Minggu, 28 April 2024 | 02:33
NEWS

Soal Hak Angket, Eep Saefulloh Fatah: Beri Megawati Kehormatan untuk Tampil di Depan

Soal Hak Angket, Eep Saefulloh Fatah: Beri Megawati Kehormatan untuk Tampil di Depan
Eep Saefulloh Fatah (int)

ASKARA - Direktur lembaga survei Polmark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah mengusulkan dalam urusan Hak Angket jadikan PDI Perjuangan sebagan pemimpin. Karena di sini tidak ada perebeutan kepemimpinan.

“Bukan saja karena PDIP mengusulkan tetapi selayaknya seperti itu sekarang. Seperti Bu Mega itu bukan soal kalah atau menang, tetapi ini sola kehormatan,” ujar Eep dalam sebuah diskusi yang dikutip, Sabtu (24/2).

Penggagas Warga Jaga Suara menegaskan, empati harus diberikan kepada Megawati yang berulang-ulang melakukan sesuatu, yang harusnya dibalas dengan balasan yang setimpal.

“Alih-alih dibalas yang setimpal, air susu dibalas dengan air tuba. Maka rusaklah susu sebelanga,” tukasnya.

Menurut Eep, yang paling berhak untuk sakit hati melawan membangun barisan dengan sangat serius nomor satu adalah Megawati Soekarnoputri.

“Dengan berbagai pertimbangan itu jadikan PDIP pemimpin dalam urusan ini. Lalu kemudian posisikan sebagai pemimpin. Jadi jangan sama seperti apa yang tadi saya usulkan untuk pansos ke 4 partai yang lain,” kata Pengamat politik itu.

Apalagi, lanjutnya, PPP (Partai Persatuan Pembanguan) sudah bagian dari koalisi Paslon 03 semestinya tidak ada pertanyaan. Sedangkan koalisi 01 segerakan saja merapat menyediakan diri, menyesuaikan waktu dan lain-lain.

“Bertemu, sowan apapun namanya ke Megawati. Dan konkritkan soal ini karena berkejaran dengan waktu. Karena menurut saya ada dua hal yang bagaimanapun parallel dikerjakan tetap dua hal yang terpisah nomor satu perlawanan terhadap Presiden Jokowi. Yang kedua uruasan kita membereskan pemilu, engga boleh berhenti,” ujarnya.

Eep berharap, dua hal ini mudah-mudahan saling berkait karena urusan pemilu banyak berkaitan dengan pelanggaran konstitusi aturan dan lain-lain yang dilakukan presiden.

Pansus Kecurangan Pilpres 2024

Selanjutnya, Eep juga mengusulkan agar hak angket yang tengah diwacanakan di partai politik di DPR dapat dikombinasikan dengan panitia khusus (Pansus) kecurangan Pilpres 2024.  Eep menerangkan soal perbedaan pansus dengan hak angket. Makna hak angket adalah hak yang dimiliki DPR untuk mempertanyakan kepada eksekutif yang dipimpin presiden, tentang sesuatu yang sangat penting.

"Maka akan terjadi perjumpaan antara legislatif DPR dengan eksekutif. Jadi, presiden dengan aparaturnya dengan DPR, secara kelembagaan," kata Eep. 

“Upaya ini dianggap lebih memungkinkan di samping wacana hak angket. Karena saya menilai kalau Pilpres 2024 diwarnai dengan beragam kecurangan yang terstruktur,” katanya.

Pembentukan pansus ini juga, menurut Eep, menyusul dengan adanya wacana hak angket digulirkan oleh pihak dari paslon 01 dan paslon 03. "Selain hak angket, yang sekarang itu bisa digalang sebetulnya adalah membentuk dan mengaktifkan pansus Pilpres 2024," kata Eep.

Katanya, 5 partai yang tergabung dalam koalisi paslon kosong satu dan kosong tiga sangat memadai unduk melakukan sesuatu di DPR RI.  Jumlah kursi mereka secara gabungan PDI Perjuangan, PPP, Nasdem, PKS dan PKB adalah 314 kursi di DPR Ri sekrang atau 54,6%.

Namun, lanjutnya, meski lima parpol pendukung pasangan calon (paslon) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) dan Ganjar-Mahfud, cukup mendominasi di parlemen, masih belum cukup. “Bahwa, PDI Perjuangan, PPP, Nasdem, PKS dan PKB, menguasai DPR dengan porsi 54,6 persen, itu betul. Problemnya kalau mereka tidak kompak. Makanya kita doakan mereka kompak," tuturnya.

Jika solid, jika bersikap dengan tegas sangat mudah untuk membangun atau membentuk pansos pemilihan presiden 2024. Tetapi juga hal ihwal yang berkaitan dengan kemungkinan kemungkinan penyelewengan kekuasaan .

“Bentuklah pansos pemilu presiden 2024 sesegara mungkin urus segala sesuatu bukan hanya berkaitan dengan kecurangan biasa kita temui di dalam pemilihan umum,” ucap Eep.

Eep yakin, lewat pansus bisa membongkar bobroknya Pilpres 2024. DPR bisa memanggil dan meminta keterangan semua pihak yang dianggap terkait dari Presiden Jokowi hingga ahli hukum tata negara.

Jelas Eep, Pansus adalah satu mekanisme yang sangat-sangat detail dijelaskan dalam tata tertib DPR. Ia menjelaskan Pansus dapat bekerja misalnya selama 20 hari sebelum keputusan perhitungan suara di KPU RI diumumkan ke publik.

"Kalau pansus, panitianya dibentuk. Diberi waktu yang spesifik. Misalnya 20 hari. Misalnya dari tanggal 25 Februari sampai dengan 17 Maret. Saya sudah ngasih tanggal nih, supaya konkrit karena waktu terus berjalan," ujarnya.

Kenapa pembatasnya 17 Maret, menurut Eep, karena penetapan hasil Pemilu 2024 diagendakan KPU pada 30 Maret 2024. "Jangan sampai lewat itu. Sehingga ada waktu bagi pansus untuk bekerja dan memutuskan sesuatu sebelum penetapan 30 Maret itu," papar Eep.

Selama 20 hari itu, kata Eep, kepemimpinan pansus akan mengelola kerja pansus dengan menghadirkan semua stakeholder yang mungkin untuk dihadirkan. Mulai dari Presiden, para pembantu Presiden, Kapolri, misalnya, berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan publik yang diaplikasikan lewat partai-partai atau fraksi tentang mobilisasi polisi;

Panglima TNI tentang dugaan keterlibatan tentara dalam kerja-kerja partisan; Menteri Keuangan, dalam kaitan dengan penggalangan dan mobilisasi dana Bantuan Sosial dari APBN yang membengkak itu luar biasa, sehingga 2 tahun ini 2023 sampai dengan 2024 melampaui angka Rp 560 triliun. “Dari pertemuan ini, terjadilah tanya jawab. Sejumlah pertanyaan harus direspons, seperti permohonan pertanggung jawaban,” terangnya.

Eep berharap pansus ini sebaiknya terbuka untuk umum sehingga semua kebobrokan dan keburukan pemilu bisa terbongkar. “Dan semua bisa terlibat di dalamnya memastikan itu tidak merusak pemilu kita," pungkasnya.

Komentar