Sabtu, 04 Mei 2024 | 20:49
OPINI

Seri Kekuatan Doa

Seri Kekuatan Doa
Ilustrasi berdoa. (Freepik)

Setelah dua minggu dari kunjungan saya, masih ngopi di tempat yang sama, warung tetangga sudah tidak buka, tapi punya kegiatan baru bikin kerupuk puli. Lancar dan makin banyak yang pesan. Syukurlah.

Sembari nengok saya pesan kopi pahit seperti biasa, tidak lama datanglah seorang laki-laki paruh baya, saya pernah bertemu sebelumnya. Namanya Heri, asli Kertosono sebagai tukang service barang elektronik. Setelah saling sapa, dia mengambil posisi duduk.

Kedatangannya ternyata karena panggilan ibu warung, yang butuh bantuannya. Heri membuka pembicaraan "Maaf bu, iya saya sudah dipeseni tetangga kost untuk datang ke sini, tapi saya belum sempat, saya sibuk sekarang," jelasnya.

Heri dan istri serta 1 anaknya tinggal di daerah Sidoarjo dengan sewa kost bulanan untuk keluarga yang berderet-deret itu, setelah masuk satu bulan pandemi ikut pula terdampak, bingung karena tidak ada orang service. Uang semakin menipis. 

"Tak ceritani ya, sekarang saya sibuk bukan urusan service. Selama pandemi ini saya sempat bingung banget, tidak ada pemasukan. Padahal tiap hari harus mengeluarkan uang. Karena sudah tidak tahu harus apalagi, pekerjaan apapun saya lakukan, tapi semua kan tidak pasti ada tiap hari. Suatu malam saya berdoa. Tuhan tolong beri saya perubahan, apapun itu," ceritanya, sambil menghela nafas perlahan mengingat kejadian 4 bulan yang lalu.

"Loh tiba-tiba pak RW datang, Her ini ada pekerjaan tapi ya gitu agak kotor, petugas yang lalu bertengkar sesama teman dan keluar. Warga saya butuh pengganti, apa kira-kira mau? Ternyata pekerjaan itu mengambil sampah warga mbak, saya ingat doa saya. Langsung saya mengatakan mau, saya bersedia. Lumayan gaji bulanan dan besok saya sudah harus mulai bekerja, sambil mendesah perlahan. Awal saya lakukan, saya muntah-muntah. Baunya luar biasa, sampah banyak belatung. Maklum sudah 2 bulan tidak diambil. Saya sampai gak doyan makan mbak, lebih sedih lagi para tetangga kost-kostan, karena tahu saya kerja ambil sampah, kalau saya pulang mereka langsung narik kaosnya ke hidung, kalau enggak ya langsung tangannya buat nutupin hidung kayak gini (sembari di peragakannya),  padahal sebelum pulang ke rumah, saya itu sudah mandi sabunan bersih dan wangi, koq tetangga-tetangga itu tega berbuat begitu," Heri menghentikan ceritanya sejenak sambil nyeruput kopinya.

Kesempatan itu saya gunakan untuk bertanya "Lalu apa yang terjadi, apa Heri berhenti?"

"Tidak mbak, saya kembali ingat doa saya. saya sudah memohon diberi perubahan, dan sudah dapat pekerjaan, saya tidak berani berhenti di tengah jalan, saya lanjutkan mbak. Memang sempat stress, tidak mengira juga kalau tetangga kost, juga anak-anak mereka manggil saya dengan pak sampah, seolah-olah mengejek dan merendahkan. sambil meneruskan menyeruput kopinya yang masih setengah," ujarnya.

Saya diam memperhatikan, terlihat jelas beban sosial yang dihadapi, dari tetangga seputaran tempat kostnya.

"Saya mikir, bagaimana caranya supaya saya bisa bertahan dan bisa mencintai pekerjaan ini. Gajinya lumayanlah mbak. Saya harus bersyukur sudah dikasih jalan, meskipun harus berkutat dengan sampah kotor itu. Untuk warga kampung itu kan ngambilnya 1 minggu 3 kali, sisa harinya saya coba ke kampung lain, ternyata mereka juga mau," katanya.

"Supaya saya bisa mencintai pekerjaan saya, saat gaji pertama saya terima, lalu saya berpikir kalau uang ini hanya untuk makan, dan sisanya saya simpan di rumah, akan habis begitu saja. Karena saya kebetulan tidak lagi punya sepeda motor, diam-diam saya pergi ke dealer dekat rumah itu mbak. Saya ambil uang muka paling murah dengan cicilan 31 bulan, nah itu motornya mbak, Honda Beat," jelasnya sambil menunjukkan motornya yang terparkir di depan.

"Waaah hebat, berani mengambil keputusan sebesar itu dalam kondisi pandemi, apa tidak memberatkan nantinya?" tanya saya kembali

"Supaya ada rupa dari hasil jerih payah saya, biar semangat mencintai pekerjaan sampah ini. akhirnya saya dapat motor baru itu, alhamdulilah lancar sudah 4 bulan ini. Saat saya bawa motor pulang ke kost-an, tetangga pada bingung, tukang sampah koq sepeda motornya baru? Sempat ada yang tanya, saya jawab: saya dapat bonus dari pekerjaan ambil sampah itu. Dan alhamdulilah sejak hari itu para tetangga tidak ada lagi yang menutup hidungnya saat saya pulang kerja, mereka tidak merendahkan lagi," sambil menghela nafas matanya terlihat sedikit berkaca-kaca.

"kan ada bantuan dari pemerintah lewat desa, apa tidak dapat?" lanjut saya

"Ada yang dapat mbak, tapi saya tidak berharap. Karena masih lebih banyak orang yang lebih susah dari saya, saya masih bisa berusaha. Biar untuk yang merasa membutuhkan saja. Saya malu juga menerima bantuan, wong saya masih kuat. Dan saya punya keyakinan, selagi kita memohon dan mau obah (bergerak) pasti ada jalannya." sambung Heri.

Gleek, untuk kedua kalinya saya mendengarkan kata-kata "malu" menerima bantuan dari mulut orang yang tidak berkecukupan, orang-orang kecil yang terpinggirkan dan terabaikan. Tapi memiliki jiwa yang besar dan kaya. Keyakinan akan kekuatan do'a sungguh diluar dugaan.

"Saat lebaran mbak, saya tidak mengira. Banyak sekali yang memberikan sembako dan uang. Alhamdulilah, ternyata rejeki itu ada saja. Saya pikir ini terlalu banyak buat keluarga saya, lalu saya bagikan kepada tetangga kost juga. Selain itu, tiap kali saya gajian, saya panggil anak-anak kecil, saya belikan makanan apapun yang sedang lewat. Mereka senang sekali, dan saya hanya meminta mereka doakan pakdhe sehat dan selamat ya, dan anak-anak itupun menjawab serempak, iya pakdhe. Hati saya bahagia sekali, hidup ini kan butuhnya hanya sehat dan selamat" lanjutnya lagi sembari mengakhiri ceritanya.

Heri juga tidak berpendidikan tinggi. tidak memiliki banyak uang, hidupnya lebih banyak pas-pasan, cara menyikapi sebuah peristiwa yang tidak menggenakkan sungguh luar biasa. 

Kesungguhan mematuhi jawaban dari do'anya membuat jalan rejeki makin lebar, di mana banyak orang mengeluh sana-sini dengan keadaan pandemi ini, Heri justru mendapatkan banyak jalan mengais rejeki dan berani membeli motor baru meski kredit. 

Seringkali, kebanyakan orang tidak bertahan. Begitu menghadapi keadaan yang tidak mengenakkan dan kesulitan, sudah mundur duluan, padahal rejeki itu berada di balik pintu kesulitan yang berjarak beberapa langkah lagi.

Do'anya memang sederhana, namun  Heri meyakini dengan kesungguhan,  tetap berusaha menjalani, tanpa mengeluh, pantang mundur, maka rejeki terbuka dari mana-mana. Maka segala sesuatu yakinilah dengan sepenuh hati.

Semoga pandemi ini segera berlalu.

Kisah Heri tukang service rumahan
Pejuang kehidupan sejati.

Sidoarjo
6 Agustus 2020

Komentar