Minggu, 28 April 2024 | 19:01
NEWS

Jadi Tersangka dan Ditahan KPK, Wali Kota Ambon Tercatat Miliki Harta Rp12,4 Miliar

Jadi Tersangka dan Ditahan KPK, Wali Kota Ambon Tercatat Miliki Harta Rp12,4 Miliar
Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy (Dok Kompas.com)

ASKARA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy terkait kasus dugaan suap izin pembangunan cabang ritel. KPK kemudian langsung melakukan penahanan terhadap Richard Louhenapessy. 

Berdasar data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)yang dilaporkan ke KPK, Richard tercatat memiliki harta Rp12.495.832.265.

LHKPN yang dilaporkan Richard itu dilakukan sebagai eksekutif pada Pemerintah Kota Ambon.

"Tanggal penyampaian atau jenis laporan 19 Maret 2021, periodik 2020," keterangan laman elhkpn.kpk.go.id dikutip Sabtu (14/5). 

Richard tercatat memiliki harta tak bergerak dan tidak memiliki harta bergerak seperti kendaraan atau alat transportasi.

Richard memiliki tanah seluas 500 meter persegi di Kota Ambon sebagai hibah dengan akta senilai Rp75 juta. Lalu, tanah dan bangunan seluas 386 meter persegi di Kota Ambon sebagai hasil sendiri senilai Rp1,8 miliar.

Kemudian, tanah seluas 522 meter persegi di Kota Ambon sebagai hasil sendiri senilai Rp160 juta. Richard memiliki tanah dan bangunan seluas 200 meter persegi di sebuah negara yang tidak disebutkan senilai Rp2.050.000.000.

"Bila ditotal tanah dan bangunan sejumlah Rp4.085.000.000," tulis data LHKPN.

Richard juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp132 juta. Kemudian, kas dan setara kas Rp8.278.832.265.

Sebelumnya, Richard ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020. Dia juga ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.

KPK juga menetapkan Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR) sebagai tersangka. Namun, Amri masih buron.

Richard diduga mematok Rp25 juta kepada Amri untuk menyetujui dan menerbitkan dokumen izin ritel. Dokumen itu berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Selain itu, Amri mengguyur Richard Rp500 juta. Fulus itu untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail. Uang diberikan bertahap melalui Andrew.

KPK juga mengendus Richard menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Namun, kasus itu masih didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.

Pada perkara ini, Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Komentar