Penghapusan Honorer Tuai Polemik, Ini Penjelasan Menteri Tjahjo
ASKARA - Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) tentang Penghapusan Honorer menuai polemik.
MenPAN-RB Tjahjo Kumolo menjelaskan tujuannya menerbitkan SE tersebut. Tjahjo mengatakan, ingin para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) menentukan status kepegawaian tenaga honorer yang ada. Apakah diangkat menjadi CPNS, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), atau outsourcing.
"Jadi tidak dibikin menggantung," ungkap Tjahjo, di Jakarta, Sabtu (4/6).
Dikatakan Tjahjo, penyelesaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan honorer K2) ini merupakan amanat dari UU Nomor 5/2014 tentang ASN.
Pasal 96 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 49/2018 tentang Manajemen PPPK pun menyebutkan bahwa Pegawai non-ASN yang bertugas di instansi pemerintah dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan, dalam jangka waktu paling lama lima tahun sejak PP tersebut diundangkan.
“PP Nomor 49/2018 diundangkan pada 28 November 2018, maka pemberlakuan lima tahun tersebut jatuh tanggal 28 November 2023 yang mengamanatkan status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah terdiri dari dua jenis, yaitu PNS dan PPPK,” urainya.
Terkait hal-hal tersebut, untuk penataan ASN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, PPK diminta untuk melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing.
“Dan bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan atau diberikan kesempatan mengikuti seleksi calon PNS maupun PPPK,” imbau Tjahjo.
PP Manajemen PPPK mengamanatkan, PPK dan pejabat lain di instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN.
Dengan demikian, PPK diamanatkan menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN.
Tjahjo menegaskan, amanat PP ini justru akan memberikan kepastian status kepada pegawai non-ASN untuk menjadi ASN karena ASN sudah memiliki standar penghasilan/kompensasi.
Dengan menjadi tenaga alih daya (outsourcing) di perusahaan, sistem pengupahan tunduk pada UU Ketenagakerjaan, dimana ada upah minimum regional/upah minimum provinsi (UMR/UMP).
“Kalau statusnya honorer, tidak jelas standar pengupahan yang mereka peroleh,” pungkasnya.
Komentar