Sabtu, 04 Mei 2024 | 05:41
OPINI

Angklung Buncis Cibuah, Ritual Panen Padi

Angklung Buncis Cibuah, Ritual Panen Padi
Yoyon Darsono dan Angklung Buncis Cibuah

Oleh:  Yoyon Darsono *)

ASKARA - Cibuah adalah sebuah kampung di lereng Pasir Salak dan gunung Penuh tempat lahirnya Angklung Buncis. Kampung Cibuah pada awalnya disebut lebak kepuh, berubah nama menjadi lebak Cibuah, dan sekarang menjadi Kampung Cibuah Desa Darmajaya Kecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang Jawa Barat.

Angklung Buncis, yang ada di Kampung Cibuah merupakan warisan dari Uyut Udi, diwariskan kepada Aki Enjon, diwariskan kepada Bapak Sueb dan sekarang diwariskan kepada Dase. Dase adalah generasi ke empat (buyut) dari Uyut Udi yang diberikan amanah secara turun temurun untuk merawat, memelihara dan melestarikan Angklung Buncis Cibuah untuk tetap lestari dan terjaga keaslianya.

Menurut keterangan Bah Sueb (generasi ketiga) 70 tahun, Angklung Buncis Cibuah diperkirakan sudah berumur lebih dari 250 Tahun. Pada awalnya Angklung Buncis Cibuah digunakan sebagai sarana ritual dalam menyambut panen padi (dewi padi) sebagai rasa syukur kepada Gusti nu Maha Suci, Alloh SWT.

Angklung Buncis Cibuah dimainkan oleh anggota keluarga yang pada umumnya mereka adalah para petani padi dengan tujuan untuk menghormati dan menyambut padi yang akan di panen.

Sehari sebelum panen, yang punya sawah selalu mengadakan upacara “Nyawen” dan “Nurunan”. Nyawen adalah ritual membuat ciri pada padi yg sudah kuning dan matang yang diikat 7 “ranggeuy” atau 7 batang padi yang besoknya akan di panen.

Sedangkan “Nurunan” atau Mitembeyan adalah ritual untuk memetik atau memanen padi yang sudah diikat 7 ikat/7 batang padi menggunakan “etem” ani-ani. Kemudian dilanjutkan dengan memanen 5 dapuran/5 ikat padi yang paling baik, paling tua yang nantinya akan dijadikan benih. Benih itu disebut dengan ibu padi yang akan ditanam kembali sebagai bibit/benih.

Sesuai dengan perkembangan dan perubahan jaman, angklung buncis ini selain digunakan dalam ritual panen padi, juga digunakan sebagai hiburan dalam rangka menyambut dan memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia pada pawai tanggal 17 Agustusan.

Angklung Buncis ini juga digunakan untuk mengararak atau menghibur anak sunat/khitanan. Anak yang akan disunat dihibur di arak keliling kampung dengan digendong oleh orang tuanya atau dinaikan ke jampana.

Angklung Buncis Cibuah sampai sekarang masih tetap digunakan dalam ritual panen padi dan menjadi penghibur para petani padi yang sedang melaksanakan panen padi. Hampir setiap tahun Angklung Buncis ini selalu diikut sertakan dalam event Darmaraja Festival dan pernah mengikuti Banjar Festival di Kota Banjar Jawa Barat, dll.

*) Dosen Fakultas Seni Pertunjukan ISBI Bandung

Komentar