Jumat, 10 Mei 2024 | 06:16
OPINI

Lima Jurus Ampuh Turunkan Angka Putus Sekolah

Lima Jurus Ampuh Turunkan Angka Putus Sekolah
Seorang anak sedang membaca buku di teras rumahnya

Oleh: Anwar Suhut, Project Manager Gugah Nurani Indonesia (GNI) Medan

Setiap tahun, BPS mencatat puluhan ribu anak putus sekolah. Berbagai persoalan dihadapi anak-anak setelah mereka putus sekolah, mulai dari kawin anak, terlibat kejahatan, menambah angka pengangguran dan kemiskinan. Dibutuhkan pendekatan holistik kepada keluarga, masyarakat dan sekolah untuk mengentaskan persoalan ini.

ASKARA - Belakangan Ini, saya kerap menyaksikan banyak anak mengadu nasib di jalanan, seperti persimpangan lampu merah di kota Medan. Ada yang jadi meminta sumbangan, menjaja koran atau tisu, mengamen dengan berbusana badut, bahkan ada yang mengecat sekujur tubuhnya dengan cat perak agar tampak seperti manusia silver. Semua itu mereka lakukan tak lain adalah bentuk-bentuk modifikasi dari mengemis.

Beraktivitas di jalanan sungguh berbahaya. Selain membahayakan keselamatan karena ramainya kendaraan lalu-lalang, juga semakin berpotensi menjauhkan anak-anak dari kesempatan meraih masa depan yang lebih baik. Mereka kemudian kehilangan akses terhadap pendidikan. Seperti diketahui, banyak diantara mereka adalah anak putus sekolah yang kemudian menghabiskan keseharian mereka dengan mencari uang di jalanan.

Berkaca dari pengalaman bekerja selama 5 tahun terakhir di Yayasan Gugah Nurani Indonesia (GNI), yang fokus pada pemenuhan hak-hak anak, saya menemukan betapa persoalan anak putus sekolah ini sangat kompleks. Salah satu wilayah kerja kami adalah Belawan, yang tidak jauh dari pusat kota Medan. Di Belawan, kami menemukan segudang permasalahan dihadapi anak-anak setelah mereka berhenti bersekolah. Sebagian dari mereka ada yang kawin anak, sebagian lagi terlibat dalam aksi kejahatan.

Data dari Kelurahan Belawan II menunjukkan, dalam lima tahun terakhir sedikitnya 200 pasangan anak menikah di bawah umur. Mereka kawin anak. Mereka kemudian memasuki kehidupan yang penuh konflik di dalam keluarga apalagi setelah mereka memiliki anak. Dalam banyak wawancara yang kami lakukan, anak-anak ini mengaku mendapatkan kekerasan baik secara fisik maupun psikologis, entah itu dari suami ataupun mertua dan keluarga besar mereka. Anak-anak perempuan yang seharusnya masih berada di bangku sekolah ini terpaksa harus memasuki lingkaran kekerasan rumah tangga (KDRT) dan kemiskinan.

Putus sekolah rupanya tidak semata memutus anak dari kehidupan persekolahan tetapi juga membawa mereka ke banyak dampak yang sangat mengerikan. Sebutlah anak perempuan kerap mengalami kekerasan rumah tangga sebagai imbas dari kawin anak, sedangkan anak laki-laki cenderung terjerumus kepada kegiatan negatif seperti bergabung menjadi bajing loncat. Aktivitas bajing loncat jelas bertaruh nyawa. Di Belawan, beberapa, anak remaja yang terlibat bajing loncat harus mati sia-sia. Mereka meloncat dari truk lalu kepalanya pecah dihantam aspal.

Penyebab utama mereka berhenti bersekolah adalah akibat lingkungan yang begitu buruk seperti tingginya peredaran narkoba. Orang tua mereka bercerai akibat si Ayah menjadi pemakai narkoba. Selain itu juga begitu mudah bagi anak mendapat uang sebesar tujuh puluh ribu sampai dengan seratus ribu rupiah dengan pergi melaut mencari ikan, sehingga urusan bersekolah dianggap tidak penting. Penyebab yang lain adalah rendahnya pola asuh orang tua akibat tingkat pendidikan orang tua yang juga rendah.

Dari pengalaman bekerja yang panjang, kami sampai kepada satu kesimpulan, yaitu putus sekolah merupakan awal masa kelam bagi anak-anak Belawan. Berbagai permasalahan itu belum waktunya mereka hadapi. Persoalan putus sekolah ini bukan hanya terjadi di Belawan. Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), pada tahun ajaran 2020/2021, sebanyak 83,7 ribu anak putus sekolah di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut meliputi anak putus sekolah di tingkatan SD, SMP, SMA, dan SMK baik negeri maupun swasta.

Anak dukungan GNI menerima perlengkapan sekolah untuk membantu anak agar tetap bersekolah

Menjadi Beban Negara

Meminjam data BPS, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,4 juta orang pada Agustus 2022, atau 5,86 persen dari total angkatan kerja nasional. Dari jumlah ini, sebanyak 1,86 juta jiwa (22 persen) adalah dari usia 15-19 tahun, usia yang seharusnya masih bersekolah. Angka ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2021 sebesar 23,9 persen dan 2020 sebesar 24,34 persen. Bisa disimpulkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun selalu menyumbang tingkat pengangguran terbuka setiap tahunnya. Dan jumlahnya tidak main-main.

Menghadapi situasi ini, pemerintah akhirnya harus terus berupaya untuk mencari jalan keluarnya. Tahun 2021 lalu, Kemdikbudristek meluncurkan Program Ayo Kursus untuk mereka yang sudah putus sekolah agar kembali mendapatkan pendidikan melalui program kursus dan pelatihan. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah menggelontorkan dana 100 milyar untuk program ini guna membiayai sebanyak 24.500 peserta, dengan tingkat keberhasilan terserap didunia kerja sebesar 87 persen. Artinya ada 13 persen atau 3.185 orang yang tidak berhasil dengan beban anggaran yang telah dihabiskan sebesar 12 milyar lebih.

Selain menjadi pengangguran, rendahnya tingkat pendidikan akibat putus sekolah juga menjadi salah satu penyebab kemiskinan. Jika tidak segera diatasi, kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan akan semakin diperparah dengan faktor lain seperti penyebaran wabah, bencana alam dan perang. Tercatat jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebanyak 26,36 juta jiwa. Angka ini meningkat sebanyak 200.000 orang dari Maret 2022. Pemerintah pun berupaya keras untuk membantu masyarakat yang dikategorikan miskin ini dengan menyalurkan sejumlah program perlindungan sosial, baik berupa subsidi maupun uang tunai atau bantuan sosial.

Dana yang dialokasikan oleh pemerintah untuk membantu keluarga-keluarga miskin juga sangat besar. Karena itu harus ada upaya yang dilakukan di setiap daerah untuk menyelesaikan persoalan putus sekolah ini, yang bisa diukur keberhasilannya, sehingga negara tidak semakin terbebani dengan anggaran yang begitu besar.

Camat dan TNI menginspirasi anak-anak di Belawan agar terus semangat meraih cita-cita melalui pendidikan.

Lima Strategi (Pengalaman GNI)

Dalam pengalaman kami di Belawan, hasil endline survey yang dilakukan setelah 5 tahun intervensi program menunjukkan penurunan angka anak putus sekolah yang signifikan, dari 8% menjadi 0,2% di tingkat SD, dari 20% menjadi 2,7% di tingkat SMP dan dari 25% anak putus sekolah di tingkat SMA turun menjadi 21,38%. Data ini menunjukkan bahwa strategi yang kami lakukan telah berhasil mengatasi persoalan anak putus sekolah di wilayah pesisir Kota Medan.

Apa saja yang kami lakukan? Ada lima strategi. Pertama, Program Anak Dukungan (Sponsorship). Strategi ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan sejumlah anak secara intensif. Hal pertama yang kami pantau adalah kesehatan dasar anak meliputi: kesehatan mata, gigi, telinga dan kulit. Anak-anak dukungan diperiksa kesehatannya. Kami melibatkan tenaga-tenaga medis dari puskesmas, seperti dokter umum, dokter gigi dan perawat. Melalui pemeriksaan kesehatan ini anak diedukasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat untuk diterapkan sehari-hari.

Selain kesehatan anak, kebutuhan perlengkapan sekolah anak juga dipantau dan dipastikan terpenuhi. Setiap tahun, anak-anak dukungan diberikan perlengkapan sekolah seperti tas, sepatu, baju seragam, dan alat-alat tulis. Tujuannya adalah agar anak-anak dukungan tidak memiliki kendala dalam perlengkapan sekolahnya dan bisa fokus mengikuti pelajaran di sekolah.

Hal lain yang juga dipantau secara rutin adalah perkembangan berat badan dan tinggi badan anak, untuk memastikan anak memiliki pertumbuhan fisik yang baik. Jika ada anak yang terpantau tidak memiliki pertumbuhan fisik yang baik, anak tersebut akan dirujuk untuk diperiksa kesehatannya di puskesmas. Dan jika anak perlu mendapat penanganan lebih serius maka akan dirawat lebih intensif sampai kondisinya sudah baik dan bisa mengikuti pendidikannya kembali dengan normal.

Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi orang tua sehubungan dengan kesehatan dan pendidikan anak, setiap hari masing-masing anak dukungan dikunjungi rumahnya, bertemu dan berdiskusi dengan orang tua atau keluarga anak. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi orang tua dibicarakan dan dicari solusinya. Tahun 2022, ada lebih dari 300 anak usia sekolah telah mendapat dukungan ini.

Strategi ini telah berhasil membantu anak-anak dukungan agar tetap semangat bersekolah dan meraih cita-citanya. Mayoritas anak-anak dukungan ini telah melanjutkan kuliah. Ada anak yang sudah pergi berlayar mengelilingi beberapa negara karena sudah tamat dari sekolah pelayaran. Ada juga anak yang telah berhasil menjadi perawat di rumah sakit negeri karena sudah tamat dari sekolah perawat.

Kedua, Kampanye Hak Anak atas Pendidikan. Lebih dari 2.000 anak dan juga orangtua telah mengikuti kampanye secara bertahap, melalui acara-acara sosial warga, acara keagamaan, berkunjung langsung ke rumah warga maupun acara khusus yang dikemas melalui perayaan hari anak nasional. Beragam informasi penting disampaikan, baik melalui video maupun permainan-permainan yang edukatif bagi anak-anak. Kampanye bertujuan untuk menguatkan semangat anak untuk pergi bersekolah setiap hari dan meraih cita-citanya melalui pendidikan.

Guru mengikuti pelatihan pembelajaran aktif dan menyenangkan.

Di tengah-tengah lingkungan yang buruk di Belawan, penting sekali terus mengingatkan anak-anak untuk bermimpi dan meraih cita-citanya melalui pendidikan. Hal inilah yang ingin dipastikan tercapai dari strategi kampanye pendidikan ini.

Ketiga, Tabungan Pendidikan Anak. Orang tua yang telah memiliki peningkatan kesadaran akan pentingnya hak anak atas pendidikan, didorong untuk menyisihkan pendapatan keluarga setiap bulannya yang diperuntukkan untuk kebutuhan pendidikan anaknya dalam jangka panjang. Tabungan ini disimpan di bank atau di koperasi.

Ratusan orang tua telah bersedia menabung uangnya. Melalui edukasi yang diberikan, orang tua juga semakin terampil dalam mengelola keuangan keluarganya, yang mana kebutuhan yang prioritas untuk dipenuhi, serta mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang sebenarnya tidak perlu. Karena sering sekali penyebab anak putus sekolah adalah faktor ekonomi keluarga, sehingga memastikan adanya biaya pendidikan anak sejak dini sangat perlu.

Keempat, Membentuk Satuan Tugas (SATGAS) Anti Anak Putus Sekolah. SATGAS ini terbentuk atas dasar kesadaran yang kuat di masyarakat akan pentingnya wajib belajar 12 tahun bagi semua anak. Beberapa perwakilan dari orang tua, kepala lingkungan, guru dan juga pemuda-pemudi bergabung dalam satuan tugas ini. Tugas satgas ini ada dua, yaitu mencegah anak jangan sampai putus sekolah dan mengembalikan anak putus sekolah ke sekolah melalui kejar paket A, B atau C.

Para relawan ini gencar mencari dan menemui anak-anak yang sudah putus sekolah, berdiskusi dengan orang tua dan keluarga anak, dan mendorong mereka untuk kembali bersekolah melalui kejar paket. SATGAS ini bekerja sama dengan salah satu usaha kelompok masyarakat di Belawan yaitu Bank Sampah. Sebesar 10 persen dari keuntungan penjualan sampah setiap bulan didonasikan kepada SATGAS untuk dikelola menangani anak yang putus sekolah, seperti biaya mengambil kejar paket.

Kerja sama ini memiliki nilai keberlanjutan karena sistemnya sudah terbangun, yaitu keuntungan dari usaha yang didirikan oleh kelompok masyarakat itu sendiri dengan mengelola potensi yang ada yaitu penumpukan sampah, sebagian mereka kembalikan untuk penanganan anak putus sekolah. Sistem penanggulangan anak putus sekolah ini sudah terbangun sejak 2020 lalu dan masih berjalan terus sampai sekarang.

Terakhir, Peningkatan Kompetensi Guru di Sekolah. Jurus pertama sampai dengan keempat adalah intervensi di tengah-tengah masyarakat, yang lebih menekankan pada peningkatan kesadaran anak, orang tua dan para pemangku kepentingan. Namun persoalan anak putus sekolah juga sering sekali dipengaruhi oleh situasi belajar-mengajar disekolah. Anak-anak yang putus sekolah tersebut kurang termotivasi untuk pergi ke sekolah. Salah satu penyebabnya adalah kemampuan mengajar guru yang cenderung membosankan.

Karena itu, untuk mengatasi persoalan ini, guru-guru perlu dilatih tentang pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Lebih dari 80 persen guru dari seluruh sekolah yang ada di wilayah dampingan program, telah ditingkatkan kapasitas mengajarnya.

Setelah mengikuti pelatihan, guru-guru mendesain pembelajaran di kelas menjadi lebih menyenangkan dan membuat siswa lebih aktif berdiskusi, bertanya serta menyampaikan hasil kerja kelompok di depan kelas. Pembelajaran di kelas juga dikemas dengan permainan yang edukatif.

“saya semakin rajin datang ke sekolah setelah guru mengajari kami dengan cara yang menyenangkan. Guru kami juga sering membuat permainan-permainan yang membuat kami tambah bersemangat untuk belajar, ” M. Qowiy Efendi, siswa MIS Alfathin Belawan.

Tidak hanya berdampak baik bagi anak, pelatihan Pakem juga sangat berguna bagi guru, seperti diungkapkan Nia Ananda, guru MIS Alfathin Belawan. “Setelah kami mengikuti pelatihan PAKEM, kami menjadi lebih mengerti bagaimana merancang pembelajaran yang asik dan menyenangkan sehingga siswa kami jadi lebih aktif. Kami dilatih metode-metode yang baru dalam mengajar,” ujarnya.

Pembelajaran yang dijalankan sekarang di MIS Alftahin, juga telah diterapkan di sekolah-sekolah lain. Benar apa yang dikatakan Profesor John Hattie dari University of Melbourne, Australia, ada dua faktor yang paling menentukan keberhasilan siswa yakni siswa itu sendiri dan gurunya. “Mengubah cara belajar siswa dan mengubah cara mengajar guru, akan mempengaruhi keberhasilan siswa.” Jelas, cara belajar siswa akan berubah jika cara mengajar guru diubah dengan berlatih PAKEM sebanyak mungkin.

Lima strategi di atas telah berhasil menurunkan angka anak putus sekolah di Belawan. Kelima jurus ampuh ini memang masih berada dalam skala yang kecil, namun pola ini tentu bisa dikembangkan menjadi skala yang lebih luas, sehingga akan membantu pemerintah mengurangi beban anggaran, serta mengalokasikannya untuk pembangunan prioritas lainnya. (*)

Komentar