Sabtu, 11 Mei 2024 | 22:31
NEWS

Dilematis, Bayar Guru Honorer Pakai Dana BOS

Dilematis, Bayar Guru Honorer Pakai Dana BOS
Ilustrasi dana BOS (Aksesjambi/Siedoo)

ASKARA - Skema baru penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada satu sisi memberikan angin segar bagi satuan pendidikan, namun di sisi lain ada kekhawatiran sekolah belum transparan dan akuntabel dalam pengelolaan. 

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengapresiasi skema baru penyaluran dana BOS. Sebab dananya langsung ditransfer ke rekening sekolah, tidak lagi melalui rekening daerah yang berpotensi disalahgunakan oknum tertentu. 

"Tanpa meja birokrasi yang berbelit dan berpotensi koruptif. Termasuk skema penyaluran menjadi tiga kali setahun," ujar Wakil Sekjen FSGI Satriawan Salim kepada media, Kamis (13/2).

Sementara, perihal alokasi dana BOS maksimal 50 persen untuk upah guru honorer berpotensi diskriminatif. Sebab ada prasyarat guru honorer tersebut harus memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Kenyataannya sangat banyak guru honorer baik di sekolah negeri apalagi sekolah swasta yang belum punya NUPTK. 

Birokratisasi yang ribet dan menyusahkan guru menjadi salah satu penyebab banyaknya guru honorer belum mendapatkan NUPTK. 

"Maka dengan prasyarat NUPTK ini guru honorer tidak akan memperoleh upah dari dana BOS. Ini potensi diskriminasi yang dimaksud," beber Satriawan. 

Menurutnya, jika alokasi dana BOS untuk menggaji guru honorer sampai di angka maksimal 50 persen juga dilematis. Sebab sekolah-sekolah akan terhambat dalam pembangunan infrastruktur, pelatihan dan pembinaan guru.

"Itu karena 50 persen anggaran sudah tersita bagi gaji guru honorer," kata Satriawan. 

Semestinya, upah guru honorer menjadi tanggung jawab pemerintah daerah melalui APBD atau bersama dengan pemerintah pusat. Tapi bukan dari dana BOS. 

"Inilah yang kami dorong agar pemerintah daerah patuh kepada perintah UUD 1945 pasal 31 tentang anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBD dan APBN," ujar Satriawan.

Alih-alih pro terhadap guru honorer, pemerintah pusat sebenarnya tidak menyelesaikan persoalan sampai ke akarnya, hanya di permukaan saja. Kalau pemerintah pusat mau menyelesaikan persoalan semestinya para guru honorer yang sudah ikut seleksi menjadi Guru P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) secara nasional 2019 segera dibuatkan surat keputusan pengangkatan, penempatan, dan diberi gaji resmi oleh negara. Tapi nyatanya, para guru honorer yang dinyatakan lolos seleksi P3K itu tak kunjung diangkat, ditempatkan, dan digaji layaknya ASN. 

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, dana BOS tahun ini dapat dialokasikan maksimal 50 persen untuk pembayaran guru honorer. 

Sebelumnya, alokasi pembayaran guru honorer dari dana BOS dibatasi paling banyak 15 persen untuk sekolah negeri dan 30 persen untuk sekolah swasta.

"Lima puluh persen itu kan maksimal dan itu menjadi hak kepala sekolah untuk mengalokasikan kepada tenaga honorer. Keputusan itu kita berikan ke kepala sekolah karena mereka yang benar-benar mengerti situasi sekolah," jelasnya, Senin (10/2).

Komentar