Selasa, 30 April 2024 | 22:21
NEWS

Kementerian ESDM Sebut Nikel Indonesia Hanya Sampai 15 Tahun, Begini Tanggapan DPR

Kementerian ESDM Sebut Nikel Indonesia Hanya Sampai 15 Tahun, Begini Tanggapan DPR
Anggota Komisi VII DPR RI Sartono Hutomo (Foto Alfi/Askara)

ASKARA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan daya tahan cadangan nikel Indonesia hanya berada pada kisaran 10-15 tahun saja. Oleh sebab itu, kegiatan eksplorasi untuk mendapatkan cadangan baru penting untuk segera dilakukan.

Hal tersebut disampaikan oleh Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah. Dia menilai moratorium pembangunan smelter nikel baru perlu segera dilakukan. Khususnya smelter berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang menghasilkan produk olahan nikel kelas dua berupa nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi).

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VII DPR RI Sartono Hutomo mengatakan, pernyataan Kementerian ESDM ini merupakan kecemasan karena agresivitas para penambang nikel dalam menambang komoditas nikel dinilai mempercepat habisnya cadangan nikel, dan kerusakan lingkungan tanpa memperhitungkan keberlanjutan sumber daya tidak terbarukan. 

 “Ini tidak hanya akan merusak lingkungan, tidak akan lagi tersedia untuk generasi-generasi berikutnya. Perlu adanya regulasi yang ketat dan kesiapan system dibarengi dengan canggihnya alat sehingga turunan nikel juga bisa terserap baik di pasar global,” kata Sartono di senayan, Jakarta, Rabu (30/8).

Menurut politisi Partai Demokrat ini, Indonesia perlu melakukan kegiatan eksplorasi yang massif untuk dapat meningkatkan sumber daya dan cadangan nikel dari yang ada saat ini, baik dengan membuka wilayah kerja baru atau mengkonversi sumber daya menjadi cadangan.

“Kita ketahui semua, Indonesia merupakan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020 dalam booklet bertajuk Peluang Investasi Nikel Indonesia. Indonesia disebut memiliki cadangan nikel sebesar 72 juta ton Ni (nikel). Jumlah ini merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni,” ucapnya.

Meski begitu, Wakil rakyat asal Dapil Jawa Timur VII (Ngawi, Ponorogo, Trenggalek, Pacitan dan Magetan) ini memastikan pihaknya akan selalu mendukung kebijakan hilirisasi untuk meningkatkan nilai jual komoditas pertambangan di Indonesia. Selain itu, kebijakan hilirisasi juga bisa membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia.

“Pastinya kita selalu mendukung hilirasasi nikel karena untuk meningkatkan nilai jual komoditas, memperkuat struktur industri, menyediakan lebih banyak lapangan pekerjaan, serta meningkatkan peluang usaha di dalam negeri. Hilirisasi menjadi sesuatu yang wajib dilakukan untuk meminimalisir dampak dari penurunan harga komoditas. Adapun penguatanya harus dengan prinsip Membangun iklim investasi yang sehat,” ungkapnya.

“Sudah seharusnya pemerintah melakukan kajian tentang kebijakan pertambangan nikel, termasuk menghitung neraca sumber daya dan cadangan untuk keberlangsungan komoditas nikel dalam jangka panjang, kerugian secara aset bahkan terhadap lingkungan sebagai akibat dari agresivitas pertambangan nikel,” sambung Sartono.

Lebih jauh Sartono, dengan hasil ini pastinya Indonesia diharapkan mampu menghasilkan produk turunan nikel seperti nikel pig iron dan feronikel.

“Dan hidrometalurgi menghasilkan HMP yang diolah kembali menjadi nikel sulfat sebagai bahan baku prekursor untuk komponen baterai kendaraan listrik,” pungkasnya.

Komentar