MAKI Kritik Vonis 10 Tahun untuk Gazalba Saleh: Gagal Beri Efek Jera dan Teladan

ASKARA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) melayangkan kritik keras terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) yang menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. MAKI menilai hukuman tersebut terlalu ringan dan mencerminkan kegagalan MA dalam memberikan efek jera serta teladan pemberantasan korupsi di lingkungan peradilan.
"Seharusnya hukuman Gazalba Saleh itu 20 tahun. Dia terbukti melakukan dua tindak pidana sekaligus: korupsi dan pencucian uang. Kalau hanya 10 tahun, itu jelas tidak adil," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, kepada wartawan, Sabtu (21/6/2025).
Menurut Boyamin, kasus Gazalba semestinya dijatuhi hukuman maksimal karena selain menyangkut kejahatan korupsi, juga mencakup tindak pidana pencucian uang (TPPU), dengan ancaman hukuman masing-masing hingga 20 tahun penjara.
"Vonis 10 tahun itu tidak memenuhi rasa keadilan dan tidak memberi efek jera kepada hakim-hakim nakal. Jika ancamannya maksimal 20 tahun dan dengan denda serta pengembalian uang yang besar, baru bisa bikin orang berpikir seribu kali untuk korupsi," tegas Boyamin.
Boyamin juga menyebut MA gagal dalam memberikan keteladanan dan tidak serius membersihkan internalnya dari praktik korupsi.
"Ini menunjukkan Mahkamah Agung gagal bersikap tegas dan memberikan teladan dalam pemberantasan korupsi, baik di level bawah maupun atas," lanjutnya.
Latar Belakang Putusan MA
Putusan kasasi Mahkamah Agung atas Gazalba Saleh diketok pada Kamis (19/6/2025) oleh majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto bersama dua anggota, Arizon Mega Jaya dan Yanto. MA menjatuhkan pidana 10 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 500 juta subsider 1 tahun penjara.
Vonis ini memperbaiki putusan banding sebelumnya di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yang menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara. Sebelumnya, Gazalba dihukum 10 tahun oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada tingkat pertama karena terbukti menerima gratifikasi dan melakukan TPPU.
Namun, upaya banding dari pihak terdakwa justru membuat hukumannya diperberat oleh PT DKI menjadi 12 tahun. Sayangnya, di tingkat kasasi, MA justru memangkas kembali hukuman itu menjadi 10 tahun.
Komentar