Sabtu, 27 April 2024 | 14:52
NEWS

Diskusi Santai Alumni Lemhannas RI, Prof. Muhammad Said: Bahaya Transmisi Ideologi Non-Pancasila Lebih Dahsyat

Diskusi Santai Alumni Lemhannas RI, Prof. Muhammad Said: Bahaya Transmisi Ideologi Non-Pancasila Lebih Dahsyat
Ilustrasi Ideologi Pancasila (Dok Askara)

ASKARA –  Dalam sebuah diskusi santai hari Sabtu, 19 Agustus 2023, beberapa Alumni Lemhannas RI membahas berbagai dinamika perkembangan negara dan bangsa, termasuk merefleksikan perayaan hari ulang tahun Kemerdekaan RI Ke-78. Beberapa diantara alumni Lemhannas yang terlibat diskusi santai tersebut antara lain Dr. (HC) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.Mar., Pengamat Maritim dari Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Center, Stevy Hanny Supena, SE., MM., Direktur PT. Sembilan Tryas Logisttik Indonesia dan Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Centre serta Prof. Dr. Muhammad Said, Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Centre dan Direktur Executive Para Sophia Indonesia, yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam suasana santai dan penuh keakraban, mereka mengadakan pertemuan berkala sambil mendiskusikan isu-isu kontemporer, mulai dari tema manajemen supply chain logistic, potensi ekonomi maritim, dan krisis ketahanan pangan.

Dalam kesempatan pertama, Prof. Dr. Muhammad Said mengajak mengheningkan cipta merefleksikan hakekat kemerdekaan setelah 78 tahun Indonesia merdeka. Dia mengajak kita bermuhasabah, bertafakur merenungkan penderitaan lahir batin para pahlawan di masa lalu dan mendoakan yang terbaik bagi mereka di sisi Tuhan.

"Heningkan cipta memiliki makna strategis. Selain penguatan sense of responsibility sebagai penikmat kemerdekaan, juga mengkontekstualisasikan penjajahan dan kemerdekaan dengan kondisi faktual hari ini. Tujuannya selain untuk menghindari kesalahpahaman (misunderstanding) bahwa hari ini tidak ada lagi penjajah yang harus dilawan, sehingga tidak perlu ada kekhawatiran yang membuat kita berat meninggalkan zona nyaman. Penjajahan ala modern lebih dahsyat," tuturnya.

Prof. Muhammad Said menyebutkan lagi, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), misalnya harus diakui dan diterima kontribusi konstruktifnya dalam meningkatkan perbaikan dan kualitas diri, serta membawa kemudahan dalam seluruh sektor kehidupan. Tapi pada sisi lain, ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan nasionalnya begitu dahsyat seperti terjadi transmisi ideologi non-Pancasila yakni kapitalisme, komunisme, dan ideologi agama.

"Begitu pula Jaringan narkoba merusak jiwa dan masa depan anak bangsa, serta pornografi yang merusak prefrontal cortex (PFC) dimana berfungsi sebagai filter moral. Bahkan, dampaknya lebih luas; secara ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan ketahanan keamanan," tegas Prof. Muhammad.

Ditambahkan Prof. Muhammad Said lagi dalam akhir diskusi santai bahwa kita mempunyai beberapa tugas berat hari ini dan kedepan. Pertama, merawat dan mengembangkan kemerdekan dengan cara edukatif dan dalam koridor etika dan moral Pancasila.

Kedua, “Ego diri”  sebagai penjajah terbesar harus ditaklukkan untuk kemerdekaan diri dan keselamatan, dan persatuan Indonesia.

Ketiga, Bela Negara (Hubbul wathan) sesuai profesi adalah tanggungjawab yang harus kita tingkatkan; bukan memangku senjata untuk berperang.

Keempat, menghindari tafsir sempit makna terma Jihad dan Kafir pada orang lain yang berbeda dengan kita agar tidak lagi terjadi kekerasan dan pembunuhan atas nama agama dan Tuhan.

Kelima, para pemimpin nasional dan daerah meninggalkan legacy, role model dalam tata kelola negara dengan memprioritaskan kepentingan rakyat dan menepikan kepentingan personal, keluarga dan kelompok.

Keenam, Partai Politik harus berfungsi sebagai media pendidikan politik dan demokrasi, mengkader generasi muda agar memiliki jiwa nasionalisme, patriotisme, dan wawasan kebangsaan yang kuat sebagai modal akselerasi Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terkuat keempat dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika.

 

 

Komentar