ASKARA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pendidikan dan Layanan Psikologi disahkan menjadi UU dalam sidang paripurna yang digelar DPR RI, Kamis (7/7). 

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengatakan, pembahasan UU pendidikan dan Layanan Psikologi itu sudah dimulai sejak 2021. 

Komisi X, kata dia, mendapat penugasan dari pimpinan DPR membahas aturan tersebut pada 19 Januari 2021.

Pembahasan dilakukan bersama sejumlah kementerian/lembaga. Yaitu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Sosial (Kemensos), dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). 

Sedangkan, rapat kerja pertama dilakukan pada 22 Maret 2022 lalu.
 
"Dengan agenda penjelasan pimpinan Komisi X, penyerahan DIM (daftar inventaris masalah), sekaligus tanggapan pemerintah, pembentukan panja dan membahas jadwal serta mekanisme pembahasan," ujar Hetifah.
 
Kemudian, Komisi X mendalami DIM yang diserahkan pemerintah. Pendalaman yang dilakukan pada Masa Sidang IV dan V Tahun 2021 itu dilakukan dengan para pakar dan pemangku kepentingan psikologi.
 
"Selanjutnya, Komisi X bersama pemerintah pada 22 Mei 2021 kembali mengadakan raker membahas DIM," katanya.
 
Hetifah mengakui, banyak dinamika dan perdebatan dalam pembahasan DIM. Seperti penyelenggaraan pendidikan psikologi, organisasi profesi dan surat tanda registrasi serta surat izin layanan psikologi.
 
"Beberapa isu tersebut bahkan ada yg mengalami dead lock sehingga harus dilakukan lobi," ucapnya.
 
Setelah didiskusikan, berbagai permasalahan pembahasan menemui titik temu. Panja juga sepakat mengubah judul bakal beleid tersebut dari RUU Praktek Psikologi menjadi RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi.
 
Setelah melalui proses panjang, Panja dan pemerintah menyepakati hasil pembahasan UU Pendidikan dan Layanan Psikologi. Pengesahan tingkat I dilakukan pada 29 Juni 2022.