Sabtu, 04 Mei 2024 | 19:24
NEWS

Dedi Iskandar Batubara: Kemenag-MUI Harus Duduk Bareng Bahas Logo Halal

Dedi Iskandar Batubara: Kemenag-MUI Harus Duduk Bareng Bahas Logo Halal
Wakil Ketua Komite III DPD RI Dedi Iskandar Batubara

ASKARA - Wakil Ketua Komite III DPD RI Dedi Iskandar Batubara menyinggung kontroversi logo halal baru yang tengah hangat belakangan ini. Menurutnya Kementerian Agama (Kemenag) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) perlu duduk berasama dalam menyikapi persoalan ini. 

"Kementerian Agama dan MUI harus duduk bareng, jika ada kebijakan baru yang ingin disampaikan ke masyarakat. Ini karena bukan saja menyangkut produk halal, tapi sentimen keagamaannya," ucap Dedi saat hadir dalam Podcast di Chanel Kabar Senator di Gedung DPD RI, Jakarta, Kamis (17/3).

Senator asal Sumatera Utara itu menambahkan bila sejak awal disampaikan dengan melalui kajian yang cukup dalam. Masyarakat tidak akan berasumsi ada perbedaan antara Kemenag dan MUI. "Perbedaan ini yang direspon masyarakat. Jadi apa yang dilakukan Kemenag mengenai logo ini seolah-olah tidak melibatkan MUI," jelasnya.

Di sisi lain, Dedi mengatakan bahwa MUI berpandangan bahwa logo halal saat ini masih berlaku hingga tahun 2026. Artinya di lapangan akan muncul dua logo, namun secara kewenangan fatwa halal atau haramnya itu berasal dari MUI. "Jadi fatwa itu ada kepada MUI namun yang mengeluarkan logo halal itu ada pada Kemenag lewat Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH)," tegasnya.

Dedi menilai hal itu yang menimbulkan pandangan berbeda-beda di masyarakat seperti penafsirannya. Pandangan yang berbeda-beda itu seharusnya dihindari oleh Kemenag. "Apa susahnya sih duduk bareng dulu antara Kemenag dan MUI. Ini sebenarnya soal komunikasi yang tidak tuntas," paparnya.

Dedi menjelaskan apabila sejak awal sudah dikomunikasikan dan mempertimbangkan pandangan-pandangan yang ada. Maka tidak ada penafsiran dan pandangan yang berbeda di tengah-tengah masyarakat. "Ini yang menjadi masalah menurut saya, jika tuntas dari aspek komunikasi Insya Allah selesai masalah ini," terangnya.

Ia juga menjabarkan bahwa amanat dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 yaitu memberikan kewenangan kepada BPJPH menerbitkan lebel halal. Artinya sejak awal sebenarnya tidak ada masalah pada penerbitan logo halal. 

"Sebelum ada logo baru muncul tidak ada masalah. Namun setelah logo baru keluar timbul masalah di masyarakat. Saya kira jika Kemenag merespon publik yang lebih banyak menolak, kenapa tidak dievaluasi," kata Dedi.

Komentar