Jumat, 26 April 2024 | 10:35
NEWS

Ini Permasalahan RUU HIP yang Jadi Polemik

Ini Permasalahan RUU HIP yang Jadi Polemik
Ilustrasi. (Dok. depok.pikiran-rakyat)

ASKARA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan kronologis Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang kini menjadi polemik.

Pada Mei lalu, pemerintah menerima surat dari DPR RI perihal usulan RUU HIP yang telah disahkan melalui paripurna.

"Pada tanggal 22 Mei presiden menerima surat dari DPR usulan RUU HIP yang disahkan paripurna. Sudah ada di daftar inventaris masalah," ujarnya dalam webinar Asosiasi Profesor Indonesia, Rabu (24/6). 

Kemudian pada 8 Juni, Presiden Joko Widodo berkirim surat kepada dirinya untuk membahas RUU HIP. Polemik pun mulai ramai setelah itu. 

Penolakan keras salah satunya muncul dari Majelis Ulama Indonesia. MUI mengeluarkan delapan poin maklumat. Dalam poin ke tujuh seolah memancing pertentangan antara TNI dengan polri dan pemerintah. 

"Isinya seruan kepada umat Islam kalau ada apa-apa laporkan ke kantor TNI terdekat. Seolah-olah ini hanya urusan TNI. Butir delapan, umat Islam harus siap jika RUU HIP diloloskan. Tapi kita memaklumi itu," jelas Mahfud MD.

Ormas kegamaan lainnya seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan kelompok Islam kritis garis keras menyuarakan penolakan dengan kelompok purnawirawan TNI, akademisi kampus, dan kaum santri.

Pemerintah sendiri mengakui ada yang tidak tepat dalam RUU HIP. Dari sisi substansi menyangkut dua hal yang amat penting. Pertama, dalam RUU HIP memang menyebut beberapa TAP MPR namun, TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tak muncul tentang pembubaran PKI dan larangan penyebaran ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme. Sehingga muncul keributan. 

"Kenapa itu tak disebutkan, padahal menyangkut ideologi dan dasar negara. TAP MPRS ini sangat penting dan krusial tapi ini sudah diselesaikan. Artinya, semua stakeholder sudah sependapat bahwa TAP MPRS 25 Tahun 1966 itu berlaku," terang Mahfud MD. 

Kedua, ada poin pemerasan sari-sari Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila dalam Pasal 7 draft RUU HIP. Sementara konsep ini hanya dianggap sekadar sejarah usulan Bung Karno saat pembentukan Pancasila.

"Jadi, kenapa sekarang jadi istimewa, kenapa muncul ini dan akan dinormakan. Sebagai sejarah yang mau dinormakan, itu sudah diselesaikan," kata Mahfud MD. 

Secara substansial, baik pemerintah maupun pengusul sudah sependapat bahwa itu tidak bisa dimasukkan dalam undang-undang. 

"Kesimpulannya, tidak benar Pancasila diperas jadi Trisila atau Ekasila. Tidak benar dari sudut substansi kalau tak memasukkan TAP MPRS 25 Tahun 66," kata Mahfud MD. 

Komentar