Jumat, 17 Mei 2024 | 16:34
NEWS

PGI Kirim Surat ke Jokowi soal Tambang Emas di Area Setengah Luas Kepulauan Sangihe

PGI Kirim Surat ke Jokowi soal Tambang Emas di Area Setengah Luas Kepulauan Sangihe
Tambang Emas di Sangihe (Dok rri.co.id)

ASKARA - Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) berkirim surat kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) agar menghentikan perizinan serta aktivitas pertambangan emas di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut), Jumat (16/12) lalu. 

Permintaan itu dilakukan usai Ketua Umum PGI, Gomar Gultom mendengar aspirasi dari masyarakat Sangihe, Pimpinan Sinode Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST) dan Bupati Kabupaten Sangihe.

"PGI meminta Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo, melalui kementerian terkait, meninjau ulang perizinan aktifitas PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Pulau Sangihe," tulis keterangan resmi PGI, dikutip Senin (20/12).

Dijelaskan, Aliansi Masyarakat Adat dan GMIST telah menyampaikan surat dan penolakan atas beroperasinya PT Tambang Mas Sangihe (TMS) yang akan melakukan aktivitas pertambangan di area seluas setengah dari luas wilayah Kepulauan Sangihe.

PGI menilai PT TMS bertentangan dengan Undang-undang No 27/2007 jo UU 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Terutama menyangkut perlindungan terhadap pulau dengan luas kurang dari 2.000 kilometer persegi. 

Selain itu, PGI menilai proses Amdal yang dikeluarkan Kementerian ESDM terhadap proyek tersebut dinilai tidak memperhatikan suara dan aspirasi masyarakat dan pemerintah setempat.

"Usaha pertambangan ini dirasakan tidak sejalan dengan misi pembangunan Kab. Kepulauan Sangihe yang bertumpu pada pertanian, perikanan dan pariwisata," tulis PGI.

Rencana pembangunan penambangan emas di Sangihe belakangan ini menuai polemik. Bahkan, seorang ibu rumah tangga bernama Elbi Pieter bersama rekan-rekannya menggugat Menteri ESDM Arifin Tasrif ke PTUN Jakarta. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 46/G/2021/PTUN.JKT pada Rabu (23/6).

Gugatan itu berkaitan dengan kontrak karya (KK) PT TMS di Pulau Sangihe. KK diberikan Kementerian ESDM lewat izin pertambangan dengan Nomor 163K/MB.04/DJB/2021 pada 29 Januari 2021. 

Para penggugat menilai penerbitan KK Tambang Mas Sangihe yang merupakan objek sengketa perbuatan melanggar hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad).

Sebelumnya diberitakan, ratusan orang dari Aliansi Rakyat Nusa Utara Bersatu melakukan aksi unjuk rasa ke kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Bartubara (Minerba) ESDM, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (10/11) lalu.  

Mereka menuntut pemerintah, yang dalam hal ini Dirjen Minerba Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM), mencabut izin penambangan yang diberikan kepada PT Tambang Mas Sangihe (TMS) karena hanya akan menyengsarakan rakyat Sangihe, Sulawesi Utara. 

Izin penambangan kepada PT TMS diberikan melalui Surat Keputusan Dirjen Minerba ESDM Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021. 

PT Tambang Mas Sangihe (TMS) mendapatkan izin penambangan seluas 42.00 hektare, lebih dari setengah Pulau Sangihe. Izin diberlakukan sejak 28 Januari 2021 hingga 29 Januari 2054. 

“Artinya Pulau Sangihe akan dibongkar secara masif selama 33 tahun, itu mencakup 80 desa dan tujuh kecamatan di Pulau Sangihe,” ujar Jull Takaliuang, Ketua Save Sangihe Island. 

Jull Takaliuang menginiasiasi demo ini bersama sejumlah rekannya dari Sangihe, termasuk Pendeta Adelaide Marasut. Mereka menghimpun ratusan warga Sangihe yang berada di Jabodetabek, termasuk dalam organisasi Nusa Utara Bersatu. 

Komentar