Sabtu, 27 April 2024 | 17:03
NEWS

KH. Said Aqil Siroj: Pengkhianat Terhadap Tanah Air Halal Darahnya, Wajib Dibunuh!

KH. Said Aqil Siroj: Pengkhianat Terhadap Tanah Air Halal Darahnya, Wajib Dibunuh!
Prof.Dr.KH. Said Aqil Siroj, MA

ASKARA – Prof.Dr.KH. Said Aqil Siroj, MA menegaskan, bahwa barang siapa berkhianat terhadap tanah airnya halal darahnya, dan boleh dibunuh.

“Barang siapa mati demi negaranya mati syahid,” ujar Ketum PBNU Periode 2010-2015 dan 2015-2021 saat memberikan ceramah kebangsaan pada acara Silaturahim dan Halal bi Halal Paguyuban Dulur Kecirebonan di Hotel Sahid Jaya, Rabu (1/6).

Kiai Said mengungkapkan, perang 10 November di Surabaya yang pasang bom di mobilnya Brigjen Malabi bukan tentara. “Bukan siapa-siapa, tapi santri Tebu Ireng namanya Harun. Itulah contoh nasionalisme para kiai dan santri,” kata Kiai Said.

Selain itu, lanjutnya, kiai-kiai yang membangun pesantren ada namanya tapi tidak terkenal. Yang dikenal, katanya, nama desa nya seperti Tebu Ireng, Jombang. Nama pesantrennya Assalafiyah Syafiiyah. Kemudian Lirboyo nama pesantrennya Hidayatul Mubtadi’ein. Lalu, Ploso Kediri nama pesantrennya Al Falah.

Selanjutnya, Sidoarjo, Rembang, Sarang, Lasem, Kempek, Buntet, Babakan, Cipasung. “Pesantren ini namanya ada, tapi yang terkenal nama desa. Ini menandakan bahwa para kiai sangat mencintai tanah airnya,” tuturnya.

Hal ini, lanjutnya, berbeda dengan pesantren sekarang maunya nama pesantrennya Az Zaitun, An Nida, Ali bin Abi Thalib, Bukhroi Muslim. Menurut Kiai Said pesantren-pesantren tersebut kurang nasionalis.

“Kiai-kiai NU Insya Allah membangun pesantren tidak penting namanya terkenal, yang paling penting nama desanya. Itulah kenyataannya mewarisi nilai-nilai perjuangan para Walisanga dengan mamadukan antara agama dan budaya diteruskan oleh para kiai di pesantren,” jelasnya.

Untuk itu, Kiai Said mengajak meneruskan perjuangan yang sangat mulia karena Negara butuh pengawal mental, pengawal moral, pengawal budaya. “Nilai martabat bangsa tergantung budayanya bukan agamanya,” tegasnya.

Dia mencontohkan, Timur Tengah agamanya baik tapi perang saudara sudah 30 tahun sudah 1.5 juta nyawa menghilang. Menurutnya itu tidak bermartabat. Tapi Jepang, agama Shinto bermartabat budayanya.

“Saya berharap umat Islam beragama dengan benar, berbudaya sangat maju dan modern,” imbuh Kiai Said.

Mengawali ceramahnya, Kiai Said mengingatkan Tuhan menciptakan kita lahir di muka bumi sampai nanti kita kembali kehadapan-Nya, amanah yang paling melekat sebelum amanah agama, jabatan, harta, kedudukan, adalah amanah insaniyah. “Bagaimana kita terus menerus berusaha membangun tatanan kehidupan yang harmonis,” ujarnya.

Oleh karena itu, sambungnya, kalau ada dua golongan sedang konflik itu artinya sedang istirahat dari insan. “Kalau cuma sebentar tidak apa-apa, tapi kalau hilang terus menerus hilang kemanusiaannya,” kata Kiai Said.

Kemudian, terangnya, agama Islam dari kata damai atau dari kata salamatun (menyelamatkan). Orang Islam harus menjadi penyelamat tetangganya, masyarakatnya, lingkungannya. Nabi bersabda, bahwa rang Muslim itu harus tetangganya merasa aman dari perbuatannya dan lisannya. “Kalau ada orang muslim menyebabkan keresahan di masyarakat harus ditinjau ulang keislamannya,” sebutnya.

Kiai Said menceritakan Nabi Muhammad SAW pada 15 abad yang lalu berhasil membangun komunitas umat, bukan hanya umat Islam tapi umat yang diikat dengan kesamaan cita-cita berdasarkan konstitusi bukan konstitusi agama, bukan konstitusi kesukuan, tapi konstitusi Tamaddun (Madaniyah).

Maka, Madaniyah sangat ideal membangun Negara yang berkarakter, berakhlak sehingga disebut Negara Madinah bukan Negara Islam, bukan Negara Arab. Nabi, katanya, tidak pernah mendirikan Negara Islam, tidak pernah memproklamirkan Negara Arab. “Negara Madinah. Itu yang diteruskan oleh Khulafa Roshidun, kemudian diteruskan oleh para Walisanga,” jelasnya.

Walisanga datang ke Nusantara menyebarkan agama Islam tidak dengan cara kekerasan, tidak dengan dokrin, tidak dengan paksaan. Tapi melalui pendekatan peradaban dan budaya, akhlakul karimah. “Quran melarang keras kita mencaci maki non muslim. Jangan sekali-kali kamu mencaci maki non muslim. Demikian Allah jadikan umat dengan kebanggaannya masing-masing, agamanya masing-masing, bahasanya masing-masing, tradisinya masing-masing, Alquran itu menyebutkan,” tegasnya.

Kiai Said mengatakan tidak benar jika ada orang khutbah, muballigh mencaci maki non muslim tidak faham Islam dengan sebenarnya. “Alquran menegaskan, Allah mengizinkan di muka bumi adanya masjid, gereja, vihara, pura, klenteng dsb. Keberagaman ini atas ridha Allah. Itulah kebenaran Islam jika kita betul-betul paham,” ujarnya.

Untuk itu, Kiai Said mengimbau untuk menjaga keberagaman, kebhinnekaan ini karena anugerah dari Tuhan bukan musibah. “Kita menjaga keberagaman menunjukkan kebesaran Tuhan. Itulah Indonesia, bukan Indonesia kalau tidak agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu dan kepercayaan. Bukan Indonesia tanpa keturuan Arab, China, India dsb,” tutur Kiai Said.

Dalam acara tersebut tampak dihadiri Tampak hadir Ketum Dulur Cirebonan, Prof.Dr.Ir.Rokhmin Dahuri.MS, (Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong Royong), Tuan Rumah Komjen. Pol. Drs. Ahmad Dofiri M.Si, (Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri), KH.Manarul Hidayat,MA (Pengaruh Ponpes Al Mahbubiyah Jakarta), Prof.Dr. Yuddy Chrisnandi, ME (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia periode 2014-2016, Dubes Indonesia untuk Ukraina 2017-2021), Dr. HR. Agung Laksono (Anggota Dewan Pertimbangan Presiden), Nina Agustina (Bupati Indramayu) dan tokoh masyarakat Cirebon di Jakarta.

 

Komentar