Kamis, 02 Mei 2024 | 11:12
OPINI

Catatan Sepakbola

Timnas, Raja Tanpa Mahkota

Timnas, Raja Tanpa Mahkota
Nathan Tjoe A-On (kanan) andalan baru di sektor kiri penyerangan Indonesia. (Dok: PSSI)

Oleh: Ophan Lamara (Pemerhati Sepakbola Nasional)

 

ASKARA - Bangsa ini berhak utk bergembira menyambut tiga kemenangan beruntun Timnas Indonesia melawan Vietnam, yakni satu kemenangan di piala Asia Qatar Januari lalu, dan dua lainnya di kualifikasi piala dunia grup F Asia. 
Dua kemenangan terakhir bahkan hadir hanya dalam seminggu.

Namun diantara tiga kemenangan tersebut, tentu menang saat di Qatar dan di Hanoi-lah yg paling mengesankan.

Kenapa Qatar ? Karena selain tempatnya yang netral plus menjadi ajang paling bergengsi di benua Asia, kemenangan di Qatar itu sekaligus mematahkan dominasi Vietnam terhadap Indonesia dalam lima pertandingan terakhir. 
Ya, praktis dalam satu dekade terakhir, Vietnam (selain Thailand tentunya) seperti menjadi momok bagi timnas sepakbola kita di semua ajang di kawasan Asia Tenggara.

Sebagai pengingat, bahwa hingga hari kemenangan di Qatar itu, head to head Indonesia vs Vietnam dalam lima pertandingan terakhir adalah Vietnam menang tiga kali, draw dua kali sementara kita tidak pernah menang. 

Adapun kemenangan di Hanoi kandang Vietnam Selasa lalu tidak kalah mengesankannya, karena itu adalah kemenangan pertama di kandang mereka dalam dua puluh tahun. Sebelumnya kita pernah menang di tempat yang sama di piala AFF 2004 dengan skor yang juga 0-3.

Selain itu, kemenangan di Hanoi itu sekaligus memastikan langkah Indonesia ke putaran ketiga kualifikasi piala dunia grup Asia hampir pasti.

Tiga kemenangan beruntun tersebut juga menegaskan bahwa Vietnam bukan lagi momok bagi tim garuda di kawasan Asean ini. Dominasi mereka dalam beberapa tahun berakhir seketika. Selanjutnya kita tinggal menunggu momen utk bersua thailand sang raja Asia Tenggara sesungguhnya. 

Jika merujuk pada materi pemain Indonesia di dua laga terakhir vs Vietnam, sepertinya Thailand-pun bisa kita atasi. 

Materi bertabur "bintang" disertai tiga kemenangan beruntun Asnawi Bahar dkk atas Vietnam tentu membuat tim gajah putih kembali sangat memperhitungkan kita. 

Namun disayangkan, karena ajang resmi sekelas Piala Asia atau Pra Piala Dunia belum akan menjodohkan Indonesia bertemu Thailand dalam waktu dekat.

Satu satunya kesempatan itu hanyalah di piala AFF, sebuah turnamen dua tahunan khusus untuk anggota federasi sepakbola yang berada di kawasan Asia Tenggara.

Turnamen yang dulu mulai terkenal saat masih bernama Piala Tiger ini mulai dihelat sejak 1996, atau total sudah sebanyak empat belas kali.

Dari perhelatan sebanyak itu, timnas Indonesia menjadi satu satunya "raksasa" sepakbola Asia Tenggara yang belum pernah meraih gelar juara, walau sebenarnya sudah enam kali kita pernah lolos hingga partai puncak, tapi enam kali pula kita selalu gagal.

Peraih juara AFF terbanyak adalah Thailand yakni tujuh kali, kemudian Singapura empat kali, Vietnam dua kali, dan Malaysia sekali.

Walau kerap dijuluki sebagai ajang setengah resmi, tapi sejatinya Piala AFF ini tetaplah menjadi ajang sepakbola yang paling bergengsi di Asia Tenggara.

Disebut setengah resmi, karena turnamen  tersebut tidak masuk dalam kalender resmi FIFA, pemegang otoritas tertinggi sepakbola dunia alias yang empunya sepakbola di muka bumi ini.

Dan karena bukan kalender resmi FIFA ini pulalah yang membuat negara peserta kerap tidak dapat menurunkan tim terbaiknya, termasuk Indonesia.

Sudah menjadi masalah klasik, bahwa dalam setiap kontrak pemain profesional dengan klub tempat mereka bermain, izin untuk memperkuat tim nasional hanya wajib diberikan jika pertandingan yang dilakoni oleh timnas merupakan agenda resmi yang dijadwalkan oleh FIFA. Di luar itu, klub dapat menolak untuk melepaskan pemainnya, apalagi jika disaat bersamaan klub masih memerlukan tenaga sang pemain.

Jika kondisi ini terjadi, hampir dipastikan saat piala AFF dipenghujung 2024 ini, tim garuda tidak dapat diperkuat pemain diaspora seperti  Jay Idzes, Elkan Baggot, Ragnar Oratmangoen, Rafael struick, Sandy Walsh, Tom Haye serta yang lainnya. Bahkan bisa jadi juga tidak dapat menghadirkan beberapa pilar andalan lainnya yang bermain di luar negeri seperti Pratama Arhan, Marselino Ferdinan, dan Asnawi Bahar. Kebayang, bagaimana kekuatan timnas  tanpa mereka.

Jika kondisi seperti ini benar benar terjadi, maka tentu akan melahirkan dilema yang cukup pelik bagi PSSI & STY (jika kontrak STY dilanjutkan paska Juni '24).  Karena di satu sisi PSSI tidak dapat menjamin kehadiran deretan pemain pemain bintang tersebut. Akan tetapi di sisi yang lain ada tuntutan publik yang sangat tinggi terhadap prestasi timnas, khususnya tuntutan untuk meraih gelar juara pada piala AFF, gelar yang memang belum pernah kita raih. 

Publik tentu tidak mau tahu apapun alasannya, piala AFF itu seakan menjad sebuah keharusan untuk kita menangkan dengan atau tanpa beberapa pilar andalan timnas itu.

Sekali lagi,  mengalahkan Vietnam tiga kali berturut rasanya masih jauh dari  cukup untuk mengembalikan kita sebagai raja Asia Tenggara, karena faktanya raja sesungguhnya Thailand belum kita taklukkan.

Bahkan sekalipun kita sudah dapat mengalahkan Thailand, tapi piala AFF belum kita angkat, hanya akan menempatkan tim nasional Indonesia sebagai raja tanpa mahkota.

 

 

Komentar