Sabtu, 27 April 2024 | 08:07
NEWS

MA Hukum Menteri PUPR Ganti Rugi Rp 8,1 Miliar kepada Korban Lumpur Lapindo

MA Hukum Menteri PUPR Ganti Rugi Rp 8,1 Miliar kepada Korban Lumpur Lapindo
Lumpur Lapindo. (Dok. Suarasurabaya)

ASKARA - Mahkamah Agung menghukum Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk memberikan ganti rugi kepada Hj. Mutmainah sebesar Rp 8,1 miliar. 

Mutmainah dan kerabatnya merupakan pemilik tanah pekarangan yang terendam lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.

Kasus bermula saat Lapindo Brantas Inc. melakukan pengeboran minyak di Sidoarjo. Pada 2006, pengeboran itu mengeluarkan lumpur yang tidak berkesudahan hingga membuat puluhan desa terendam.

Pengadilan memutuskan peristiwa itu sebagai bencana nasional sehingga harus diganti rugi dengan APBN. Pemerintah kemudian membentuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dengan ketua Dewan Pengarah yaitu Menteri PUPR. Satu persatu warga menggugat negara ke pengadilan.

Salah satunya adalah ahli waris Mustakin yaitu Hj. Mutmainah, Mudiharto, Endang Sulistyawati, Edi Krisdianto dan Purwanti. Ahli waris ini merupakan pemilik tanah pekarangan dengan sertifikat hak milik (SHM) di Desa Besuki, Jabon, Sidoarjo seluas 8.100 meter persegi.

Pada 17 April 2013, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Menteri PUPR memberikan ganti rugi kepada Mutmainah sebesar Rp 1 juta dikali 8.100 meter persegi sama dengan Rp 8,1 miliar. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 10 Februari 2014 dan kasasi pada 18 Juni 2015.

Bukannya mematuhi putusan MA, Menteri PUPR memilih mengajukan peninjauan kembali (PK). Menteri PUPR menilai tanah Mutmainah adalah tanah sawah sehingga cukup diberi ganti rugi Rp 972 juta. Hal itu berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pelaksana Nomor 43/KPTS/P/2008 tentang Besaran Bantuan Sosial dan Besaran Harga Jual Beli Tanah dan Bangunan. 

"Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali Menteri PUPR tersebut," bunyi putusan PK yang dilansir situs MA, Selasa (28/4).

Duduk sebagai ketua majelis Syarifuddin dengan anggota Hamdi dan Sudrajad Dimyati. Majelis menyatakan bukti PK Menteri PUPR bukan merupakan bukti yang bersifat menentukan dalam perkara a quo karena berdasarkan bukti-bukti yang sah dan telah diajukan para pihak dalam pemeriksaan tingkat judex facti khususnya pihak penggugat ternyata objek sengketa merupakan tanah pekarangan sesuai dengan keadaan pada waktu bukti-bukti tersebut diterbitkan.

"Lagi pula alasan peninjauan kembali a quo bersifat penilaian terhadap bukti-bukti yang telah diajukan dan telah dipertimbangkan oleh judex facti yang tidak tunduk dalam pemeriksaan peninjauan kembali a quo," jelas majelis dalam putusan bernomor 959 PK/Pdt/2019 tersebut. (industry)

Komentar