Jumat, 17 Mei 2024 | 11:59
COMMUNITY

Cerbung

Rumah Kos Bekas Pesugihan

Rumah Kos Bekas Pesugihan
Ilustrasi. (Minews)

ASKARA - Kisah ini berawal ketika aku mendapat pekerjaan di Kota Sidoarjo. Aku melamar pekerjaan via email dan alhamdulilah aku dapat panggilan interview, aku pun segera berangkat ke Sidoarjo. Aku menginap dulu di mes teman saya. Aku menghubungi teman aku via telepon.

"An kamu di mana? Udah pulang kerja belum? Aku udah di terminal? "

"Udah di mes aku, tunggu bentar aku jemput."

"Gak usah aku naik taksi aja."

"Jangan biar aku jemput."

"Yaudah kalau kamu maksa hehehe," ujarku sambil ketawa.

Aku nunggu Ani di peron planga plongo liatin orang mondar mandir udah kayak orang hilang aja aku di sini. Zzz... Zzz...Zzz... HP-ku di dalam saku jaket bergetar. Buru-buru kurogoh HP dan kukeluarkan. Tercantum nama Ani di layar HP-ku, segera kugeser tombol hijau yang ada di layar HP-ku.

"Assalamualikum."

"Waalaikumsalam. Heh Buh Subuh kamu di mana aku udah muter-muter nyariin kamu di peron tapi batang hidungmu gak kelihatan?" yah begitulah temanku Ani, selalu memanggilku Subuh. Padahal nama asliku Wahyu. 

"Aku di peron pojok timur sendiri depannya KFC."

"Oke, tunggu sebentar aku ke sana. Jangan di matiin HP-nya!"

"Ya baiklah."

Sambil memegangi HP di telingaku, aku celingak celinguk mencari-cari Ani sesekali kudongakkan kepalaku agar bisa melihat lebih jauh. Orang-orang yang berlalu lalang ini membuat pandanganku terhalang. 

"Heh" Ujar Ani yang tiba-tiba menepuk bahuku dari belakang. Aku pun tersentak kaget dan sontak memukul bahunya.

"Aduh sakit bego..."

"Salah sendiri, ngapain ngagetin."

"Ya maaf, ayo balik ke mes, kamu udah makan belum? Kita mampir kuliner aja dulu yuk, aku ajakin ke tempat makan favoritku."

"Ok , ayok ! Tapi traktir ya " ujarku sambil nyengir kuda.

"Ok, karena kamu masih pengangguran aku yang traktir tapi nanti kalau kamu gajian gantian ya kamu yang nraktir."

"Siap..."

"Sini," ujar Ani sambil meraih tasku, "aku bawain tasmu."

Aku merebut tas dari tangannya." Gak usah biar aku sendiri aja yang bawa." 

"Gak usah biar aku aja." 

"Yaudah terserah!" 

Kami pun jalan keluar terminal dan menuju ke warung makan yang dibicarakan Ani padaku. Sambil makan kami melepas rindu ngobrol panjang kali lebar, uh tau sendiri kan kalau perempuan udah ngumpul pasti banyak banget yang dibahas entah itu urusan hati, urusan bedak, urusan pakaian dan onderdil sampai menjalar ke pergibahan sekalinya gibah satu kabupaten dibahas secara detail dan merata gak ada yang ketinggalan.

Selesai makan malam kami lanjut perjalanan pulang. Mes temanku Ani ini masuk ke dalam gang sempit. Hanya cukup untuk lewat motor. Setelah memarkirkan motornya, kami pergi ke kamar.

"Ayo Buh masuk," ujar Ani sambil membuka kunci pintu kamarnya. "Tek" pintu kamar terbuka, Ani mendorong daun pintu sedikit kasar hingga pintu berdenyit.

"Maaf ya Buh kamarnya berantakan."

"Ah gak papa." jawabku sambil melepas sepatuku. 

Aku melangkah masuk ke dalam kamar yang tidak terlalu luas dengan kasur yang cukup untuk satu orang berada di pojok kiri. 

"Kamu capek kan? Tidur aja," kata Ani sambil melipat handuk yang tergeletak di atas kasur. "Yah beginilah kamarku sempit." 

Aku duduk di atas kasur dan membuka tasku. "Ah gak papa An gak masalah, numpang mandi dong!"

"Iya, kamu mau minum susu, teh atau kopi?" 

"Susu" jawabku dari dalam kamar mandi.

Setelah mandi kami kembali ngobrol berbincang hal yang gak penting, duduk di depan tivi sambil minum segelas susu buatan Ani. Rasa kantuk pun perlahan menyerang kami. Kurebahkan badanku di kasur. Kasur ini cuma cukup untuk satu orang tapi ditidurin dua orang, ya ampun sempit sekali. Kami tidur saling membelakangi. 

Di Sidoarjo sini udaranya ugh puanas pake banget kau tau sepanas api cemburu. Pantas saja Ani kalau tidur semalaman kipas harus menyala. Ah serba salah hidupku ini. Gak pake kipas angin panas make kipas angin udah kayak tidur di tengah badai aja, berisik lagi kipasnya. Sabar-sabar, orang sabar disayang Tuhan, dicintai pacar. Atah-atah lupa gak punya pacar.

Aku meraih selimut lalu membukanya dan menutupi kepalaku dengan selimut, yah inilah sedikit usaha yang kulakukan untuk bisa tidur. Meski aku tau usaha ini tidak membantu karena aku tetap tidak bisa tidur. "Astaga berisik sekali ini kipas, ingin rasanya kubanting kipas ini." Gumamku dalam hati. Berbagai macam gaya tidur udah ku coba namun mata ini masih belum terlelap juga. 

Fajar menyingsing perlahan-lahan, langit yang gelap berubah menjadi biru dihiasi awan. Ini adalah awal hidup yang baru untukku. Aku berdandan semenarik mungkin, kusemprotkan parfum di beberapa bagian badanku.

"Ayo!" ujar Ani. "Udah selesai belum kamu? " 

"Iya ayo aku udah siap." 

"Eh... gak sarapan dulu."

"Iya, kirain mau langsung berangkat. Gak sabar aku."

"Ya sabar buk. Sarapan dulu, gak sarapan kamu nanti pingsan."

"An aku grogi, nanti kalau pas interview gimana ya? Takut gagal."

"Udah gak usah mikir yang aneh-aneh yang penting PD aja."

Selesai sarapan kami berangkat. "Aku masuk kerja dulu ya," ujar Ani. "Semangat, ingat jangan grogi." Sambil tersenyum padaku.

Aku menganggukkan kepala. Dalam penantian menunggu panggilan dipanggil untuk interview aku harap-harap cemas. Hatiku gelisah, perasaanku campur aduk. Dalam hati aku berdoa semoga Allah melancarkan hajatku, aku sangat membutuhkan pekerjaan ini.

Setelah tiga antrian kini giliranku. Hatiku dag dig dug berasa kayak mau menghadap malaikat maut. Kulangkahkan kakiku perlahan-lahan. Aku berdiri di depan pintu, sebelum membuka pintu aku berhenti sejenak, kutarik nafasku dalam-dalam untuk sekedar menenangkan diriku perlahan-lahan pintu kudorong. "Bismillahirohmanirohim." Gumamku lirih. Aku berjalan pelan masuk ke dalam ruangan. 

"Silahkan masuk, mari silahkan duduk!". Aku menganggukkan kepala sambil melempar senyum tipis. Aku berjalan ke arah kursi dan kutarik mundur sedikit lalu duduk. Interview pun dimulai, aku menjawab semua pertanyaan dengan penuh hati-hati.

Dan hal yang gak di sangka-sangka aku di terima kerja. "Selamat bergabung di perusahaan kami." Kata-kata itu membuatku ingin teriak terus joget-joget. Aku tersenyum. "Terima kasih pak," jawabku. 

Dengan penuh perasaan lega. Yah sekarang aku udah bukan pengangguran lagi, aku juga mendapat fasilitas mes. Seminggu setelah aku bergabung di perusahaan ini. Aku dan temanku Ani dipindahkan ke rumah kos karena mes yang kami tinggali sebelumnya mau direnovasi. Kami pun pindah di sebuah rumah yang lumayan besar. Di rumah ini ada enam kamar. Sedangkan kami berlima. Aku, Ani, Ifa, Sigit dan Muhammad. Rumah ini begitu besar dan nyaman. Ada satu kamar di rumah ini yang gak bisa dibuka, berada di belakang dekat dapur. Kata pemilik rumah kamar itu kuncinya hilang dan pintunya rusak, kamar itu difungsikan sebagai gudang.

Kamarku bersebelahan dengan kamar kosong yang gak bisa dibuka. Malam ini terasa berbeda, aku tidur sama sekali gak bisa nyenyak, aku gelisah. Kebiasaanku setiap jam 02.00 dini hari aku selalu bangun hanya untuk curhat pada Allah atas semua permasalahan hidupku. Aku keluar kamar pergi ke toilet karena di rumah ini toilet lalu mengambil air wudhu. Aku memutar kran air, ah sial kran di dalam kamar mandi macet terpaksa aku harus ke luar rumah, di halaman setahuku ada kran air di sana. Aku mengambil air wudhu, selesai wudhu aku dikagetkan oleh nenek-nenek yang berdiri di depan pagar rumah.

"Astaghfirulloh alhazim," gumamku. 

"Nek," kataku aku berjalan mendekati nenek itu. "Ngapain malam-malam begini di luar rumah nek?" sambil membuka pintu gerbang. 

"Tidak apa-apa cu, nenek nyari angin."

"Ini masih jam dua malam nek. Rumah nenek di mana? Mari saya antar pulang. Nanti anaknya nenek bingung nyariin nenek."

"Tidak usah cu, saya pulang sendiri aja ,rumah saya deket cuma di sebelah itu."

"Beneran nenek gak mau dianter?" ujarku. 

Aku sedikit khawatir melihat keadaan nenek ini dengan rambut yang masih acak-acakan. Mungkin dia bangun tidur langsung jalan dan gak merapikan rambutnya dulu, kupikir nenek itu sudah pikun. Masih malam dikira pagi.

"Iya cu. Nenek bisa pulang sendiri."

Ya sudahlah mungkin emang rumah nenek itu deket dari sini pikirku.

"Ya sudah nek, kalau gak mau saya antar. Silahkan pulang nek ini masih malam! Hati-hati di jalan ya nek." 

Nenek itu pun pergi ninggalin aku. Aku membuka gerbang dan kembali masuk. Sambil menutup gerbang kutoleh nenek itu namun dia udah menghilang. "Lah di mana itu nenek? cepet banget jalannya," gumamku.

Aku jalan masuk rumah sambil terheran-heran "ke mana perginya nenek itu kenapa cepat sekali dia jalan." Ah aku gak mau ambil pusing, aku lupakan saja nenek itu, aku masuk ke dalam rumah dan kembali ke kamarku. Curhat tengah malam pun kumulai. Setelah selesai aku kembali tidur.

Pagi pun tiba. Seperti biasa kami sibuk sendiri-sendiri siap-siap berangkat kerja. Dan sebelum berangkat kerja kami selalu sarapan bersama.

"Muh kamu kenapa? Lemes banget? Kamu sakit?" tanyaku.

"Gak bisa tidur semaleman gara-gara mimpi buruk. Terus aku ketindihan." 

"Ketindihan?" sahut Ifa  

"Iya, ketindihan . Semalam itu di kamarku kayak ada bayangan hitam tinggi gede berdiri di depanku. Habis itu aku ketindihan. Untung aja bisa bangun, langsung aku nyalain lampu kamarku. Eh malah gak  bisa tidur gara-gara terang."

"Makanya kalau mau tidur berdoa dulu," jawab Ani. 

"Aku berangkat duluan ya," ujar Sigit. Sambil beranjak dia pergi dengan terburu-buru.

"Kenapa dia buru-buru kayak gitu? padahal kan masih pagi," tanyaku heran.

"Dia mau nganterin pacarnya kerja. Dia mah emang suka gitu kalau pacarnya shift pagi," jawab Ani.

Bersambung.

Wahyu Pujiningsih
(Pekerja swasta, pencinta alam, tinggal di Madiun) 

Komentar