Minggu, 28 April 2024 | 11:31
NEWS

FGD DKP Prov. Kep. Riau, Prof. Rokhmin Dahuri: Sampai Saat Ini Nelayan Tidak Memiliki Asuransi Yang Jelas

FGD DKP Prov. Kep. Riau, Prof. Rokhmin Dahuri: Sampai Saat Ini Nelayan Tidak Memiliki Asuransi Yang Jelas
Prof. Dr, Ir. Rokhmin Dahuri, MS

ASKARA – Dinas   Kelautan Dan Perikanan Prov. Kepulauan Riau menggelar Focus Group Discussion (FGD) “Optimalisasi Potensi Sumberdaya Kelautan dan Kemaritiman Provinsi Kepulauan Riau Untuk Meneguhkan Kesejahteraan Rakyat” di Hotel AP Premier, Batam, Senin, 4 Desember 2023.

Sebagai pembicara utama, Pakar Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Prof. Dr, Ir. Rokhmin Dahuri, MS menyampaikan Sampai saat ini nelayan tidak memiliki asuransi yang jelas. Beberapa tahun lalu pernah diberikan pemerintah, tetapi terhenti karena hanya untuk stimulus tahun pertama setelah itu nelayan diminta mandiri asuransi.

“Nelayan bukan tidak mampu membayar iuran asuran mandiri. Tetapi sulitnya akses,  hingga banyaknya permasalahan asuran membuat mereka enggan memilikinya,” ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University itu  dalam paparannya bertajuk “Pengembangan Potensi Kelautan Berbasis Inovasi Dan Industrialisasi Terpadu Untuk Meningkatkan Daya Saing, Pertumbuhan Ekonomi Inklusif, Dan Kesejahteraan Rakya Kepulauan Riau Secara Ramah Lingkungan Dan Berkelanjutan”.

Pemerintah Provinsi Kepri, ungkapnya, akan mengucurkan anggaran asuransi Rp3,5 miliar untuk 32.000 nelayan di Kepri pada 2023. Namun, nelayan berharap, asuransi tidak hanya diberikan selama satu tahun saja.

Tantangan penguatan industri kelautan dan perikanan di Indonesia, beber Prof. Rokhmin Dahuri, diantaranya suku bunga pinjaman bank masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain, dan fungsi intermediasi (alokasi kredit) untuk sektor tersebut sangat rendah.

Dari total alokasi kredit perbankan nasional, pinjaman yang diberikan ke sektor kelautan dan perikanan hanya mencapai sekitar 0,32 persen dari total nilai pinjaman Rp2,6 triliun. Sementara alokasi kredit tertinggi diberi ke sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 26,94 persen.

Indonesia masih menjadi negara dengan pemberi suku bunga pinjaman tertinggi pada 2021, yaitu sebesar 10,5 persen, dibanding beberapa negara Asia, seperti Vietnam (7,6 persen), Thailand (3,3 persen), China (5,6 persen), Filipina (7,1 persen), Brunei Darussalam ( 5,5 persen), Singapura (5,3 persen) dan Malaysia (3,9 persen).

Potensi ESDM di Provinsi Kepulauan Riau

Dalam paparannya, Prof. Rokhmin Dahuri menjelaskan Prov. Kepulauan Riau memiliki potensi sumber daya mineral. Sebagian  besar potensi pertambangan mineral sudah dieksploitasi di beberapa daerah, seperti Bintan, Tanjungpinang,Karimun, dan Lingga.

Potensi sumber daya mineral yang berupa mineral logam dan non logam tersebar di Kab. Karimun, Kab. Bintan, Kab. Lingga, Kota Batam dan Kota Tanjungpinang.

Mineral  logam:  Timah,  Bauksit  Bijih Besi, Monasit dan Titan Laterit. Mineral non logam: kaolin, granit, andesit dan pasir kuarsa. Andesit dalam bentuk bijih sebesar 384.400.000 ton ada di Kabupaten Bintan, sedangkan Monosit Sebesar 241 ton ada di Kabupaten Lingga.

Potensi pertambangan yang memberikan kontribusi pendapatan daerah terbesar adalah minyak dan gas bumi yang terdapat di Kab. Natuna dan  Kab. Kepulauan Anambas.

Potensi sumber energi minyak dangas bumi terletak di Laut Natuna. Berdasarkan Peta Potensi Energi Laut (ESDM, 2022): a) Selat Riau  dekat dengan Kepri memiliki kecepatan arus maksimum 1.75 m/s dengan kepadatan daya maskimum 2.747 kW/m2 seluas 140.000,00 m2.

b) Selat Sugi Riau dekat dengan Kepri memiliki kecapatan arus maksimum 1.24 m/s dengan kepadatan daya maskimum 0,977kW/m2 seluas 1.546,20 m2. c) Selat Lampa di Natuna memiliki kecapatan arus maksimum 1.28  m/s dengan kepadatan daya maskimum 1.075 kW/m2 seluas 2.536,90 m2

Peta Sumber Daya Mineral Kelautan Indonesia (ESDM, 2022): a) Wilayah  Kundur-Kumpar Kep. Riau memiliki Mineral berat pembawa UTJ (manosit,   senotim,  apatit, dll) Heavy mineral bearing REE (monazit, xenotime,  apatite, etc ) dengan volume sebesar 811,313,276 m3.

b) Wilayah Bintan Selatan Kep. Riau memiliki Pasir Silika (Silica sand) dan Unsur Tanah Jarang (REE)  dengan potensi sebesar 1,071,130,000 m3

Adapun permasalahan dan tantangan pembangunan kelautan Provinsi Kepulauan Riau, yaitu: 1. Disparitas pembangunan dan distribusi penduduk antar wilayah,  khususnya antara BBK (Batam, Bintan, dan Karimun) vs NAL (Natuna, Anambas, dan Lingga).               

2. Tingkat (laju) pemanfaatan SDA, jasa-jasa lingkungan (environmental services), dan ruang laut masih jauh dari optimal. Selain itu, dari 11 sektor Ekonomi Kelautan, baru 7 sektor yang telah dikembangkan (Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, Industri Pengolahan Hasil Perikanan, SDM, Pariwisata Bahari,  Perhubungan Laut, dan Industri dan Jasa Maritim).

3. Kecuali sektor ESDM, sebagian besar investasi dan bisnis di sektor Perikanan Tangkap,  Perikanan Budidaya,  Industri Pengolahan Hasil Perikanan, dan Pariwisata Bahari dikerjakan secara tradisional,  yaitu: (1) ukuran unit bisnisnya tidak memenuhi economy of scale, (2) tidak menggunakan teknologi mutakhir yang  tepat (seperti Industry  4.0), (3)   tidak menerapkan ISCMS (Integrated Supply Chain Management System), dan (4)  tidak mengikuti prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development).

4. Perusahaan besar dan modern yang profitable, sebagian besar keuntungannya lari keluar Kepri (regional leakages), masyarakat lokal hanya dapat remah-remah nya.

5. Minimnya industri pengolahan (manufacturing) sumber daya kelautan: gas, mineral, ikan, rumput laut, dan biota  (organisme) laut lainnya. Bahkan ada gejala Deindustrialisasi.     

6. Belum ada pelabuhan besar modern  berkelas dunia, seperti Port of   Singapore, Port Klang dan Pelabuhan Tanjung Pelepas à Sehingga,  Indonesia (Propinsi Kepri) hingga kini belum mampu memetik (to capitalize) berkah ekonomi (economic rent) dari keberadaan Selat Malaka – Laut Natuna – Laut Cina Selatan sebagai alur transportasi laut terpadat (termakmur) di dunia. Dimana, sekitar 40% total  barang yang diperdagangkan di dunia, dengan nilai rata-rata USD 15 trilyun/tahun dikapalkan (melalui) alur laut ini (UNCTAD, 2016).

7. Infrastruktur (seperti air bersih, jalan,  listrik, gas, jaringan telkom dan internet, bandara, dan pelabuhan) dan konektivitas, khususnya di daerah NAL,  belum memadai.

8. Konflik penggunaan ruang antar sektor pembangunan. Aktivitas kapal cantrang di Laut Natuna yang mencakup wilayah Anambas bermula dari kebijakan Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang memobilisasi puluhan kapal dari pantura Jawa. Awalnya, hal itu dilakukan untuk mengisi kekosongan dan menghalau kapal asing di Laut Natuna Utara.

Kapal-kapal cantrang dari pantura Jawa sering didapati beroperasi di perairan yang kurang dari 12 mil. Aktivitas kapal cantrang di Laut Natuna yang mencakup wilayah Anambas bermula dari kebijakan Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang memobilisasi puluhan kapal dari pantura Jawa. Awalnya, hal itu dilakukan untuk mengisi kekosongan dan  menghalau kapal asing di Laut Natuna Utara.

9. Praktek Ilegal, Unregulated, and Unreported (IUU) Fishing oleh nelayan asing masih marak akibat langkanya Kapal Ikan Nasional yang beroperasi di wilayah laut yang jadi ajang pencurian nelayan asing, lemahnya sistem MCS (Monitoring, Controlling,  and Surveillance), dan lemahnya law enforcement.

10. Penggunaan alat tangkap cantrang di perairan kurang dari 12 mil.      

11. Pencemaran laut dan pantai yang disebabkan oleh limbah minyak hitam yang dibuang oleh kapal internasional, reklamasi dan sampah plastik.

12. Terbatasnya akses jaminan sosial dan sulitnya mendapatkan BBM bersubsidi serta sarana produksi lainnya untuk nelayan. Nelayan pulau terluar di  Kepulauan Riau tercekik harga BBM (Nelayan menghabiskan > 75% penghasilannya untuk membeli BBM).

13. Keterbatasan bibit, benih, pakan, dan sarana produksi Perikanan Budidaya lainnya.

14. Tidak ada jaminan pasar dengan harga sesuai nilai keekonomian bagi ikan hasil tangkap nelayan maupun pembudidaya ikan à Akibatnya, harga ikan sangat fluktuatif dan acap kali merugikan nelayan serta pembudidaya ikan.

Perjanjian batas ZEE Indonesia dan Vietnam pada Desember 2022 tidak mengubah situasi kegiatan illegal fishing di  LNU. Kerugian Negara yang disebabkan oleh illegal fishing yaitu sebesar Rp. 30 Triliun per tahun, dari kerugian tersebut 10 persen berasal dari Kepulauan Riau.

15. Pada saat nelayan tidak bisa melaut (3 – 4 bulan dalam setahun), lantaran cuaca buruk atau musim paceklik ikan, nelayan nganggur, karena ketiadaan mata pencaharian alternative.  Akibatnya, nelayan terjerat rentenir (pinjol)  dengan suku bunga yang mencekik Nelayan miskin.

16. Dampak negatip Perubahan Iklim Globaldan bencana alam lain.

17. Kecelakan di laut, perampokan, imigram illegal, penyelundupan, dan kegiatan ilegal lainnya.

18. Kualitas SDM Kelautan relatif masih rendah.

19. Kebijakan politik-ekonomi, seperti moneter, fiskal, kredit perbankan, ekspor – impor, keamanan berusaha, iklim investasi, dan Ease of Doing Business kurang kondusif dan atraktif.

Status Dan Tantangan Pembangunan Indonesia

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu mengatakan, prasyarat suatu wilayah bisa maju, makmur, dan mandiri antara lain: Pertama, Punya Konsep Pembangunan (seperti Road Map, RPJMD, Blueprint,) yang holistik, tepat, benar, dan diimplementasikan secara berkesinambungan, dengan adjustments sesuai dinamika zaman.

Kedua, Setiap komponen wilayah (warga negara, sektor pembangunan, dan daerah) menyumbangkan kemampuan terbaiknya, dan antar komponen wilayah (Negara, Propinsi, atau Kabupaten/Kota) bekerjasama secara sinergis.

Ketiga, Kualitas SDM pemerintah dan rakyat nya unggul. Keempat, Pemimpinnya smart,  kompeten, baik (etos kerja tinggi dan akhlak mulia), dan strong. (Issard, 1979; Drucker, 2009; dan Porter, 2013)

Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin Dahuri menerangkan, pertama kali dalam sejarah NKRI Pada tahun 2019 angka kemiskinan lebih kecil dari 10%. Namun, dampak dari pandemi Covid-19, pada 2023 tingkat kemiskinan meningkat lagi menjadi 9,4% atau sekitar 26,2 juta orang. Dari 200 negara anggota PBB di  dunia, hanya 17 negara dengan PDB US$  > 1 trilyun.

”Sebagai catatan, untuk pertama kali dalam sejarah NKRI Pada tahun 2019 angka kemiskinan lebih kecil dari 10% yakni 9,2 persen dari total penduduk. Namun, dampak dari pandemi Covid-19, pada 2022 tingkat kemiskinan meningkat lagi menjadi 9,6% atau sekitar 26,4 juta orang,’’ ujarnya.

Lanjutnya, sejumlah permasalahan dan tantangan pembangunan Indonesia. Antara lain: 1.Pertumbuhan Ekonomi Rendah (< 7% per tahun), 2. Pengangguran dan Kemiskinan, 3. Ketimpangan ekonomi terburuk ke-3 di dunia, 4. Disparitas pembangunan antar wilayah, 5. Fragmentasi sosial: Kadrun vs Cebong, dll, 6. Deindustrialisasi, 7. Kedaulatan pangan, farmasi, dan energy rendah, 8. Daya saing & IPM rendah, 9. Kerusakan lingkungan dan SDA, 10.Volatilitas globar (Perubahan iklim, China vs As, Industry 4.0).

Perhitungan angka kemiskinan atas dasar garis kemiskinan versi BPS (2022), yakni pengeluaran Rp 550.000/orang/bulan. Garis kemiskinan = Jumlah uang yang cukup untuk seorang memenuhi 5 kebutuhan dasarnya dalam sebulan. Namun, menurut garis kemiskinan Bank Dunia (2,5 dolar AS/orang/hari atau 75 dolar AS/orang/bulan (Rp 1.125.000)/orang/bulan), jumlah orang miskin pada 2023 sebesar 111 juta jiwa (37% total penduduk).

Selanjutnya, Prof. Rokhmin Dahuri mengungkapkan, Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi (terburuk) di dunia. Menurut laporan Credit Suisse’s Global Wealth Report 2019, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 44,6% kue kemakmuran secara nasional, sementara 10% orang terkaya menguasai 74,1%.

Kekayaan 4 orang terkaya (US$ 25 M = Rp 335    T) sama dengan total kekayaan 100 juta orang termiskin (40% penduduk) Indonesia (Oxfam, 2017).  Sekitar 0,2%  penduduk terkaya Indonesia menguasai 66% total luas lahan nasional (KPA, 2015).

“Hingga 2021, peringkat Global Innovation Index (GII) Indonesia berada diurutan ke-87 dari 132 negara, atau ke-7 di ASEAN,” kata Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang.

Selain itu, lanjutnya, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB menurun. Hal ini, menurutnya, situasi deindustrilisasi terjadi di suatu Negara, manakala kontribusi sektor manufakturnya maupun sebelum GNI (Gross National Income) perkapita nya mencapai USS 12.516.

Kemudian, ternyata 1 dari 3an3 anak di Indonesia yang mengalami stunting pun masih 24,4 persen. “Jika tidak segerea diatasi maka generasi mendatang fisiknya lemah dan kecerdasannya rendah (a lost generation,” terang Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.

Selain itu, Prof Rokhmin menambahkan, biaya yang diperlukan orang Indonesia untuk membeli makanan bergizi seimbang (sehat) sebesar 22.125/hari atau Rp 663.791/bulan. “Harga tersebut berdasarkan pada standar komposisi gizi healthy diet basket (HDB),” kata Prof. Rokhmin Dahuri mengutip FAO.

Maka, mengutip Litbang Kompas, 2022 di Harian Kompas, 9 Desember 2022, Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia tersebut, atas dasar perhitungan diatas; ada 183,7 juta orang Indonesia (68% total penduduk) yang tidak mampu memenuhi memenuhi biaya tersebut. “Saya tidak habis pikir kalau pejabat Negara bisa tidur dengan data ini,” katanya.

Yang sangat memprihatinkan, rakyat Indonesia kekurangan rumah yang sehat dan layak huni. Berdasarkan laporan Bappenas, dari 65 juta rumah tangga, masih 61,7 % rumah tidak layak huni. “Padahal, perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (human basic needs) yang dijamin dalam Pasal 28, Ayat-h UUD 1945,” terang Ketua Dewan Pakar Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) itu.

Tingkat Literasi Negara Di Dunia

Dosen Kehormatan Mokpo National Univesity Korea Selatan itu mengungkapkan, Riset yang bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked, dilakukan oleh Central Connecticut State University pada 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca

Hingga  2022, peringkat GII Indonesia berada diurutan ke-75 dari 132 negara, atau ke-6 di ASEAN. Pada 2018-2022, indeks daya  saing Indonesia semakin menurun, hingga 2022 diurutan ke-44 dari 141 negara, atau peringkat   ke-4 di ASEAN. Hingga  2021, Indonesia berada diurutan ke-114 dari 191 negara, atau peringkat ke-5 di ASEAN..

Implikasi dari Rendahnya Kualitas SDM, Kapasitas Riset, Kreativitas, Inovasi, dan Entrepreneurship adalah: Proporsi ekspor produk manufaktur berteknologi dan bernilai tambah tinggi hanya 8,1%; selebihnya (91,9%) berupa komoditas (bahan mentah) atau SDA yang belum diolah.                         

Sementara, Singapura mencapai 90%, Malaysia 52%, Vietnam 40%, dan Thailand  24%. (UNCTAD  dan UNDP,  2021).

Kinerja Dan Status Pembangunan Provinsi Kepulauan Riau

Tahun 2022, tingkat kemiskinan Prov. Kep. Riau sebesar 6,24% (Terendah ke-9 dari 34 Provinsi di Indonesia). Pada 2022,  diantara 7 Kab./Kota di  Provinsi Kep. Riau, Kab. Lingga memiliki tingkat kemiskinan tertinggi yaitu sebesar 14,05%.

Pada Tahun 2022, TPT    Provinsi Kep. Riau sebesar 8,23% (Tertinggi ke-2 dari 34 Provinsi di Indonesia) Pada 2022, TPT tertinggi berada di Kota Batam sebesar 9,56%. Tahun 2022 Koefisien GINI Prov. Kep. Riau sebesar 0,325 (urutan ke-20 dari 34 Provinsi di Indonesia).

“Suatu daerah otonom atau Negara dikategorikan secara sosek adil, jika Koefisien GINI < 0,3 ,”kata Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) mengutip Pareto, 1970.

Pada 2022, lanjutnya, Koefsien GINI tertinggi berada di Kota Tanjungpinang sebesar 0,347. Pada   2022, IPM Provinsi Kep. Riau sebesar   76,46 (Tertinggi ke-4 dari 34 Provinsi di Indonesia). Sedangkan, Suatu Daerah    Otonom atau Negara dikategorikan maju, bila IPM > 80  (UNDP, 2010).

Selanjutnya, pada 2022 IPM tertinggi berada di  Kota Batam sebesar 81,67. Pada 2022, PDRB Prov. Kep. Riau berada diurutan ke-13, sementara PDRB per kapita ke-5 dari 34 Provinsi di   Indonesia.

Sementara itu, Warga Negara wajib pajak adalah yang income nya > Rp 60 juta/tahun (Kemenkeu, 2016). Pada 2022, Kota Batam memiliki PDRB tertinggi,  sedangkan PDRB per kapita tertinggi berada di Kepulauan

Lapangan kerja: 45 juta orang atau 40% total angkatan kerja Indonesia. v Pada 2014 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 20%. Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia), kontribusinya > 30%.

Sekitar  33,59% penduduk bekerja Provinsi Kep. Riau berpendidikan < SMA. Sekitar 76,04% pengangguran   terbuka Provinsi Kep. Riau berpendidikan ≥ SMA. “Total: 1.155.997 Orang Jumlah Tenaga   Kerja Kep. Riau,” kata Ketua Dewan Pakar ASPEKSINDO itu.

Lebih lanjut, Prof. Rokhmin Dahuri menjelaskan, sektor unggulan pembangunan ekonomi KP Provinsi Kepulauan Riau antara lain: Pertama, Perikanan Tangkap. Kedua, Perikanan Budidaya. Ketiga, Pengolahan Hasil Perikanan. Sedangkan kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau pada 2011 – 2021 turun rata-rata 3,24 % per tahun.

Misi DKP Prov. KEPRI

1. Percepatan Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Maritim, Berwawasan Lingkungan dan Keunggulan Wilayah Untuk Peningkatan Kemakmuran Masyarakat.

2. Melaksanakan Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Terbuka, dan Berorientasi Pelayanan, yaitu: 1. Penyempurnaan dan implementasi RTRW Darat   – Pesisir – Laut  Terpadu pada tingkat wilayah Propinsi, Kabupaten, dan   Kota.  Minimal 30% suatu unit wilayah pembangunan baik berbasis administrasi (Propinsi, Kabupaten, dan Kota)  maupun ekosistem (DAS, pulau,   ekosistem mangrove, dan ekosistem terumbu karang) harus  dialokasikan untuk kawasan/zona lindung (protected areas).

Maksimal 70%   suatu     unit wilayah pembangunan bisa untuk    kawasan pembangunan (development zone) bagi berbagai sektor pembangunan seperti: perikanan budidaya, perikanan tangkap, ESDM, pariwisata bahari, kawasan pemukiman,      kawasan industry manufaktur, dan lainnya.

Lokasi    setiap    sektor   (kegiatan) pembangunan (investasi dan  bisnis)   harus berdasarkan  pada kesesuaian lahan atau perairan (land or water suitability) nya.

Kegiatan embangunan, investasi, dan bisnis di   lahan  atas dilarang membuang limbah B3 dan emisi karbon (zero-carbon emission),  dan membuang   limbah  non-B3 serta sedimen secara berlebihan (melampaui assimilative capacity ekosistem perairan pesisir).                    

“Daerah yang direkomendasikan untuk budidaya adalah di sebelah barat dari hasil peta yang diperoleh karena daerah tersebut cukup terlindung dan tidak berada pada  jalur pelayaran,” terang Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang

2. Setiap kegiatan (sektor) pembangunan, investasi, dan bisnis di Kawasan Pembangunan suatu  wilayah pesisir   dan laut sesuai  RTRW  harus dilaksanakan secara ramah lingkungan, dan  ramah   sosial-budaya.

Ramah  lingkungan: (1)  laju (tingkat) pemanfaatan SDA terbarukan < renewable capacity nya (seperti MSY untuk perikanan tangkap,  dan TAH untuk  penebangan kayu hutan mangrove); (2)  pemanfaatan SDA tidak terbarukan (migas, mineral, dan bahan galian)  harus berdasarkan pada   AMDAL yang benar; (3) konservasi biodiversity pada level genetik, spesies, dan     ekosistem; dan (4) ketika melakukan modifikasi bentang alam harus dilakukan mengikuti prinsip  design and construction with nature.

Ramah  sosial– budaya: (1) masyarakat  lokal  harus dilibatkan sejak tahap perencanaan pembangunan,  implementasi program  pembangunan  (investasi dan bisnis), dan MONEV (Monitoring and Evaluation); (2) setiap proyek pembangunan, investasi, dan     bisnis diprioritaskan untuk masyarakat lokal, propinsi, nasional, baru asing; dan (3) keuntungan  proyek  pembangunan, investasi, dan bisnis harus mampu mensejahterakan rakyat, terutama masyarakat lokal secara adil dan berkelanjutan.

Komentar