Selasa, 21 Mei 2024 | 01:04
COMMUNITY

Romo Dwiko Sering Usir Setan Lucifer dari Diri Orang Kerasukan

Romo Dwiko Sering Usir Setan Lucifer dari Diri Orang Kerasukan
Romo Dwiko dan kembarannya Eko serta Chandra, teman sekolah di SMP Mikael Cimahi (Istimewa)

ASKARA - Eksorsisme adalah sebuah praktik untuk mengusir setan atau mahluk halus lainnya dari tubuh seseorang yang dipercaya tengah kerasukan setan atau dari suatu tempat yang dikuasai roh jahat. Praktik ini sudah cukup tua dan menjadi bagian dari sistem kepercayaan agama di berbagai negara termasuk agama Katolik.

Orang yang melakukan eksorsisme, dikenal dengan sebutan eksorsis, seringkali adalah seorang rohaniwan atau seseorang yang dipercaya memiliki kekuatan spiritual atau kemampuan khusus. Eksorsis dilakukan dengan mendaraskan doa-doa eksorsis disertai dengan peralatan-peralatan rohani yang dibutuhkan, seperti Stola, Salib, Buku Manual Eksorsis, Air Suci dan Minyak Suci.

Dalam agama Katolik, sang eksorsis selalu memohon bantuan dari Allah, Yesus Kristus, beberapa malaikat dan malaikat agung lainnya serta para santo dan santa untuk ikut campur di dalam eksorsisme.

Secara umum, orang yang sedang kerasukan setan tidak dianggap sebagai setan itu sendiri, dan sama sekali tidak bertanggung-jawab akan tindakan yang tengah terjadi atas dirinya sendiri. Oleh karena itu, para pelaku eksorsis lebih menganggap eksorsisme lebih sebagai suatu penyembuhan daripada suatu hukuman. 

Kitab Perjanjian Baru Kristiani sendiri mengikut-sertakan eksorsisme di antara keajaiban-keajaiban yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Karena hal ini, kerasukan setan ada dalam sistem kepercayaan Kristiani semenjak agama ini lahir, dan eksorsisme masih merupakan praktik yang dikenal di dalam agama Katolik, Ortodoks Timur dan beberapa denominasi Protestan. 

Pada umumnya orang mengenal eksorsisme dari film-film Hollywood, seperti The Exorcist, Constantine, The Conjuring, The Vatican Tapes, dan sebagainya. Namun jarang orang menyaksikan sendiri ritual eksorsisme secara langsung karena masih sedikitnya jumlah pelaku eksorsis saat ini. Salah satu rohaniawan yang memiliki kemampuan eksorsisme adalah Romo Bagus Dwiko, SJ.

Menurut Romo Dwiko, pada dasarnya konsep ritual eksorsisme ini dipusatkan pada doa, memohon bantuan kepada Tuhan untuk memulangkan setan ke rumahnya di neraka. Doa yang dipanjatkan bukan untuk membuat setan bertobat, tapi justru untuk menggebahnya pergi. Dan biasanya setan tidak dengan sukarela pergi dari orang yang dirasukinya. 

"Orang yang kerasukan setan, saat dihadapkan dengan eksorsisme, memberikan reaksi yang berbeda-beda, di luar nalar dan logika. Ada yang mengamuk dan mengumpat, bahkan ada yang merasa punya sayap dan bisa terbang," ujar Romo Dwiko, yang disarikan dari berbagai sumber dan kepada Askara.

Sejak tahun 2014, Romo Dwiko telah banyak melakukan pengusiran setan yang ribuan jenis bentuk dan rupanya, dan bukan seperti yang sering muncul dalam film televisi atau layar lebar. Menurut Romo Dwiko, mereka memiliki hierarki. Misalnya Lucifer, dibawahnya ada Belial, Beelzebul, Astaroth, dan lain-lain. Mereka bergerak dalam legion alias bala tentara. Jadi ketika seseorang dirasuki, bukan hanya ada satu setan tapi jumlahnya banyak. Ada koordinator lapangan, ada bawahannya.

"Belakangan, kasus yang ditangani makin kompleks dan berat. Kalau dahulu keroconya yang paling awal keluar. Kalau sekarang langsung bosnya, yaitu Lucifer yang langsung keluar menampilkan diri dan langsung saya sikat," kata Romo Dwiko.

Romo Dwiko kerap sekali bertemu Lucifer, hal itu terjadi pada hampir semua sesi eksorsis. Lucifer selalu bertindak sebagai komandan yang mengatur, membuat strategi dan taktik untuk tetap bertahan. 

"Sesi eksorsis memang cukup kompleks, penuh dengan tipu daya dan intrik. Maka salah satu hal yang taboo untuk dilakukan oleh seorang eksorsis adalah berdiskusi dengan setan pada saat berlangsungnya sesi eksorsis," jelas Romo Dwiko.

Ditambahkannya, beberapa pertanyaan yang perlu diajukan adalah seputar identitas si setan yang merasuki; "Siapa namamu?", "Ada berapa setan di dalam?".

Pada setiap sesi eksorsisme, ritual pembebasan dari setan, Romo Dwiko memang tidak pernah sendiri. Ia biasa ditemani sepuluh orang yang bertugas sebagai pendoa sekaligus penyanyi, enam orang yang memegangi orang kerasukan serta ditemani seorang romo eksorsis lainnya.

"Lucifer agak kesulitan bicara dalam bahasa Indonesia. Makanya dia bicara dalam bahasa Inggris. Kadang dia berbicara dalam bahasa Spanyol, Italia Latin atau Ibrani. Untuk mengelabui kita agar tidak mengerti tujuannya. Salah satu ciri orang kerasukan setan, adalah mendadak mampu berbicara dalam berbagai macam bahasa, termasuk bahasa kuno," jelas Romo Dwiko yang berkarya di Pastoral Mahasiswa Surakarta atau Parmas Surakarta.

Secara teologis, menurut Romo Dwiko, manusia diciptakan baik serupa citra Allah. Artinya setan tidak akan bisa menganggu. Namun ada hal tertentu yang dapat merusaknya, yaitu melalui perjanjian atau kontrak dengan setan. Perjanjian ini bisa dilakukan oleh leluhur atau orang itu sendiri lewat praktik animisme, perdukunan, pesugihan, maupun peramalan. Orang yang gemar menyimpan dan menyembah benda pusaka adalah salah satu diantaranya. Tak heran jika di Parmas terdapat banyak barang pusaka hasil sitaan Romo Dwiko.

Kebanyakan korban kerasukan setan yang menghadap Romo Dwiko didominasi oleh praktik pesugihan dan perdukunan. Karena itu ritual eksorsisme harus dilakukan dengan hati-hati. Salah satunya mengobservasi jika orang ini memang betul diganggu oleh kekuatan supranatural atau hanya mengalami gangguan kejiwaan.

“Kita harus sangat hati-hati membedakannya dengan penyakit psikologis karena gejalanya mirip. Beberapa di antaranya bahkan kayak orang normal, cuma hidupnya selalu penuh dengan penderitaan. Orang yang dirasuki bisa pergi ke gereja, berdoa, tapi tidak terjadi gejolak apa pun dalam hatinya,” ujar Romo Dwiko. 

Pekerjaan pelayanan sebagai seorang eksorsis memang tidak menarik. Wajar jika tidak banyak pastor eksorsis di seluruh dunia. Karena tidak ada stipendium alias amplop usai melakukan eksorsisme, malah harus ditolak. Malah profesi eksorsis bisa memancing caci maki orang. 

"Kami juga rentan difitnah, dicap romo klenik. Orang nggak bisa membedakan klenik dengan eksorsis," ujar Romo Dwiko.

Komentar