Sabtu, 27 April 2024 | 11:32
OPINI

Enthik... Enthik, Bunuhlah Si Panunggul

Enthik... Enthik, Bunuhlah Si Panunggul
Ilustrasi. (Allsmart)

Memanasnya bumi, membongkahnya tanah, banyaknya masalah bencana dan kesulitan telah membuat sebagian orang berlaku pongah dan menghalalkan segala cara. Menyusun kekuatan tandingan walau tahu menuju kehancuran, banyak orang yang turut terbutakan hingga tak bisa lagi melihat kebenaran. Beringas, jiwa kering kerontang haus akan syahwat semu penuh hasutan.

Berhentilah sejenak, beri asupan untuk membasuh jiwa dan mengingat pitutur para leluhur bangsa, untuk tahu jalan kebenaran.

Alkisah salah satu pitutur leluhur dengan karya sastra tinggi nampak sederhana sebagai lagu dolanan pengantar tidur sebagian anak di masa lalu, isinya sebagai berikut:

Ono dongeng enthik-enthik…
Si Panunggul patenono
Panunggul opo salahe…?
Salahe ngungkul-ungkuli ing sasama…
Dhi aja dhi, ndak kuwalat
Lha iyo, bener kandamu
Lali sumber, ketiwasan

Bila di bahasa Indonesiakan beginilah artinya
Yang paling tinggi bunuhlah
Paling tinggi apa salahannya?
Salahnya melebihi sesama
Dik jangan dik, nanti kuwalat (Mendapat akibat)
Lah iya, bener kata-katamu
Lupa sumber, celaka (musibah)

Serasa lagu dolanan biasa, begitulah para leluhur memberikan wejangan tanpa menggurui, menohok blak-blakan agar tidak menyakiti siapapun juga. Dengan sanepan, dengan simbol, yang baru bisa dipahami dengan mengolah rasa. Tidak cukup hanya didengar maupun dibaca dan sebatas dipikirkan. Kalau diterima begitu saja bisa membuat sesat (keliru). Kita diajak berpikir dan merenungkan mengupas arti sanepan yang diberikan. Agar menjadi tetap ingat melekat dalam sanubari dan tidak mudah dilupakan.

Lagu di atas menceritakan tentang lima saudara tercipta secara kodrati beda bentuk, fungsi dan posisi, Nomor satu Jempol bentuknya gemuk dan paling pendek, kedua Telunjuk (Panuding), ketiga Jari Tengah (Panunggul) sebagai yang paling tinggi, keempat Jari Manis, dan kelima Enthik (Jenthik) Kelingking yang paling kecil.

Suatu hari si Manis merasa iri hati kepada Panunggul karena besar dan paling tinggi di antara semuanya, lalu berkata pada Enthik "Si Panunggul patenono" Enthik pun bertanya "Panunggul opo salahe?" kembali si manis mempengaruhi "Salahe ngungkul-ungkuli ing sasama", lalu Jempol ikut nimbrung dan mengingatkan: "Dhi aja dhi, ndak kuwalat", mendengar itu semua Telunjuk membenarkan "Lha iyo, bener kandamu", dan untuk mengakhirinya si Jempol mengatakan "Lali sumber, ketiwasan".

Beruntung semua saudara mau mendengarkan si Jempol, hasutan si Manis untuk membunuh karena iri hatinya tidak pernah terjadi. Andaikan Enthik (Jenthik) tidak mau mendengarkan maka terjadilah pembunuhan dan kehilangan salah satunya.

Kenapa jari tangan menjadi pilihan para leluhur untuk memberikan pesan pitutur (nasihat)? Tidak lain tidak bukan agar kita mudah mengerti apa yang disampaikan. Mari kita renungkan, andaikan salah satu jari kita hilang, yang manapun itu, apa rasa dan akibatnya dari kegiatan kehidupan kita?

Makna yang terkandung dalam lagu ini adalah baik itu saudara maupun orang lain, judulnya tetap adalah sesama manusia. Punya kodrat dan nasib sendiri-sendiri.

Iri bisa terjadi dalam hati siapa saja, lalu menghasut mendapatkan pendukung untuk memenuhi hasratnya agar tidak berlepotan darah ditanggannya juga tidak bersalah seorang diri, maka dia menyuruh orang lain saja yaitu Enthik. Sebagai yang paling kecil, paling muda belum punya banyak pengalaman dan pengetahuan yang menurutnya akan mudah di hasut, dan mau melakukan apapun begitu saja.

Beruntung yang lain-lainnya masih mengingatkan dan Enthik mau mendengarkan. Jangan dik, nanti kuwalat. Kuwalat bukan malati, tapi sebagai karma diri. Bila membunuh maka suatu haripun akan terbunuh. Bila menyakiti maka suatu saat juga akan disakiti. Sebetulnya tidak ada orang yang malati, tapi kuwalat itu sudah pasti. Haruslah kita menghormati siapapun menjaga diri untuk tidak menyakiti, tidak hanya berlaku pada orang yang lebih tua. Karena kuwalat ini adalah hukum alam, hukum Tuhan. Bisa kita sebut sebagai karma, dan karma tidak akan salah orang dan tidak peduli siapapun dirimu, semua hanya menunggu waktu.

Jangan pernah ingin menjadi orang lain dan menjadi iri karenanya, jadilah dirimu sendiri dan tidak perlu ikut-ikutan menghakimi apalagi menghukumnya karena tanpa kita bunuh maupun kita hukum, dia akan mendapatkan hukumannya sendiri secara otomatis, begitulah hukum alam dan Tuhan bekerja.

Maka yang perlu kita ingat selalu sebagai manusia secara pribadi adalah menjaga  kerukunan dan keutuhan baik dalam ikatan saudara, kelompok bahkan negara. Cukup dengan tiga hal sederhana saja yaitu:
1. Saling menolong
2. Saling mengingatkan, dan
3. Saling memaafkan.

Terimalah semua kodrati orang lain, termasuk diri sendiri, niscaya hidup akan damai dan tenteram. Semua diciptakan dengan keunikan dan beban tugas hidup masing-masing.

Jangan pernah lupa sumber jati diri, jangan ikut-ikutan, jangan mudah kena hoaks yang sedang marak dan mudah terkena hasutan untuk berbuat kejahatan. Berpikir ulang agar tidak celaka dan menderita karena musibah yang diciptakan sendiri. Semua adalah pilihan yang akan membuahkan kebahagiaan (kemudahan) atau justru penderitaan (kesulitan).

Selalu eling (ingat) dan waspada, jamannya jaman edan seperti yang banyak kita dengar. Hati-hati menjaga hati dan perilaku diri dalam sebuah perjalanan kehidupan.

Semoga kita terselamatkan.

Komentar