Kamis, 16 Mei 2024 | 07:32
NEWS

Kejanggalan Pengadaan Alat Tes Antigen, DPR RI: Selidiki Temuan BPK di Kemenkes

Kejanggalan Pengadaan Alat Tes Antigen, DPR RI: Selidiki Temuan BPK di Kemenkes
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher

ASKARA - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher meminta penyelidikan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait soal kejanggalan pengadaan alat tes antigen Covid-19 di Kementerian Kesehatan periode 2020-2021.

"Temuan BPK ini harus diselidiki lebih lanjuta karena sudah melanggar sejumlah ketentuan yang berlaku. Disinyalir sebagian alat tes tersebut tidak memenuhi spesifikasi aspek kedaluwarsa. Ini membuat negara mengalami kerugian yang tidak sedikit," kata Netty dalam rilisnya, dikutip Selasa (31/5/2022).

Menurut Netty, pemerintah seharusnya cermat dalam melakukan kalkulasi pembelian agar tidak terjadi pemborosan anggaran. "Ini menabrak Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang pengadaan barang dan jasa di mana ada kewajiban bagi pihak yang terlibat pengadaan untuk mencegah pemborosan dan kebocoran uang negara," katanya.

Merujuk laporan BPK, Politisi dari F-PKS ini menegaskan pengadaan alat test Covid - 19 oleh Kemenkes dilakukan secara kurang akurat. 

"Misalnya, dengan melakukan pembelian tanpa menghitung ketersediaan stok di seluruh daerah. Akhirnya terjadi kelebihan stok alat tes antigen pada periode itu. Kebutuhan hanya 14 juta unit, namun stok mencapai 18,33 juta unit," kata Netty.

Selain itu, menurut Netty adanya pengadaan oleh satu perusahaan yang sama juga menimbulkan tanda tanya tersendiri. Karena itu, ia meminta pemerintah benar - benar melakukan investigasi temuan BPK atas kejanggalan tersebut.

"Perlu diselidiki apakah kejanggalan ini disengaja atau karena faktor kelalaian. Harus ada konsekuensi hukum dan penegakkan peraturan atas perkara ini. Jangan biarkan berlalu begitu saja," tandasnya.

Selain menjadi salah satu cara melindungi masyarakat dari pandemi, lanjut dia, vaksin yang pengadaannya menggunakan anggaran yang besar tentu harus dilakukan penyelidikan secara menyeluruh.  "Jangan biarkan pelanggaran dianggap biasa dan menguap begitu saja,” imbuhnya.

Sebelumnya, BPK mencatat bahwa sebanyak 297 bets atau 78.361.500 dosis vaksin Covid-19 beredar tanpa melalui penerbitan izin bets atau lot release. Hal tersebut terungkap dalam Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II. 

Dalam laporan tersebut, BPK juga menyebut sarana dan prasarana vaksin belum sepenuhnya menggunakan dasar perhitungan yang sesuai dengan kondisi terkini, serta minimnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.

Komentar