik aja. Ceritain ada apa di dalam sana." Kami jalan kembali ke teras rumah.

"Gak kelihatan jelas tapi di dalam sana gak terlihat seperti gudang. Ada tempat tidur, lemari sama barang-barang berserakan. Terus ada kain merah terpasang di dinding sama tempat lilin."

"Kain merah?"
"Ho oh, kenapa bang?"

"Enggak, gak papa. Setahuku dinding yang dikasih kain merah itu biasanya ruangan untuk ritual."

"Maksudnya. Itu kamar bukan difungsikan untuk gudang tapi untuk ritual gitu?"

Muh menganggukkan kepalany." Tapi aku gak tau pasti, cuma pernah denger aja. Tapi bukan berarti kayak gitu kan."

"Apa kita nanya sama yang punya rumah aja bang?"

"Jangan, besok aja pas libur. Kamu ikut aku ke rumah pamanku."

"Ngapain?"

"Nanya sama dia, pamanku itu orang pinter."

"Seberapa pinter?"

"Ish kau ini." Muh menoyor kepalaku." Sabtu kita berangkat ke Tulungagung. Oke."

"Oke."

"Ya sudah aku mau mandi dulu."

Lima hari ini gak terjadi hal-hal aneh di rumah ini. Muhammad dan Sigit seperti biasa setiap malam mereka kelayapan. Sedangkan kita para ciwi-ciwi di rumah dan aku hampir melupakan hal buruk yang kualami beberapa waktu lalu.

Ya setidaknya untuk lima hari ini aku damai berada di rumah ini. Kondisi kembali normal. 

Pagi ini aku dan Muh pergi ke Tulungagung.

"Mau ke mana Muh?" tanya Sigit.

"Mau piknik sama Subuh, ya Buh ya?"

"Yoman...," jawabku.

"Piknik ke mana kalian?" sahut Ifa.

"Kepo loe!" jawab Muh sambil memutar motornya.

"Kalian pacaran ya?" tanya Ani.

"Eh ngawur," jawabku.

"Lah itu pergi berduaan pake main rahasia-rahasiaan lagi."

"Iya, jangan-jangan kalian pacaran ya? He Buh jangan mau sama Muh. Dia itu udah punya cewek. Garangan dia itu," ujar Sigit.

"Bodo amat, ayo Buh pergi jangan berlama-lama sama orang-orang upluk seperti mereka," ujar Muh. 

Aku naik di jok belakang kita Muh jalanin motornya. Kami pergi meninggalkan mereka. 

Sampai di rumah pamannya Muh kami disambut baik oleh beliau. Kami ngobrol santai basa basi dan kemudian ke tujuan inti kami datang ke sini.

"Begini paman saya mau nanya. Jadi kan gini saya dan teman-teman kerja saya itu pindah kosan karena mes tempat tinggal kami sedang direnovasi. Jadi sama kantor kami dicarikan rumah kos sementara sambil nunggu mes kami jadi. Nah teman saya ini mengalami hal aneh selama tinggal di rumah kos itu."

"Iya paman," sahutku. "Dua hari setelah tinggal di situ, malamnya saya itu mendengar ada suara berisik di kamar kosong yang dijadikan gudang di samping kamar saya, lalu gak lama setelah itu dapur berantakan gak tau siapa yang ngacak-ngacak."

"Nah sebelum kejadian itu. Saya mencuri jajan pasar yang dijadikan sesajen sama pemilik rumah itu, katanya dia dan keluarganya memiliki tradisi naruh sesajen setiap malam Satu Suro untuk menghormati leluhur. Habis nyuri jajan sesajen itu saya ketindihan."

"Kamu itu rakus sih Muh. Udah tau sesajen malah diambil, untung gak celaka kamu," jawab paman.

"Terus paman, dua teman saya juga mengalami tindihan yang sama kayak Bang Muh, ngelihat sosok hitam tinggi besar. Kalau saya malah ngalamin hal lebih parah lagi. Saya tidur dikelonin hantu, terus jam 12 malam denger orang nyapu, saya keluar di depan gerbang ada nenek-nenek. Saya suruh pulang kan, tapi saya gak tega dia pulang sendirian. Terus saya panggil mau saya antar, pas nengok wajahnya hancur. Saya ketakutan langsung memejamkam mata dan berdiri mematung di jalan sampai Bang Muh datang," sahutku.

"Saya curiga paman sama si pemilik rumah. Jangan-jangan dia melakukan pesugihan karena saya dua kali memergoki ada monyet di rumah kos kami tapi pas dicari gak ada, gak tau hilang ke mana. Terus kemarin kamar kosong yang kita intipin itu ada kain merah dibentangkan di tembok dan tempat lilin serta barang-barang berserakan lainnya. Kata teman saya ini gak seperti gudang."

"Ya sudah nanti paman lihat, kalian di sana hati-hati. Dan kamu Muh jangan nyuri makanan sesajen sembarangan. Kalian mau nginep di sini? Masak kamu mau pulang Muh? Udah sore."

"Saya mau pulang ke rumah aja paman."

"Ya sudah kalau begitu gak papa. Tapi jangan balik ke kosmu sekarang. Malam-malam pulang besok saja."

"Iya paman."

Kami pun pamit pulang ke rumahnya Muhammad.

Wahyu Pujiningsih
(Pekerja swasta, pencinta alam, tinggal di Madiun)

Sebelumnya:
Rumah Kos Bekas Pesugihan (6)

Komentar