Jumat, 17 Mei 2024 | 17:21
NEWS

Anugerah Mahakarya Kebudayaan untuk Ida I Dewa Gede Catra, Sang Penyulih Aksara Bali dan Penyalin Lontar

Anugerah Mahakarya Kebudayaan untuk Ida I Dewa Gede Catra, Sang Penyulih Aksara Bali dan Penyalin Lontar
Penulis aksara Bali dan penyalin lontar, Ida I Dewa Gede Catra (Dok MURI)

ASKARA - Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) memberikan anugerah mahakarya kebudayaan secara virtual kepada penyulih aksara Bali dan penyalin lontar terbanyak, Ida I Dewa Gede Catra. 

Lontar merupakan produk budaya kaya makna yang telah mengangkat citra tradisi Bali. Warisan budaya itu telah memberikan aura keluhuran dan mentransmisikan keunggulan pemikiran masyarakat Bali.

Pendiri MURI, Jaya Suprana mengatakan, bahwa lontar merupakan mahakarya peradaban Nusantara yang tidak ada duanya. Kemungkikan tandingan lontar hanya papirus dari peradaban Mesir kuno. 

"Papirus sekarang tidak berkembang lagi, tapi yang mengagumkan lontar ini menjadi satu mahakarya budaya yang masih hidup di Nusantara dan berarti bagi dunia," kata Jaya Suprana dalam keterangan virtual, Jumat (28/8).

Ida I Dewa Gede Catra menjadi penulis lontar yang telah menulis 4.120 cakep lontar-sejak 1972 untuk kepentingan koleksi perpustakaan pribadi dan memenuhi permintaan masyarakat maupun instansi pemerintah.

"Mahakarya kebudayaan bidang seni dan budaya, sebagai penulis aksara Bali dan penyalin lontar yang terbanyak di jagat raya ini dianugerahkan kepada mahaguru Ida I Dewa," tutur Jaya Suprana.

Menanggapi hal itu, Ida I Dewa Gede Catra mengaku terharu dan terkejut mendapat penghargaan rekor dunia Indonesia mahakarya kebudayaan. Bahwa produk budaya Bali dan telah diakui warisan budaya dunia itu masih banyak. 

"Kami ingin mengemukakan bahwa naskah-naskah dalam bentuk lontar atau lain sebetulnya masih sangat banyak. Baik dari warisan di kerajaan zaman dulu yang bahasanya sudah sangat jarang dipergunakan," ungkap Ida. 
 
Maka masyarakat Indonesia harus lebih mencintai warisan kebudayaanya sendiri. Mengingat perlahan-lahan budaya bangsa ini mulai terkikis seiring perkembangan zaman. 

"Saya merasa iri dengan orang-orang dari luar yang sangat mendalami kebudayaan kita. Lalu kalau kita yang tidak akan tampil maka merasa rugi," ucapnya. 

Untuk itu, pihaknya berusaha untuk menyediakan bahan-bahan dari salinan pascalontar lama. Baik yang ditulis di dalam daun lontar atau yang diketik dengan kertas. 

"Ini harapan kami supaya menjadikan bahan untuk penelitian oleh generasi penerus yang akan datang. Sehingga kita harapkan menjadi lebih baik di kemudian hari," harapnya.  

Komentar