Jumat, 26 April 2024 | 19:07
NEWS

BAP DPD RI Kembali Mediasi Penyelesaian Hak Pesangon Dan Dana Pensiun Eks Karyawan Merpati

BAP DPD RI Kembali Mediasi Penyelesaian Hak Pesangon Dan Dana Pensiun Eks Karyawan Merpati

ASKARA - Sebagai tindak lanjut hasil kesepakatan dalam Rapat Dengar Pendapat yang telah dilaksanakan pada tanggal 19 Januari 2022 lalu, BAP DPD RI kembali mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan menghadirkan Kementerian BUMN, PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), dan Paguyuban Pegawai Eks Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang digelar di Ruang Rapat Mataram, Gedung DPD RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (23/3) 

RDP yang dipimpin oleh Ketua BAP DPD RI, Bambang Sutrisno itu dilakukan dalam upaya penyelesaian pembayaran pesangon PHK dan hak dana pensiun eks karyawan PT MNA oleh Kementerian BUMN dan PT PPA.


“Pada kesempatan lalu, kami telah merekomendasikan kepada Kementerian BUMN dan PT PPA untuk memberikan kejelasan komitmen atas kewajiban pembayaran hak pesangon dan dana pensiun eks  Karyawan PT MNA sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, PT PPA selaku penerima kuasa dari Kementerian BUMN agar melakukan rapat/pertemuan dengan semua perwakilan yang terkait dengan permasalahan tersebut termasuk manajemen PT MNA dalam rangka percepatan penanganan pembayaran hak pesangon dan dana pensiun eks karyawan PT MNA,” ucap Ketua BAP itu.

Direktur Utama PT MNA, Asep Eka Nugraha menjelaskan bahwa terjadi kesulitan keuangan yang mengharuskan perusahaan mengambil strategi dengan stop bleeding untuk mengatasi kerugian perusahaan yang kian bertambah.

“Stop operasi perlu dilakukan karena kesulitan keuangan dan bagian dari strategi perusahaan untuk ‘Stop Bleeding’ keuangan perusahaan dimana apabila dipaksakan terus beroperasi, kerugian perusahaan akan terus bertambah, minus 60 hingga 80 miliar per bulan,” ungkapnya.

Sementara itu, perwakilan Paguyuban Eks Pegawai Merpati/Pensiunan, Ery Wardhana mengharapkan agar adanya kejelasan terhadap hak-hak para eks karyawan. Merujuk dari fakta sejarah, Ery menilai telah terjadi kesalahan dan kegagalan dalam program restrukturisasi revitalisasi. 

Lebih lanjut Ery menambahkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dinilai dipaksakan karena sangat merugikan karyawan dan bukan merupakan kesalahan karyawan. Oleh karena itu, jika terus dibiarkan, maka hak pesangon karyawan tidak akan pernah diterima sebagaimana konsekuensi penegakan hukum di Indonesia.

“Harapan kami perlu adanya kebijakan social treatment yang dapat mengurangi penderitaan eks karyawan selama ini. Apabila memang PPA tidak berani ambil resiko membantu kami sesuai harapan kami diatas, maka mohon PPA tidak melakukan pembatalan homologasi, melainkan biarkan kami yang berjuang untuk membatalkan homologasi, dan berusaha meningkatkan status kreditur konkuren menjadi kreditur separatis dengan dibantu konsultan hukum professional, tentunya memerlukan biaya cukup besar yang mungkin bisa dibantu dalam hal ini,” jelasnya.

Lebih lanjut Ery menjelaskan sebagai upaya melancarkan perjuangan para eks karyawan PT MNA maka pihaknya memohon agar seluruh direksi, komisaris maupun pegawai kontrak yang saat ini mengelola MNA diganti dengan internal PPA.

“Alasannya karena sejak tahun 2013 sampai saat ini, manajemen MNA telah melakukan aksi menyulitkan dan merugikan hak karyawan. Demi mempertahankan jabatannya, patut diduga selama ini manajemen MNA telah memecah belah perjuangan eks karyawan. Selain itu, dalam proses pembatalan homologasi, manajemen MNA dapat menjadi penggangu,” tutup Ery.

Di akhir rapat, BAP DPD RI merekomendasikan kepada PT PPA untuk dapat melaksanakan pertemuan kembali dengan semua perwakilan Eks Karyawan MNA termasuk Paguyuban Pegawai Eks Merpati (PPEM) membahas mekanisme penyelesaian pesangon pegawai dan lain-lain yang terkait dengan permasalahan di atas.

Komentar