Senin, 13 Mei 2024 | 23:40
NEWS

Orasi Ilmiah di Ponpes Ar -Rahman, Plaju Darat, Palembang

Prof. Rokhmin Dahuri: Pemberdayaan Ekonomi Pesantren Mewujudkan Indonesia Emas 2045

Prof. Rokhmin Dahuri: Pemberdayaan Ekonomi Pesantren Mewujudkan Indonesia Emas 2045
Prof. Rokhmin Dahuri Foto bersama
 
ASKARA - Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menyampaikan, sejarah dan fakta empiris telah membuktikan bahwa peran para Ulama, Kiyai, dan Santri beserta Ponpes (Pondok Pesantren) dalam melawan penjajah, dan memerdekan NKRI pada 17 Agustus 1945 sangatlah signifikan (Mansyur Suryanegara, 2007).  
 
"Tidak terhitung nyawa yang terenggut dari para ulama, kiyai, dan santri yang menjadi syuhada dalam melawan penjajah Belanda, Jepang, dan bangsa penjajah lainnya," ujar Prof. Rokhmin Dahuri saat menyampaikan Orasi Ilmiah Haflah Akhir Sanah, Wisuda dan HUT ke-19 Pondok Pesantren Ar -Rahman, Plaju Darat, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (22/6).
 
"Sebut saja, Pangeran Diponegoro, Kiyai Mojo, Imam Bonjol, Sultan Hasanuddin, Sisingamangaraja, dan Pattimura," sambung Prof. Rokhmin Dahuri dalam paparannya bertema "Pengembangan Dan Pemberdayaan Ekonomi Pesantren Dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045".
 
Terangnya, Resolusi Jihad 1945 yang digelorakan oleh para Kiyai Pesantren di seluruh wilayah Nusantara menyelamatkan muka bangsa Indonesia di tengah pertikaian diplomasi internasional kala itu, di dalam menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia (Murtadlo, 2021).
 
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.  Menurut World Population Review (2022), rakyat Indonesia yang beragama Islam sekitar 241,86 juta orang atau 87% dari total penduduk. Hal ini, katanya, didukung oleh masifnya pendirian dan penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Islam, khususnya Ponpes, di seluruh wilayah NKRI. 
 
Hingga 2021 jumlah ponpes di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 30.494 buah, dengan total jumlah santri 4,37 juta yang mengikuti jenjang Pendidikan dari strata (tingkat) PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyah (SLTP), Aliyah (SLTA) sampai Perguruan Tinggi (Direktorat Pendidikan Diniyah, Kementerian Agama, 2021). 
 
"Maka, sangat tepat yang dikatakan cendekiawan muslim Indonesia, Prof. Dr. Azzyumardi Azra (2005) bahwa Ponpes merupakan Lembaga Pendidikan tertua dank khas Indonesia," sebut  Menteri Kelautan dan Perikanan-RI periode 2001 – 2004 itu.
 
Prof. Rokhmin Dahuri menuturkan, dengan jumlah Ponpes lebih dari 30.000 unit dan santri lebih dari 4 juta jiwa yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara, kiprah dan peran Ponpes dalam pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia sangat nyata dirasakan dan sangat siginifikan.  Terutama di aspek IMTAQ, akhlak mulia, dan soft skills. 
 
Pesantren telah memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan spiritualitas generasi muda Indonesia. Banyak tokoh dan pemimpin bangsa Indonesia merupakan alumni dari Ponpes.  Contohnya, Almarhum KH. Abdurrahman Wahid, Presiden ke-4 RI; KH. Ma’ruf Amin, Wakil Presiden RI 2019 – 2024; Prof. Dr. Mahfud MD, Menko Polhukam 2019 – 2024;  Prof. Dr. Muhammad Nasir, MenRistek Dikti 2014 – 2019; Bapak Dr. Hc. Lukman Hakim Saefuddin, Menteri Agama 2014 – 2019; dan Almarhum KH. Hasyim Muzadi.  
 
"Ke depan, Ponpes dan para alumninya diharapkan terus meningkatkan kapasitas dan kualitasnya, bukan hanya untuk keberhasilan Ponpes dan para alumninya saja. Tetapi, juga berperan aktif dan berkontribusi signifikan bagi terwujudnya Indonesia Emas (Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur) paling lambat pada 2045," kata Ketua Dewan Pakar Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) itu.
 
Lebih dari itu, sambungnya, juga bagi terwujudnya Dunia yang lebih baik, sejahtera, inklusif, damai, dan berkelanjutan. Dalam RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 2025 – 2045, Pemerintah menargetkan bahwa pada 2045 Indonesia akan menjadi negara besar yang maju, sejahtera, dan berdaulat (Indonesia Emas), dengan GNI (Gross National Income) atau Pendapatan Nasional Kotor sebesar 23.199 – 30.300 dolar AS per kapita, dan PDB (Produk Domestik Bruto) sekitar 7 trilyun - 9 trilyun dollar AS, terbesar ketujuh atau kelima di dunia. Tingkat kemiskinan pada 2045 diharapkan mendekati nol persen, dan ketimpangan ekonomi (kesenjangan antara penduduk kaya vs miskin) berkurang signifikan dengan koefisien GINI dibawah 0,3 (Bappenas, 2023).
 
Untuk mewujudkan cita-cita mulia itu pastinya membutuhkan kerja kolaboratif secara cerdas, keras, dan ikhlas dari seluruh komponen bangsa, dari Sabang sampai Merauke.  Pasalnya, hingga kini Indonesia masih berstatus sebagai negara berpendapatan-menengah atas (upper-middle income country) dengan GNI per kapita 4.784 (BPS, 2022).  
 
"Padahal, suatu negara bisa dinobatkan sebagai negara kaya (makmur) atau berpendapatan tinggi (high-income country), bila GNI per kapitanya diatas 13.205 dolar AS (World Bank, 2022).  Kapasitas IPTEK kita pun masih rendah, kelas-3 (technology-adaptor country), belum mencapai kapasitas negara maju, kelas-1 (technology-innovator country) (UNESCO, 2020)," jelas Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.
 
Jelasnya, ciri negara dengan kapasitas IPTEK kelas-3 adalah lebih dari 70 persen kebutuhan teknologinya berasal dari impor. Sedangkan, negara dengan kapasitas IPTEK kelas-1 adalah yang lebih dari 70 persen kebutuhan teknologinya dipenuhi oleh karya bangsanya sendiri.  
 
Dengan garis kemiskinan Rp 535.547/orang/bulan, per September 2022 jumlah rakyat miskin masih sekitar 26,36 juta jiwa atau 9,57% total penduduk. Dan, jumlah penduduk yang rentan miskin sekitar 40 persen (BPS, 2022). Sementara itu, bila mengacu pada garis kemiskinan World Bank (2022) sebesar 2,5 dolar AS per hari (sekitar Rp 1.125.000), maka angka kemiskinan mencapai 60 persen total penduduk. 
 
Yang lebih mencemaskan, sekitar 183,7 juta orang (68% total penduduk Indonesia)  tidak mampu memenuhi makanan bergizi seimbang, dengan harga hanya Rp 22.126 per hari (Litbang Kompas, 9 Desember 2022). Lebih dari itu, sekitar 61,7 persen dari 65 juta unit rumah yang tersebar di seluruh wilayah Nu198santara tergolong tidak layak huni (Bappenas, 2019).
 
Dari perspektif ekonomi, untuk mencapai target-target (indikator – indikator) ekonomi pada 2045 dari kondisi (indikator-indikator) ekonomi saat ini (existing conditions) seperti diatas, kita bangsa Indonesia harus mampu meningkatkan daya saingnya (Porter, 2004) dan menghasilkan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen per tahun (Mc. Kinsey, 2022) yang berkualitas (banyak menyerap tenaga kerja), inklusif (mensejahterakan seluruh rakyat secara berkeadilan), ramah lingkungan, dan berkelanjutan (sustainable).  
 
Pertumbuhan ekonomi tinggi (rata-rata 7 persen/tahun) yang berkualitas, inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan hanya dapat dicapai dengan menggalakan aktivitas investasi, produksi, dan ekspor berbagai macam produk dan jasa (goods and services) yang bernilai tambah  dan berdaya saing tinggi secara berkelanjutan.  Secara simultan kita pun harus melakukan TSE (Transformasi Struktural Ekonomi) (O’Connor, 2008), yang pada intinya memperkokoh dan mengembangkan industri manufacturing (pengolahan) (sektor sekunder) supaya kontribusinya terhadap PDB lebih besar dari 30 persen dan dapat menyediakan lapangan kerja yang lebih besar guna menampung kelebihan tenaga kerja dari sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan (sektor primer). Saat ini kontribusi sektor manufacturing terhadap PDB hanya 18 persen.  Industri manufacturing juga harus mampu memberikan pendapatan (income) kepada para karyawannya yang lebih mensejahterakan dan aman (secure) alias tidak rentan jatuh miskin.  Melalui TSE ini, mulai tahun 2035 diharapkan penduduk berusia kerja (umur 15 – 64 tahun) yang bekerja di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan akan kurang menjadi 20 persen, yang saat ini masih sekitar 38 persen.  
 
"Dengan demikian, kita akan dapat melakukan modernisasi atau meningkatkan penggunaan teknologi mutakhir, termasuk beragam teknologi di era Industry 4.0 sekarang (seperti IoT, AI, Blockchain, Cloud Computing, Biotechnology, dan Nannotechnology) (Schwab, 2016) dan ISCMS (Integrated Supply Chain Management System), di sektor pertanian tanaman pangan, hortikultur, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan budidaya, dan perikanan tangkap, dengan tetap menjaga keberlanjutan (sustainability) nya," ujar Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020 – 2024 itu.
 
 
Penguatan dan pengembangan sektor industri manufacturing dapat ditempuh melalui hilirisasi SDA (komoditas mentah), baik SDA terbarukan (hutan, perikanan, lahan pertanian, dan lainnya) maupun SDA tidak terbarukan (minyak dan gas, nikel, bauksit, dan mineral lain, serta bahan tambang),  menjadi berbagai macam jenis produk akhir.  Contohnya, komoditas CPO (Crude Palm Oil = MInyak Sawit Mentah) dapat diolah (processed) atau dihilirisasi menjadi puluhan bahkan ratusan jenis produk hilir, seperti minyak goreng, mentega, cokelat, sabun, kosmetik, dan lainnya.  Komoditas nikel dihilirisasi menjadi stainless steel (baja anti karat) untuk sendok dan perlatan dapur lain, baterai, dan kendaraan elektrik.  LNG (Liquified Natural Gas = Gas Alam Cair) dihilirisasi menajdi pupuk, polietelin, dan tekstil.  Selain itu, juga dengan merevitalisasi jenis-jenis industri manufacturing yang menjadi industri unggulan (andalan) di masa Orde Baru, seperti industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Otomotif, Elektronik, Makanan dan Minuman (Mamin), dan industri kimia.  Dan, yang tidak kalah pentingnya adalah pengembangan jenis-jenis industri baru, seperti industri maritim, industri bioteknologi, industri nannoteknologi, industri deep sea fisheries, industri offshore aquaculture, industri deep sea mining, industri tekonologi dirgantara, dan industri menjadikan ruang laut sebagai ruang pembangunan (development space).
 
Selain TSE, kita pun harus membangun kedaulatan di bidang pangan, farmasi, dan energi.  Dengan cara meningkatkan produktivitas dan produksi ketiganya secara ramah lingkungan dan berkelanjutan; pengendalian konsumsi (penggunaan) pangan, farmasi, dan energi; dan transisi energi dari penggunaan energi fosil (batubara dan minyak) ke energi terbarukan dan bersih. Kita mesti melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap Perubahan Iklim Global, tsunami, gempa bumi, banjir, dan bencana alam lainnya.  
 
Semua kebijakan dan program pembangunan diatas haruslah mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan (sustainable development principles) (Sach, 2015).  Ada 8 prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang mesti dipedomani oleh pemerintah dan pemerintah daerah, BUMN, sektor swasta, dan masyarakat.  Pertama, di setiap level pemerintahan harus ada RTRW yang mengalokasikan kawasan lindung (protected areas) minimal 30 persen total luas wilayah, dan 70 persen sisanya untuk berbagai jenis kegiatan pembangunan sesuai kesesuaian lahannya. Kegiatan pembangunan (seperti pertambangan, pertanian, industri manufaktur, dan pemukiman) tidak diizinkan berada di dalam kawasan lindung.  
 
Kedua, kegiatan usaha pemanfaatan SDA terbarukan (seperti hutan, perikanan, dan lahan pertanian) harus tidak melampui kemampuan pulih (renewable capacity) nya dan dilakukan dengan teknologi yang ramah lingkungan.  Ketiga, kegiatan usaha eksploitasi SDA tidak terbarukan (minyak, gas bumi, bahan tambang, batubara, nikel, tembaga, emas, dan mineral lainnya) mesti dilakukan secara ramah lingkungan. Dan, sebagian keuntungan dari usaha ini harus diinevestasikan untuk mengembangkan beragam kegiatan ekonomi yang berkelanjutan, seperti pertanian, perikanan, pariwisata, dan ekonomi kreatif berbasis teknologi Industry 4.0 dan Society 5.0.  
 
Keempat, pengendalian pencemaran lingkungan dan emisi atmosfer untuk menjaga kualitas lahan, perairan, dan udara kita, agar tetap sehat dan aman bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.  Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) seperti logam berat, pestisida, plastik, dan limbah nuklir tidak boleh dibuang ke lingkunga alam. Limbah B3 harus diolah, dinetralkan lebih dahulu, baru kemudian boleh dibuang ke lingkungan alam secara ekstra hati-hati. Limbah non-B3 (organik dan unsur hara) diizinkan dibuang ke lingkungan alam, tetapi dengan laju pembuangan tidak melebihi kapasitas asimilasi lingkungan alam. Laju emisi karbon dan GRK lainnya harus sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah (dokumen NDC, 2021). Untuk itu, kita harus menggunakan zero-waste dan zero-emission technology, teknologi 3 R (Reuse, Reduce, dan Recycle), dan ekonomi sirkular. 
 
Kelima, secara bertahap dan signifikan kita harus meninggalkan penggunaan energi fosil (minyak, gas bumi, dan batubaru), dan mulai sekarang juga meningkatkan penggunaan energi bersih dan terbarukan, seperti energi matahari, angin, air (hydropower), panas bumi, bioenergy, energi kelautan, dan hidrogen. Keenam, melaksanakan konservasi baik pada level genetik, spesies maupun eksosistem, dengan pendekatan in-situ maupun ex-situ.  
 
Ketujuh, kegiatan pembukaan lahan, pembangunan pemukiman, perkotaan, gedung-gedung, infrastruktur, dan pembangunan lainnya harus dirancang dan dikerjakan sesuai dengan struktur, karakteristik, dan dinamika proses-proses alam setempat.  Design and Construction according to the Nature (Mc. Hargh, 1966). Kedelapan, menyiapakan dan mengimplementasikan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap Perubahan Iklim Global (UNEP, 2020), tsunami, gempa bumi, banjir, dan bencana alam lainnya.
 
Di era dunia yang tanpa sekat (borderless world) dan saling terhubungkan (highly interconnected) berkat kemajuan di bidang teknologi transportasi, telekomunikasi, internet, dan digital; tidak satupun negara-bangsa di dunia yang bisa lepas dari pengaruh dinamika global (internasional).  Kehidupan dunia di abad-21 ini juga bercirikan VUCA (Volitile, Uncertain, Complex, and Ambiguous = Bergejolak, Tidak Menentu, Rumit, dan Membingungkan) (Radjou and Prabhu, 2015). 
 
"Oleh sebab itu, supaya kita menjadi insan (bangsa) pemenang (winner), bukan pecundang (losser), maka bangsa Indonesia, termasuk warga Ponpes dan para alumninya, mesti mampu mengantisipasi perubahan (perkembangan) dinamika global beserta cara-cara kita untuk mengatasi dan mengelolanya," kata Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) itu.
 
Menurutnya, ada lima kecenderungan global utama (key global trends) yang mempengaruhi perekonomian dan kehidupan umat manusia di abad-21 ini. Pertama adalah pertambahan penduduk dunia, dari 2,5 milyar orang pada 1950 menjadi 6 milyar pada 2000, dan 8 milyar pada 2022. Kemudian, pada 2050 penduduk dunia diprediksi akan menjadi 9 milyar orang, dan 11 milyar pada 2100 (United Nations, 2023). Kecenderungan ini tentu akan melipatgandakan permintaan (demand) terhadap kebutuhan dasar manusia (pangan, sandang, papan/perumahan, kesehatan, dan pendidikan); kebutuhan sekunder (transprotasi, televisi, computer, HP, dan lainnya); dan kebutuhan tersier seperti rekreasi dan pariwisata, kebugaran tubuh, kecantikan, dan lain sebagainya.  
 
Kedua, pencemaran lingkungan, kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity loss), dan Perubahan Iklim Global beserta segenap dampak negatipnya.  Tiga krisis ekologi ini cenderung memburuk dari tahun ke tahun. Fenomena ini bakal menurunkan kemampuan ekosistem alam (hutan, danau, sungai, laut, dan lainnya) serta bumi kita di dalam menyediakan bahan pangan, farmasi, energi, air, mineral, dan SDA lainnya.  Selain itu, daya dukung, kesesuaian, dan kenyamanan bumi sebagai tempat tinggal dan bagi aktivitas kehidupan umat manusia serta makhluk hidup lainnya pun akan berkurang (WWF, 2022; UNEP, 2020; Wizsacker and Wijkman, 2018; dan Al-Gore, 2017).  
 
Ketiga, ketegangan dan konflik geopolitik global yang kian meruncing, seperti perang Rusia vs Ukraina, perang bersaudara di Sudan, agresi Israel terhadap Palestina yang tak kunjung usai, dan perseteruan antara Amerika Serikat vs China, menyebabkan penurunan produksi pangan, energi, dan komdoditas serta produk lainnya; dan terdisrupsinya rantai pasok global (global supply chain).  Semua ini telah mengakibatkan inflasi yang sangat tinggi di banyak AS, Eropa, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara lainnya yang berujung pada resesi ekonomi.  
 
Keempat, proses pemulihan ekonomi akibat Pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih, tiga krisis ekologi (triple ecological crises), dan ketegangan geopolitik global telah mengakibatkan tingkat kemiskinan, kelaparan, dan ketimpangan ekonomi (economic inequality) global meningkat.  Sebelum Pandemi Covid-19 pada Desember 2019, jumlah penduduk dunia yang miskin dengan pengeluaran per hari lebih kecil dari 2 dolar AS sebanyak 3 milyar orang (37% total penduduk dunia), dan yang menderita kelaparan sekitar 700 juta orang (World Bank, 2020; FAO, 2020).  
 
Akibat Pandemi Covid-19 dan konflik geopolitik, pada 2022 penduduk miskin dunia meningkat menjadi 3,5 milyar orang (40% total penduduk dunia), dan yang kelaparan bertambah menjadi 1 milyar jiwa (World Bank, 2022; FAO, 2022). Laporan Indeks Kelaparan Global tahun 2021 yang diterbitkan oleh Welthungerlife and Concern Worldwide, mengungkapkan bahwa 50 negara saat ini menghadapi tingkat kelaparan serius.  Yang lebih memprihatinkan, bahwa sekitar 2,4 milyar orang (30% total penduduk dunia) tidak mampu mendapatkan makanan dengan nilai gizi yang layak (United Nations, 2020).  
 
Pada 2019, sebanyak 2.153 orang terkaya (trilyuner) di dunia memiliki kekayaan melebihi total kekayaan 4,6 milyar orang penduduk dunia.  Dan, satu persen orang terkaya di dunia memiliki lebih dari dua kali lipat total kekayaan dari 99% total penduduk dunia (Oxfarm International, 2020). Selain itu, gelombang (jumlah orang) yang bermigrasi dari wilayah (negara) yang mengalami perang, penindasan oleh penguasa, kelaparan, kemiskinan atau bencana alam juga terus meningkat dari tahun ke tahun. 
 
"Contohnya, pengungsi Rohyngya dari Myanmar; dari Syiria, Yaman, Palestina, dan beberapa negara Afrika ke Eropa dan Amerika Utara; dan dari Meksiko dan beberapa negara Amerika Latin lainnya ke AS dan Kanada," terang Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pemerintah Daerah Pesisir dan Kepulauan Seluruh Indonesia (ASPEKSINDO) itu.
 
Kelima, pesatnya perkembangan teknologi, khususnya jenis-jenis teknologi di era Industry 4.0, telah mengakibatkan disrupsi (perubahan fundamental yang terjadi secara super cepat) di hampir semua bidang (aspek) kehidupan umat manusia.  Sejumlah teknologi yang dimaksud adalah teknologi digital, IoT (Internet of Things), AI (Artificial Intelligence), Blockchain, Big Data, Cloud Computing, Metaverse, Robotics, Biotechnology, Nannotechnology, dan lainnya.
 
Oleh karena itu, kata Prof. Rokhmin Dahuri, program pemberdayaan Ponpes seyogyanya tidak hanya untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas nya agar kehidupan para santri, ustadz, dan kiyai (ulama) serta alumninya lebih sukses dan bahagia di dunia dan akhirat. Tetapi, juga agar Ponpes beserta segenap alumninya mampu berkontribusi signifikan terhadap pemecahan segenap permasalahan bangsa maupun permasalahan global seperti saya sampaikan diatas.
 
Maka, program pemberdayaan Ponpes harus mampu meningkatkan kinerja dari tiga tugas dan fungsi utama Ponpes semaksimal dan sebaik mungkin, yakni: (1) fungsi pendidikan, (2) fungsi pemberdayaan sosial-ekonomi, dan (3) fungsi dakwah (UU No. 18/2019 tentang Pesantren).
 
Dalam hal fungsi pendidikan, Ponpes harus terus menerus melakukan perbaikan dan peningkatan kinerjanya.  Supaya mampu meluluskan para santrinya menjadi alumni yang kokoh IMTAQ nya, mulia akhlaknya, dan memiliki kompetensi duniawi yang mumpuni.  Dengan tiga karakter (profil) utama itu, para alumni Ponpes insya Allah tidak hanya akan sukses dan bahagia hidup di dunia dan akhirat kelak, tetapi juga bermanfaat dan bisa menebarkan kebajikan (berkah) bagi keluarganya, bangsanya, dan bahkan umat manusia di dunia. 
 
 
Di tengah-tengah dekadensi moral dan defisit keteladanan para pemimpin di Indonesia maupun di tingkat global (dunia), kita bangsa Indonesia dan masyarakat dunia membutuhkan banyak orang yang kompeten secara duniawi, dan sekaligus juga kokoh  IMTAQ nya dan mulia akhlaknya. Insan yang ber-IMTAQ pasti akan memiliki akhlak mulia, terutama berupa shidiq, amanah, fathonah, tabligh, sabar, bersyukur, kanaah, pemaaf, dan penyayang (Kementerian Agama, 2021). 
 
"Yang saya maksud dengan memiliki kompetensi duniawi adalah penguasaan IPTEK sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan perkembangan zaman, jiwa kewirausahaan (entreprneurship), dan soft skills (emotional quotient) (Altbach and Salmi, 2011; UNESCO, 2014; dan Crawley, et.al., 2020). 
Ada 12 (duabelas) kelompok IPTEK, keterampilan (skills), dan keahlian (expertise) yang dibutuhkan di abad-21 ini," terang  Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany itu.
 
Pertama, ujarnya, berbagai jenis IPTEK yang terkait dengan teknologi dan manajemen untuk memproduksi semua jenis produk dan jasa untuk memenuhi 5 kebutuhan dasar manusia secara produktif, efisien, berdaya saing, inklusif (berkeadilan), ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable), yakni: (1) pangan dan minuman (seperti pertanian, peternakan, perikanan, teknologi pengolahan dan pengemasan pangan, dan bioteknologi); (2) sandang (serat, tekstil dan produk tekstil); (3) papan (perumahan dan bangunan lainnya); (4) kesehatan (seperti kedokteran, gizi, olah raga; dan (5) pendidikan.
 
Kedua, yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier manusia. Kebutuhan sekunder antar lain berupa: kelengkapan dan peralatan rumah tangga serta dapur (mebeler, kitchen set, AC, dan TV); HP (telepon genggam), komputer, sepeda motor, mobil, kapal laut, dan pesawat udara.  Adapun kebutuhan tersier antara lain mencakup: perawatan kebugaran (wellness), kecantikan, rekreasi, pariwisata, dan ‘medsos’.
 
Ketiga, yang terkait dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan laut, bandara, air bersih, bendungan, jaringan irigasi, jaringan listrik, jaringan pipa gas, dan kabel di bawah laut.  Keempat, yang terkait dengan transportasi, komunikasi, dan konektivitas digital.  Kelima, yang terkait dengan aspek HANKAM (Pertahahan dan Keamanan) termasuk industri pertahanan. 
 
Keenam, yang terkait dengan eksplorasi, eksploitasi (produksi), pengolahan, transprotasi, dan distribusi berbagai jenis mineral dan bahan tambang dan galian.  Contoh mineral: nikel, bijih besi, pasir besi, bauksit, emas, tembaga, perak, mangan, dan mineral tanah jarang (rare earth).   Ketujuh, yang terkait dengan eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, transportasi, dan distribusi beragam jenis energi. 
 
Contoh energi: (1) yang tidak terbarukan (non-renewable energy) termasuk minyak, gas, dan batubara; dan (2) yang terbarukan (renewable energy) seperti energi matahari, angin, panas bumi (geothermal), air (hydropower), biofuel (energi dari bahan-bahan nabati), energi gelombang laut, energi arus laut, energi pasang surut laut, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), nuklir, dan hidrogen.
 
Kedelapan, yang terkait dengan teknologi dan manajemen lingkungan supaya pembangunan ekonomi dapat berlangsung secara berkelanjutan.  Ini meliputi: (1) perencanaan tata ruang wilayah (RTRW); (2) pengendalian pencemaran; (3) konservasi keanekaragam hayati (biodiversity) pada level (tingkat) genetik, spesies, dan ekosistem; dan (4) cara-cara mengubah bentang alam, mendesain, dan membangun infrastruktur serta bangunan yang sesuai dengan struktur, karakteristik, dan dinamika lingkungan alam (design and construction with nature).  
 
Kesembilan, yang terkait dengan mitigasi dan adaptasi terhadap Perubahan Iklim (Global Climate Change), gempa bumi, tsunami, bencana hidrometri (seperti banjir, eosi, dan longsor), badai, dan bencana alam lainnya.
 
Kesepuluh, terkiait dengan beragam jenis teknologi yang lahir di era Industry 4.0 sejak awal abad-21 ini sebagaimana telah saya uraikan diatas.  Yakni: IoT, AI, Blockchain, Cloud Computing, Robotics, semikonduktor, chips, Nanoteknologi, dan Bioteknologi. Kesebelas,  yang terkait dengan manajemen pembangunan ekonomi, investasi, bisnis, dan perdagangan. 
 
Keduabelas, yang terkait dengan ilmu-ilmu dasar yang dibutuhkan sepanjang masa, termasuk untuk mendukung pengembangan kesebelas kluster IPTEK diatas.  Contohnya adalah: matematika, fisika, kimia, biologi, engineering, metalurgi, geologi, geodesi, geomorfologi, oseanografi, limnologi, klimatologi, ekonomi, psikologi, antropologi, sosiologi, hukum, dan politik.
 
"Ponpes harus memacu fungsi pemberdayaan sosial-ekonominya, bukan hanya untuk mencapai kemandirian dan kemerdekaan keuangan (financial self-sufficiency and freedom) Ponpes itu sendiri, tetapi juga untuk membantu mensejahterakan masyarakat sekitar Ponpes yang pada umumnya kurang sejahtera," kata Honorary Ambassador of Jeju Islands itu.
 
Selain biaya Pendidikan dan ‘mondok’ (akomodasi dan konsumsi) dari para santri, kemandirian dan kemerdekaan finansial Ponpes akan lebih baik dari pengembangan usaha (bisnis) sesuai dengan potensi ekonomi yang dimiliki Ponpes dan permintaan (pasar).  Usaha (bisnis) selain menjadi sumber pendapatan bagi Ponpes, juga menjadi wahana pelatihan bagi para santri dalam menjalankan investasi dan bisnis professional, sekaligus menempa jiwa kewirausahawan (entreprneurship) nya.  Sehingga, ketika sudah lulus dari Ponpes, para alumni santri selain sebagai ulama yang berdakwah, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, juga siap untuk bekerja atau bahkan menciptakan lapangan kerja (berwirausaha) secara sukses dan mendapat berkah Illahi. "Dengan demikian, para alumni santri akan menjadi tangan diatas, bukan tangan di bawah; dan menjadi rahmatan lil a’lamin," tuturnya.
 
Apapun jenis usahanya, supaya sukses, menguntungkan dan berkah secara berkelanjutan, suatu bisnis harus: (1) memenuhi skala ekonomi (economy of scale), (2) menerapkan ISCMS (Integrated Supply Chain Management System), (3) menggunakan teknologi mutakhir (state of the art technology) yang tepat, dan (4) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development principles).  Sebagian keuntungannya dialokasikan untuk zakat, infaq, dan shodaqoh.  Doa dan selalu dekat serta ber IMTAQ kepada Allah. Kembangkan kerjasama dengan Ponpes – Ponpes lainnya, BUMN, perusahaan swasta, Lembaga internasional, dan stakeholders lain.
 
Dengan memaksimalkan fungsi Pendidikan dan fungsi pemberdayaan sosial-ekonomi sebagaimana saya uraikan diatas, insya Allah Ponpes dapat melaksanakan fungsi dakwah dengan lebih baik, efektif, dan berdampak positip (impactfull) bagi masyarakat sekitar, bangsa Indonesia, bahkan masyarakat dunia.
 
Untuk dapat menjalankan ketiga fungsi Ponpes diatas secara optimal, maka Ponpes harus memperbaharui kurikulumnya, yang mengintegrasikan ilmu- ilmu agama (akhirat) dengan IPTEK keduniaan (umum).  Sistem dan mekanisme pengajaran (Pendidikan) mesti benchmarking (belajar) dari Lembaga-lembaga Pendidikan pada zaman keemasan Umat Islam (the Golden Age of Moslem) (Wallace – Murphy, 2006), dengan beberapa penyesuaian (adjustments) sesuai kondisi lokal kita dan zaman sekarang.  Infrastruktur dan sarana Ponpes harus terus dipelihara, dikembangkan, dan diperbaiki supaya bertaraf internasional (world-class quality).  Kapasitas, IMTAQ, kesalehan, dan kesejahteraan para Ulama, Ustadz, dan pegawai mesti terus ditingkatkan.
 
"Semoga Orasi Ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua, terutama para santri serta alumni Pondok Pesantren Ar Rahman dan Civitas Academica nya. Dan, semoga kiprah kehidupan kita semua diridhai dan diberkahi oleh Allah SWT, sehingga dapat berkontribusi signifikan bagi terwujudnya Indonesia Emas 2045, dan for “a better and sustainable world”," pungkas Busan Metropolitan City, South Korea itu.

Komentar