Sabtu, 04 Mei 2024 | 21:18
NEWS

Kata Ma'ruf Amin, Dunia Bakal Menghadapi Kelangkaan Air Bersih

Kata Ma'ruf Amin, Dunia Bakal Menghadapi Kelangkaan Air Bersih
Wakil Presiden Ma'ruf Amin (Dok tangkapan layar)

ASKARA - Wakil Presiden (Wapres) Ma\'ruf Amin membuka The 2nd Asia International Water Week di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timut (NTT), Senin (14/3).

Dalam acara itu, Ma\'ruf Amin mengatakan ketiadaan air bersih bakal menjadi isu serius yang dihadapi berbagai negara dalam waktu dekat. 

Berdasarkan penelitian, setengah dari populasi dunia diperkirakan mengalami kelangkaan air atau water scarcity di 2025 mendatang.

"Sementara pada 2030, sekitar 700 juta orang dapat mengungsi karena kelangkaan air," kata Ma’ruf Amin. 

Ma’ruf berpandangan, konsumsi air bersih terus mengalami peningkatan signifikan selama pandemi Covid-19. 

Berdasar studi terbaru Indonesia Water Institute, konsumsi air bersih selama pandemi Covid-19 pada akhir 2020 meningkat tiga kali lipat ketimbang sebelum pandemi dengan tingkat konsumsi air rumah tangga mencapai 900 hingga 1.400 liter per hari.

"Penelitian di beberapa negara juga menunjukkan tren serupa. Hal ini menunjukkan kebutuhan ketersediaan air bersih sebagai sarana untuk mendukung perilaku higienis, menjadi tantangan tersendiri di tengah pandemi," jelas Ma\'ruf Amin.

Kendati 71 persen bumi tertutup air, kata dia, hanya sekitar 13 persen air tawar yang dapat dimanfaatkan memenuhi kebutuhan air bagi lebih dari 7 miliar manusia.

Dari jumlah itu, sekitar dua per tiga dari jumlah populasi dunia mengalami kelangkaan air, paling tidak dalam 1 bulan setiap tahun. 

"Selain itu, lebih dari 2 miliar orang hidup di negara yang persediaan airnya tidak mencukupi," ujarnya. 

Ma’ruf mengatakan, sebagai rumah bagi 60 persen populasi dunia, kawasan Asia Pasifik hanya memiliki 36 persen sumber daya air dunia. Sehingga, ketersediaan air per kapitanya terendah di dunia.

Masalah tersebut diperburuk dengan tingkat pencemaran air yang tinggi. Lebih 80 persen air limbah yang dihasilkan di negara-negara berkembang tidak diolah. 

"Hal krusial lain adalah pengambilan air tawar yang tidak berkelanjutan, melebihi setengah dari total ketersediaan air," terangnya.

Ketiadaan air bersih di suatu wilayah menandai kemiskinan dan ketimpangan. Pada wilayah-wilayah miskin ekstrem, kata dia, umumnya akses terhadap air bersih sangat rendah. 

"Dari 35 kabupaten di Indonesia dengan kemiskinan ekstrem pada 2021, seluruhnya ditandai dengan fakta adanya penduduk yang tidak memiliki akses air minum layak. Angkanya berkisar antara 4,48 persen sampai dengan 97,21 persen," ungkap Ma\'ruf Amin.

Kompleksnya pengelolaan sumber daya air memerlukan berbagai pendekatan dan kebijakan yang melibatkan multisektor dan instansi, alokasi dana nasional, dan pengambilan keputusan kolektif.

Termasuk, memerlukan kebijakan yang diterima secara global dan masuk akal, mengandung pertimbangan sosial dan lingkungan, serta merangkul para pemangku kepentingan. 

"Saya mengajak para peserta menyatukan berbagi pemikiran dan inovasi, untuk menghasilkan kebijakan yang tepat guna dan tepat sasaran dalam rangka mengatasi krisis air bersih yang setiap tahun semakin meningkat," pungkasnya. 

Komentar