Minggu, 28 April 2024 | 12:27
NEWS

Strategi Defense Diplomacy: Membangun Keamanan Maritim NKRI di Laut Natuna Utara

Strategi Defense Diplomacy: Membangun Keamanan Maritim NKRI di Laut Natuna Utara
Kuliah Pakar - Prodi Keamanan Maritim di Universitas Pertahanan Republik Indonesia (ist)

ASKARA - Dalam menghadapi tantangan di Laut Natuna Utara, di mana eksistensi hak berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terus dipertaruhkan, diperlukan strategi yang mengintegrasikan prinsip-prinsip pertahanan dan diplomasi. 

Dalam keterangannya diterima redaksi, Kamis (7/3), Senior Advisory Indo-Pacific Strategic Intelligence (IPSI), Laksamana Muda TNI (Purn) Dr. Surya Wiranto, mengatakan dalam menghadapi tantangan di Laut Natuna Utara atau Laut China Selatan, eksistensi hak berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terus dipertaruhkan.

"Maka dari itu, diperlukan strategi yang mengintegrasikan prinsip-prinsip pertahanan dan diplomasi," kata Dr. Surya Wiranto, membawakan makalah berjudul “Pertaruhkan Eksistensi Hak Berdaulat NKRI di Laut Natuna Utara” itu.

Strategi tersebut, menurutnya adalah melalui defense diplomacy. "Strategi ini menjadi instrumen krusial dalam menjaga keutuhan wilayah Indonesia, dan membangun hubungan yang kuat dengan negara-negara tetangga," tegas Dr. Surya.

Dia menekankan bahwa strategi defense diplomacy juga harus melibatkan kerja sama dalam bidang pertahanan.

"Hanya dengan strategi yang matang dan kolaborasi yang kuat, Indonesia dapat memastikan keamanan dan stabilitas wilayahnya, serta memperkuat posisinya sebagai pemain kunci di kawasan Asia Tenggara," jelas mantan Wadan Seskoal tersebut.

Penegasan tersebut disampaikan dalam Kuliah Pakar - Prodi Keamanan Maritim di Universitas Pertahanan Republik Indonesia, Senin (04/03), bertajuk "Dinamika Laut China Selatan Dalam Perspektif Keamanan Maritim: Tantangan, Peluang, dan Kolaborasi Regional". 

Kaprodi Keamanan Maritim menyampaikan bahwa kegiatan kuliah pakar ini merupakan bagian dari proses pembelajaran di UNHAN RI, yang bertujuan untuk menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman kepada para mahasiswa.

"Serta memberi gambaran implementasi ilmu yang telah didapat untuk melakukan penelitian berlanjut di bidang ilmu keamanan dan pertahanan," terangnya.

Dekan Fakultas Keamanan Maritim, Johanes Herlijanto, Ph.D, yang menyampaikan bahwa dalam menghadapi dinamika geopolitik saat ini, Indonesia dihadapkan pada beberapa isu terutama berkaitan dengan klaim sepihak dari Republik Rakyat Tiongkok atas sebagian wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. 

"Situasi di Laut China Selatan adalah hal yang patut mendapat perhatian serius. Apa pun yang terjadi di wilayah tersebut berpotensi mempengaruhi stabilitas kawasan, yang pastinya akan berdampak bagi Indonesia dan negara-negara tetangga," beliau menegaskan.

Pakar lain yang turut berpartisipasi dalam acara tersebut antara lain Pengamat maritim dari IKAL Strategic Centre DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.Mar, dengan makalah "Klaim Ten Dash Line China Dari Perspektif Kedaulatan Indonesia", dan Johanes Herlijanto, Ph.D (Dosen Universitas Pelita Harapan dan Ketua Forum Sinologi Indonesia) dengan makalah "China, Laut China Selatan, dan Laut Natuna Utara."

Kuliah Pakar ini dipandu oleh Ristian Atriandi Supriyanto, M.Sc (Dosen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Indonesia)., dilanjut dengan pemaparan materi oleh masing-masing narasumber. 

Moderator menutup Kuliah Pakar ini dengan menyampaikan kesimpulan dari narasumber sebagai berikut: Upaya Indonesia dalam menjaga hak berdaulat dan stabilitas wilayah, (1) Indonesia secara konsisten mendorong dialog dan diplomasi dalam menyelesaikan sengketa wilayah di LCS; (2) Indonesia juga aktif berpartisipasi dalam kerja sama regional seperti ASEAN untuk membangun kepercayaan dan meningkatkan koordinasi dalam menghadapi isu-isu keamanan di LCS; (3) Selain itu, Indonesia juga meningkatkan kapasitas pertahanan dan keamanannya di wilayah LCS untuk menjaga hak berdaulat dan stabilitas wilayahnya.

Komentar